Sidereum Nox

10.3K 805 63
                                    

Kertas-kertas berhamburan berantakan di atas meja. Sekumpulan buku berjejer, sebagian ada yang terbuka. Ruangan ber-AC dengan tirai jendela terbuka menampilkan pemandangan keindahan malam kota Tokyo.

Pemilik surai hitam dengan kacamata baca bertengger di hidung. Berkali-kali membaca kata demi kata di beberapa lembar kertas. Ekspresi serius selalu terlihat dalam setiap situasi.

Kopi hitam mengepulkan asap pertanda masih baru belum tersentuh sedikit pun.

Detak jam dinding berbunyi. Jarum pendek dan panjang menunjukkan pukul duabelas malam.

Netra hitam pandangi tajam foto lama usang setengah sobek. Sesosok perempuan yang familiar. Senyuman khas terpatri jelas.

Di raihnya salah satu amplop putih. Potret seseorang yang diambil diam-diam melalui rekaman cctv. Gambar abu-abu yang sudah diperjelas, meski agak samar. Jelas potret itu saling berhubungan dengan foto usang ini.

"Kawaragi (Name), ya?" Gumaman pelan meluncur dari labium merah muda sang adam.

Di balik foto usang itu, terdapat tulisan sebagian nama. Tertulis nama (Name), itu pun tidak terlalu kentara, sementara bagian lainnya sobek seolah sengaja dihilangkan.

"Gotcha! Kawaragi bukan nama aslinya." Seringainya seakan berhasil mendapat petunjuk yang menguntungkan.

Ponsel berdering nyaring. Tanpa ragu menerima panggilan. Walaupun masih sangat serius membaca beberapa jurnal penyelidikan.

***

(Name) menikmati embusan angin malam yang menerpa mahkota hitamnya. Langit di penuhi taburan bintang memang selalu terlihat sangat indah.

Gaun tidur tipis berdada rendah, tak dapat menghalangi suhu dingin dari suasana malam. Hawa terasa berbeda. Firasat (Name) mendadak tidak enak.

(Name) menoleh sesaat ke belakang. Memerhatikan Mikey yang sudah terlelap berada di alam mimpi, sementara dirinya tidak dapat tertidur.

Langit malam terlampau cerah. Bintang jatuh terlukis indah. Dulu, sang puan selalu memohon tiap kali melihat bintang terjatuh, lantas sekarang netra hanya menatap dingin tanpa permohonan.

(Name) tidak mengerti apa arti hidupnya. Setelah di patahkan berkali-kali hingga berakhir dalam kurungan panjang seumur hidup. Pasrah menerima takdir. Menjalani apa yang bisa di lakukan.

Kegelapan merengkuh terlalu kuat. Rasa nyaman tercipta meski kadang terbersit sedikit penyesalan. Bahkan jika diperkenankan balik ke masa lalu. Diri menolak enggan memperbaiki apa yang sudah hancur. Sesuatu yang sudah berlalu biarlah berlalu.

Meratapi nasib hanya membuang-buang waktu. Nikmati saja rasa yang timbul, baik itu rasa sakit maupun sebaliknya. Itu lah yang membuat diri kuat atau lebit tepatnya mati rasa.

"Angin malam bisa membuatmu sakit." Sebuah jas hitam bertengger di kedua bahu (Name).

Aroma parfum khas menerpa indra penciuman. Tak perlu berbalik, (Name) sudah dapat menebak jelas siapa orang yang lancang masuk ke kamarnya dan Mikey.

Sang tuan pemilik rambut mullet keunguan menopang dagu di pinggiran tralis pagar balkon. Pandangan tertuju ke satu-satunya eksekutif wanita di Bonten.

"Kapan kau pulang?" (Name) mengeratkan jas pada daksa. Lebih tepatnya menutupi diri yang hanya memakai kain tipis.

"Baru tiba." Jawaban singkat diberikan. Lantas si bungsu Haitani membawa (Name) dalam dekapan. "Bagaimana harimu? Apa menyenangkan?" tanyanya kemudian.

"Ya, lumayan. Setidaknya hari ini salah satu di antara kalian gak ada yang memakaiku."

Seharian ini para eksekutif Bonten sibuk larut dalam pekerjaan, kecuali (Name) yang dapat beristirahat damai.

Bonten Slave (21+)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang