♡ fiki

409 43 42
                                    

Mata Fiki menangkap siluet pemuda mungil berkepala jamur itu dari ujung kantin, dia bergegas menyusulnya, padahal Zweitson buru-buru mengumpul tugas harian ke ruang guru.

"Sonny!" pekiknya mengejutkan Zweitson hingga buku dalam dekapannya berhamburan.

"Aduhh, Fiki kenapa sih?" Zweitson melengkungkan bibirnya kebawah menatap buku-bukunya yang berhamburan di lantai, terlihat menggemaskan hingga sesuatu pada diri Fiki terasa bangkit.

"M-maaf, biar gue pungutin." Fiki memungut seluruh buku tulis yang sebenarnya milik sekelas itu dan memberikannya setengah pada Zweitson. "Nih sisanya gue bantu bawain."

"Ya udah, makasih." Zweitson pun melangkah lebih dahulu ke ruang guru, dan Fiki segera mengekori.

"Lo kenapa ga balas chat gue?" tanya Fiki.

"Kamu berisik banget, aku males."

"Yah, aku kan kesepian, aku butuh teman, tapi kamu abaikan aku, hiks, kepotek hati ini."

Zweitson terkekeh. "Kamu ga cocok ngomong pake aku-kamu."

"Lah, kan biar lucu, gimana sihh. Kalo aku pake gue-lo, tapi kamu jawab aku-kamu kan ga nyambung."

"Terserah kamu aja, Fik."

"Kok terserah aku, kan hubungan ini tergantung kamu."

"Fik, berisik." Zweitson mempercepat langkahnya memasuki ruang guru.

Segera meletakan tumpukan buku itu di meja guru bersangkutan, niat melarikan diri dari Fiki, namun pemuda raksasa itu seolah tidak bisa melepas Zweitson sedetikpun.

"Fik, kamu kenapa sih ikutin aku terus?"

Fiki terkekeh. "Ga tau, gemes aja liat Sonny, pengen liatin terus."

"Kamu ga waras lagi, Fik. Dah, sana balik ke kelas, udah pergantian jam."

-

Jam pelajaran olah raga, kebetulan kelas 11/B dan 10/A berada di lapangan yang sama, menjadi kesempatan emas untuk Fiki mengganggu Zweitson lagi.

Dia melihat bagaimana tubuh mungil Zweitson yang penuh keringat setelah lari keliling lapangan, membuatnya meneguk ludah sendiri. Jangan tanya lagi apa isi pikiran Fiki, sesat sekali.

Merasa diawasi, Zweitson menegakan tubuhnya. Dia mendapati Fiki tersenyum mesum dari sisi lain lapangan, semakin hari Fiki semakin aneh, membuat Zweitson serasa hilang akal.

Merasa bahwa Zweitson akan lari darinya, Fiki buru-buru mendekat, menghadang jalannya hingga Zweitson terlonjat.

"Sonny."

"Apa lagi sih, Fik?"

"Kenapa kamu blokir aku?'

"Kamu sih spam, nyebelin banget tau!" Wajah Zweitson cemberut, membuatnya terlihat semakin menggemaskan.

"Maafin aku ya, aku cuma kangen, Kak Sonny. Buka blokir-an nya yaa, aku ga akan spam lagi kok."

"Dulu kamu juga bilang gitu, tapi malah telponin aku kek rentenir minta bayar! Udah ah, aku kapok, aku mau ganti baju dulu. Udah ganti jam pelajaran." Zweitson melewati tubuh Fiki, menjauh dengan langkah penuh hentakan, membuat Fiki uring-uringan tidak jelas.

-

Sekitar satu jam Fiki menunggu kepulangan sang abang di ruang tengah, padahal mereka satu sekolah yang sama, tapi kakak laki-lakinya selalu saja pulang telat, apalagi sejak dia mendapat rolling class lima bulan lalu.

Suara pintu dibuka membuat Fiki segera menegakan tubuhnya, yang datang bukan hanya Shandy kakaknya, namun seorang pemuda yang akhir-akhir ini sering mampir.

Octagon Of Love - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang