♡ united - end

425 41 46
                                    

Seketika hidup Zweitson hampa. Sendiri memang sudah biasa, namun belakangan ini makin terasa. Sebelumnya ada adik kelas sok akrab selalu menempelinya, lalu sekarang entah kemana perginya.

Ulangan akhir semester sedang berlangsung, dan ini hari terakhir. Saat jam istirahat Zweitson mencoba mencari kursi kosong untuk dirinya, mendadak saja kantin penuh, dulunya Fiki yang selalu mencarikan meja untuk mereka makan, lalu jika Zweitson mencari sendiri dia tidak akan bisa.

Ketika kaca mata bulatnya menyapu keberadaan Gilang di ujung sana, dia segera melangkah ke sana. Kebetulan meja itu dia tempati sendiri.

"Kak Gilang, boleh numpang duduk ga?" tanya Zweitson gugup.

Gilang yang tadinya mencoba menjawab beberapa soal latihan untuk mata ulangan selanjutnya menoleh pemuda di hadapannya.

"Duduk aja, Son."

"Makasih kak." balas Zweitson dan segera duduk di hadapan Gilang.

"Sendirian aja lu, mana anak bongsor yang biasanya ngekorin lu?"

Zweitson menghela napas berat. "Ghosting."

"Dasar bocah." Gilang hanya mendengus geli, dia melanjutkan menjawab lembaran soal di tangannya hingga Farhan datang dan tiba-tiba meletakan dua nampan di hadapannya.

"Makan dulu, yang."

Gilang tersenyum, sangat manis. Zweitson juga mengakui itu.

"Hm, lu makan juga."

"Gue pengennya makan lu, gimana dong?"

Gilang mencubit gemas paha Farhan. "Ada bocil, bangsad."

Zweitson yang ditunjuk hanya mengedip lucu. "Kak Farhan kanibal ya?"

"Hah?" Farhan mengerenyit.

"Kenapa mau makan Kak Gilang? Makan nasi ga bikin kenyang ya kak?" tanya Zweitson polos, membuat Gilang menggeplak meja dan ingin mengamuk.

Namun berkat Farhan, singa kecil itu kembali duduk tenang. Dia lalu berbisik pada Zweitson. "Nasi emang bikin kenyang, tapi ga bikin puas. Cuma Gilang yang bisa puasin gue—"

Sebuah geplakan segera mendarat di kepala belakang Farhan. "Lo jangan ngajarin yang macem-macem sama bocil!"

Selanjutnya hanya kegaduhan keduanya yang memenuhi meja itu, Zweitson hanya menjadi penonton.

Sementara itu di sudut lain kantin, Fiki menatap bagaimana pemuda mungilnya yang sesekali terkekeh menonton ulah kedua kakak kelasnya sambil menikmati makanan. Di sisi kanannya ada Shandy yang siap sedia menahan tubuh Fiki jika tiba-tiba saja kabur ke arah Zweitson, dan di sisi lain ada Fajri yang menutup wajahnya dengan telapak tangan karena malu.

Malu dengan tingkah dua bersaudara ini.

Mereka sedang menjalankan rencana 'menghindari Zweitson beberapa hari bersama ShanJi'. Namun apa, hampir sebulan Shandy dan Fajri melarang Fiki mendekati Zweitson, membuatnya merasa hilang akal, belum lagi ulangan seminggu penuh ini membuat si bungsu harus mementingkan nilai terlebih dahulu, agar tidak dipindah kelas seperti si sulung.

"Sampai kapan, bang?! Lo bilang beberapa hari doang, ini udah sebulan! Gue udah kebelet ketemu Sonny! Udah di ujung tanduk!" seru Fiki pada Shandy.

"Sabar atuh, pempek goreng! Cinta itu butuh perjuangan."

"Basi lo, bang! Dari bulan lalu lo ngabacot gitu mulu, bosen gue dengernya. Kita perlu rencana lain bang!"

"Fiki bener, Shan. Kasihan loh adik lo udah kek anjing minta kawin, lo tahan mulu. Keknya cowok itu tertutup orangnya, jadi meski dia ada rasa dia pasti pendam dan ga akan bilang, jadi kita yang susah." Fajri angkat suara, sebenarnya ingin mengakhiri tingkah konyol dua bersaudara ini.

Octagon Of Love - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang