Egestas Ancilla

9.8K 752 138
                                    

"Kaku-chan." Netra coklat pandangi pemandangan di luar jendela kaca mobil. Awan menggelap pertanda hujan akan datang. Embusan angin menerpa wajah cantiknya, menerbang beberapa helai rambut.

Pemilik nama tengah fokus menyetir, menoleh sesaat. Lalu bergumam pelan guna memberi tanggapan.

"Aku ... " Perkataannya mengantung di udara. Ia menoleh meraih genggaman tangan lelaki dengan bekas luka di sebelah matanya.

Kakucho bungkam. Terlebih ketika dia semakin mengeratkan genggaman.

"Kenapa?" Sekian lama meredam suara. Sebuah kalimat tanya akhirnya terlontar.

"Aku merindukan Izana." Lirihan terdengar menyapa rungu. Senyum miris terpatri di labium. Mengingat dirinya tak pantas mengatakan itu, sekalipun di hadapan Kakucho.

"Tak perlu melupakan Izana. Ikhlaskan dia, (Name). Kau sekarang milik kami, milik Bonten." Kakucho mengecup lembut punggung tangan sang puan.

***

"Sanzu-san kau menyakiti pergelangan tanganku." (Name) menatap datar genggaman kuat Sanzu yang enggan melonggar.

"Aku melakukan ini agar kau tidak hilang."

Pusat perbelanjaan identik dengan keramaian. (Name) membenci situasi di mana ia berada di tengah-tengah lautan manusia lain. Andai ia pergi bersama Kokonoi. Bisa dipastikan hanya akan ada mereka berdua.

Mall ini merupakan salah satu milik Bonten. Sanzu tidak mau repot mengosongkan satu mall demi kencan bersama (Name). Toh, hanya sebentar paling beberapa jam.

"Sanzu-san." (Name) meronta-ronta, agak tidak nyaman. Pergelangan tangannya memerah. Sanzu terlalu kuat menggenggamnya.

"(Name), kau gak bisa diam?" Sanzu menoleh melemparkan tatapan tajam.

(Name) menghela napas kasar. "Kau membawaku keliling berjam-jam untuk apa? Aku masih ada pekerjaan bodoh."

Lelaki bersurai merah muda itu menarik (Name) pergi dari keramaian. Di dalam lift yang sepi, Sanzu mendorong (Name).

Pergerakan sang puan terkunci. Kedua lengan di tahan ke atas, sementara Sanzu menempelkan diri pada tubuh sintal (Name).

(Name) kesulitan bernapas. Sanzu menciumi ganas leher jenjangnya. Perlahan turun ke belahan kemeja (Name), yang sedikit terbuka.

Jejak kemerahan tertinggal menimbulkan anyir darah. (Name) mengerang tidak karuan. Sanzu menggigit kuat dada (Name).

"Hentikan sialan arghh!" (Name) mendorong Sanzu sekuat tenaga, tapi tenaga lelaki itu lebih besar darinya.

"(Name)-chan bilang akan mengabulkan satu permintaanku." Sorot netra biru mengintimidasi.

(Name) membuang muka. Diam-diam menyesali perkataan asalnya. Dalam hati menggerutu menyebut nama-nama binatang yang ditujukan untuk taruna surai merah muda di hadapannya ini.

Jarak durja keduanya bahkan semakin dekat. Lelaki itu seakan enggan melepas tatapan dari paras cantik (Name).

Sanzu mengambil kesempatan dalam kesempitan. (Name) tak pernah bersikap manis. Mencuri start untuk melihat bagaimana (Name) saat mengenakan hadiah pemberiaannya.

"Aku selalu menepati perkataanku, Sanzu-san. Apa hubungannya permintaanmu dengan menyeretku ke tempat ini?"

"Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu." Sanzu menyeringai.

(Name) bergidik agak ngeri. Psikopat satu ini lumayan menyeramkan. Dalam saku celana Sanzu terdapat pisau lipat. (Name) mengambilnya tadi saat lelaki itu sibuk mengerjainya.

Bonten Slave (21+)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang