Pagi itu kerumunan terlihat di ujung persimpangan, kehadiran para warga ditambah beberapa petugas kepolisian. Fiki yang harusnya bergegas menuju sekolah dihentikan rasa penasarannya, dia mencoba mengintip diantara para warga, dan kemudian dia menyesal.
Di tengah kerumunan itu seorang wanita terkapar bersimbah darah dengan penuh luka mengerikan. Fiki mundur dari kerumunan dengan lutut gemetar. Sekali lagi ada pembunuhan sadis di kompleks tempatnya tinggal dan untuk pertama kali dia melihat korban secara langsung. Dia tidak habis pikir, pembunuh seperti apa yang melakukan hal keji ini hampir setiap malam.
Dari sekian pemandangan sadis pagi ini, fokus Fiki kini tertuju pada pemuda yang berdiri di ujung jalan dengan boneka beruang coklat di tangannya yang juga menatap kerumunan itu. Dia membenarkan kaca mata bulatnya sebelum menarik senyum miring dan pergi dari sana. Fiki yang masih dalam keadaan terkejut hanya membiarkannya pergi dengan rasa penasaran memenuhi kepala.
-
Matahari telah menurun ke barat, jam sekolah Fiki juga telah berakhir, dia kembali bersama dua temannya. Dia menatap lagi persimpangan dimana dia melihat korban pembunuhan tadi pagi yang kini dipenuhi garis polisi. Menyadari ketediaman Fiki, kedua temannya ikut berhenti.
Salah satu yang bernama Fajri menepuk bahunya. "Gue juga lihat tadi pagi rame di sini, Fik. Itu nyokapnya Sandra, gila! Dia nangis seharian bilang ga nyangka setelah nyokap dia hilang semalaman, pagi-pagi ketemu udah ga bernyawa."
Fiki menatap Fajri kaget. "Sandra temen sekelas lo?"
Fajri mengangguk.
"Intinya kalian hati-hati, jangan keluar malem. Kata emak gue, itu pembunuh keluar malem-malem buat nyari mangsa!" imbuh Gilang yang juga ada bersama mereka.
"Mak lo ngomong gitu biar lo kaga keluyuran tau, Lang!" tawa Fajri segera terdengar setelah mengucapkan itu, disusul kekehan pelan Fiki seiring ekspresi Gilang yang berubah kesal.
Gilang berkacak pinggang. "Serius, njir! Denger ya, ada rumor lain yang gue denger dari bapak-bapak yang ngeronda, katanya pembunuh ini bukan manusia. Mereka sempet liat ada bayangan hitam lewat dan seketika kecium bau darah dimana-mana."
Seketika bulu kuduk Fiki meremang, dia mengusap tengkuknya beberapa kali hingga fokusnya salah tuju ke arah pemuda yang berdiri di dalam rumah di seberang jalan. Seingatnya rumah itu sudah tidak ditinggali sekitar dua tahun yang lalu, seluruh keluarga itu terbunuh dan tidak ada lagi yang mengurus rumah itu.
Pemuda itu melambai, dia tersenyum miring dengan kaca matanya yang seolah berkilat ke arah Fiki, membuatnya tersentak dan mengalihkan pandangan seolah tidak melihatnya, lalu saat Fiki sekedar mengeceknya kembali pemuda itu telah menghilang.
"Njir, Lang! Lo buat gue merinding doang. Ayo ah, Fik! Cepetan pulang, udah mau gelap!" Fajri segera menyeret Fiki pulang. Gilang juga menyusul.
-
Cahaya lampu belajar mendominasi dalam ruangan redup itu, Fiki masih mengerjakan sisa tugas sekolah dengan gorden yang terbuka menampilkan gelap malam. Hingga lewat tengah malam, suara kaca yang dilempari batu mengusik konsentrasi Fiki, dia menatap ke arah jendela namun tidak apapun di sana.
Fiki mencoba abai, namun suara itu semakin jelas, seolah memang ada seseorang melemparkan batu ke arah jendela kamarnya. Ketika suara itu terhenti, Fiki mencoba mengecek keluar jendela, dan sekali lagi tidak ada apapun di sana. Namun ketika dia berbalik untuk duduk kembali, sebuah boneka beruang dengan pisau yang menancap di tubuhnya terlempar masuk ke dalam kamarnya membuat kaca jendelanya pecah dan menimbulkan suara berisik.
Seketika dia teringat dengan boneka itu. Dia pernah melihatnya dalam dekapan pemuda mungil yang dia lihat di persimpangan sana, dia meraih boneka beruang coklat yang kini berlumuran darah itu, tangannya bergetar, apalagi ketika membaca tulisan di tangan sang boneka.
"Play with me."
Napas Fiki tercekat, dia panik, seketika ingin melempar boneka itu keluar, namun dia malah bertemu pemuda itu di balkon, seketika Fiki tersentak ke belakang, lalu pemuda itu malah mendekat mencoba meraih tubuhnya.
"Siapa lo?! Kenapa lo ganggu gue?!"
Pemuda itu terkekeh pelan, penampilannya sebenarnya tidak begitu menyeramkan, namun Fiki terlanjur ketakutan.
"Saya? Nama saya Zweitson dan ini Teddy. Teddy bilang menyukaimu, mau bermain bersama kami?"
Mata Fiki membola, pemuda bernama Zweitson itu membelai pelan boneka berlumuran darah yang bernama Teddy itu sebelum mengambil pisau di sana dan mengarahkannya pada Fiki.
"Ayo bermain."
— trick or treat?
:') udah ahh, ngeri.
Ada yang mau main sama Zweitson?
KAMU SEDANG MEMBACA
Octagon Of Love - UN1TY
FanfictionOctagon (oktagon) - adalah sebuah bangunan datar yang memiliki delapan sisi, seperti itu pula kisah delapan pemuda tampan yang bertaut satu sama lain hingga membentuk oktagon. ✿ un1ty fanfiction ✿ ship ; rikfen, shanji, fikson, hanlang ✿ non-baku, b...