23

2.6K 49 0
                                    

Hai Vren! Jangan lupa Vote ya. Udah? Tengkyu!!!

Happy Reading!

-make memories with the right people- j.b.

Hujan tak henti-hentinya turun membasahi bumi. Angin begitu kencang, terasa dingin. Malam Minggu, hari dimana banyak pasangan menghabiskan waktu bersama. Berbeda dengan Zeline yang sedang berkutat dengan tugasnya. Sudah seminggu lebih gadis itu keluar dari rumah sakit.

"Gila! Apa gue bakar aja yah kampusnya? ARGH! Mampus, mana deadlinenya bentar lagi," ucap Zeline, kesal.

Zeline terus saja bergerutu, namun tangannya tidak berhenti mengerjakan tugas-tugasnya itu. Inilah yang disebut dengan pelajar profesional.

"Makanya kalau ada tugas tuh jangan di tumpuk, dijejerin aja," ucap Rena, tertawa.

"Gak gitu konsepnya nyet."

Rena tertawa, puas menertawakan adiknya itu. "Udalah tugas dikasih buat gak dikerja."

"Sesat," kata Fano. Pria itu selalu muncul begitu saja, heran. "Gue kerja dulu yeh, biar klean bisa makan. Bye." Rena yang peka jika Fano ingin membicarakan hal serius dengan Zeline.

"Mama dulu ngidam apa waktu hamil kak Rena, peka amat jadi orang," ucap Zeline.

"Zel. Dia pulang." Satu kalimat dari Rafano sukses menarik perhatian Zeline, tangan yang sedari tadi menari diatas leptopnya terhenti, fokusnya untuk mengerjakan tugas terpecah.

"Dia, dimana?" tanya Zeline.

"Apart gue." Gadis itu bangkit dari kursinya, mengambil sebuah hoodie. "Tugas gue, kerjain ye, gue pamit." Dengan tergesa-gesa Zeline mengambil kunci mobilnya, menyalakan mobil sport kesayangannya itu, menuju apartemen milik Fano.

"I miss you, stupid."

Terlihat mobil mewah memasuki parkiran apartemen, banyak orang yang melihat, apalagi saat Zeline turun dari mobil. Gadis itu hanya mengenakan celana pendek dan hoodie, sedang rambutnya dikuncir asal. Zeline berjalan cepat menuju tujuannya, tentu saja, Ia sangat merindukan dia yang dimaksud.

Ting Tong. Ting Tong.

Gadis itu tidak sabar untuk bertemu dia. Pintu pun dibuka dan, "Bodoh." Satu kata dari Zeline. Gadis itu memeluk erat dia yang dirindukan. Zeline sangat merindukan pelukkan ini, hangat, aman dan nyaman.

"Wait, Zel, kamu," ucap pria itu, terkejut.

"Kenapa pulang gak bilang bilang," ucap Zeline. Gadis itu kesal, pasalnya pria itu pulang tanpa memberi kabar sama sekali padanya.

"Lepasin dulu, aku gak bisa napas, Zel," ucap Ziel.

"Gak mau."

Terpaksa Ziel menggendong Zeline, membawanya masuk, tak lupa Ia menutup pintu. Pria itu duduk disofa dengan Zeline dalam gendongannya.

"Ini serius gak mau turun?" tanya Ziel. Tak bisa Ia pungkiri, rindunya bahkan lebih besar dari Zeline.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, "Gak mau."

"Aku foto trus kirimin ke Raffael mau?" ucap Ziel, mengancam.

"Kirimin aja."

"Zeline, turun ya. Aku juga laki laki." Gadis itu bisa melihat, rona merah pada pipi Ziel. Warna telinganya yang sudah seperti tomat.

"Trus kenapa kalau kamu laki laki?" tanya gadis itu, Zeline sangat suka menjahili sahabatnya itu. Ingat, sahabat.

"Turun atau aku terkam sekarang," ucap Ziel. Mata mereka bertemu, Ziel terhanyut dalam tatapan Zeline, membuatnya bergerak mengikuti nalurinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang