BB - 7

6 1 0
                                    

"Abi berniat untuk menjodohkan kamu dengan anak sahabat Abi."

Perkataan Abinya seakan terus berputar dalam kepala Zarra. Pikirannya seketika kosong. Tidak tahu harus merespon seperti apa perkataan abinya barusan. Semuanya sangat mendadak bagi Zarra.

Zarra bukan tipe orang yang menolak adanya Perjodohan di Zaman sekarang dan menganggapnya sesuatu yang kuno. Namun Zarra hanya tidak menyangka jika hal tersebut juga terjadi pada dirinya.

"Zarra." Usapan halus dari Ummi pada punggungnya membuat kesadaran Zarra kembali.

"Kami gak memaksa, nak. Kamu boleh menolak perjodohan ini jika kamu memang gak mau karena kan nantinya kamu yang menjalaninya tapi ada baiknya juga kamu pertimbangkan matang-matang. Minta petunjuk sama Allah ya nak."

"Siapa pria itu? Ara kenal gak sama orangnya?"

"Kamu kenal kok. Dia Abdullah Khairul Akmal," sahut Abi membuat Zarra terkejut.

"Kenapa dia orangnya ya Allah? Haruskah aku menerimanya?" batin Zarra.

"A-ara gak tau harus gimana. Kasih Ara waktu bi, mi."

"Abi sama Ummi kasih waktu satu minggu cukup gak?"

"Cukup Abi. Selama seminggu ini Ara bakal terus minta petunjuk sama Allah. Kalo Ara udah nemuin jawabannya Ara bakal langsung bilang ke Abi."

"Oke."

"Oh iya bang, gimana persiapan pernikahan kamu?"

"Insyaa Allah aman ummi tinggal sebar undangan sama ngurusin berkas-berkas yang masih belom lengkap. Untuk gedung, catering, busana itu udah abang serahin semuanya ke tim WO sisanya paling kayak tinggal nyempurnain doang si mi."

"Alhamdulillah kalo gitu. Semoga lancar sampe hari-H ya bang."

"Aamiin Insyaa Allah Ummi. Abang minta doanya ya."

"Pasti bang. Ummi sama abi bakalan selalu doain yang terbaik buat Abang."

"Ummi, Ara ke kamar dulu ya ada tugas kuliah yang belom di kerjain," ucap Zarra menyela obrolan.

"Iyaa Ra. Soal perjodohan gak usah terlalu di pikirin ya dibawa santai aja kita gak maksa kok kalo emang kamu gak mau."

"Iya ummi." Zarra beranjak menuju kamarnya.

Di dalam kamar Zarra terus memikirkan ucapan sang Abi tadi. Memang kedua orang tuanya tidak memaksa namun ia tidak enak jika harus menolak. Tapi dirinya juga tidak ingin menerimanya. Sebagian hatinya seperti menolak.

Lama merenung Zarra sampai tidak sadar dirinya terlelap menuju alam mimpi.

Pukul tiga dini hari Zarra terbangun karena kebelet pipis. Selesai dengan urusan di kamar mandi ia memutuskan untuk sholat tahajjud Sekaligus sholat istikharah. Zarra memang belum terbiasa mengerjakan sholat sunnah tahajjud namun entah kenapa setiap kali dirinya tengah merasa gelisah atau sedang banyak pikiran pasti selalu terbangun di jam segini. Seperti ada yang membangunkan.

Selesai sholat tahajjud yang kemudian di lanjut sholat istikharah Zarra mengangkat tangannya untuk berdoa. Saat ini hanya doa yang dapat membantunya untuk hasilnya ia sudah pasrah.

Zarra mengakhiri doanya dengan dzikir dan sholawat setelah itu ia mengambil Al-Qur'an kecil yang ia letakkan di atas nakas lalu mulai membacanya sembari menunggu adzan subuh.

Tiga hari kemudian . . .

Sudah tiga hari berlalu  namun Zarra masih belum menemukan jawaban dari perasaan bingungnya. Sudah sering kali Zarra bangun tengah malam untuk melaksanakan sholat istikharah namun ia belum mendapatkan tanda-tanda apakah ia harus menerima atau memolak.

Zarra juga sudah bertanya pada ustadzah tentang bagaimana caranya agar kita tahu kalau kita sudah menemukan jawaban dari istikharah kita namun satupun tanda belum ia rasakan sampai saat ini.

Siang ini Zarra sedang libur kuliah. Dari pagi ia menghabiskan waktu nya untuk bermain bersama adiknya. Sesekali turut membantu umminya mengerjakan pekerjaan rumah.

"Mbak," ucap ummi.

Zarra yang saat ini tengah asik nonton  Film di ponselnya segera mem-pause Film tersebut. "Iya, kenapa Mi?"

"Siang-siang gini makan bakso enak kali ya?"

"Uhh bukan enak lagi Mi. Apalagi minumnya es campur Masyaa Allah bikin ngiler," sahut Zarra lebay.

Ummi terkekeh sebentar." Haha lebay kamu mbak. Beli gih sana yang di depan gang aja enak tuh kan ada es campur juga disebelahnya. Nih duitnya."

"Ini baksonya beli berapa Mi?"

"Dua aja. Entar Dibah barengan ama ummi. Kalo es Campur mah satu aja ya."

"Oke Mi."

"Psstt.. Psstt.. Dek, mau ikut gak?" Zarra menawari Adibah yang sedang asik dengan mainannya.

"Mau temana?" tanya Dibah.

"Mbak mau beli bakso sama es campur di depan."

"MAUUU ES CAMPUL." Dibah sangat excited mendengar kata 'es campur'.

"Lah orang es campurnya buat mbak sama Ummi. Kamu mah minum air putih aja sana. Masih kecil gak boleh minum es," ledek Zarra.

Dibah yang mendengar ucapan mbaknya langsung menipiskan bibir, air matanya juga sudah mengumpul siap untuk jatuh, "UMII MBAK NATALLL."

"Mbak udah ih. Resep banget bikin adeknya nangis," tegur Ummi.

"Abisnya lucu mi. Uuu Dibah cengeng."

"Mbak!"

"Iya-iya. Yaudah Ayo dek."

"Endak mau ma mbak. Bis mbak natal," ngambeknya.

"Mbak cuma bercanda kok tadi. Yaudah kalo gak mau ikut gak papa mbak sendiri aja." ucap Zarra.

Baru tiga langkah suara cempreng itu kembali terdengar. "MBAKK ITUTT."

Sementara Ummi hanya tertawa kecil melihat keduanya.

Zarra menaiki sepeda motornya dengan Dibah yang dibonceng depan. Saat sampai di Kedai Bakso antriannya ternyata cukup banyak. Mau gak mau ia harus menunggu di motor.

Holla!!
Maaf baru up, gimana sama part ini? Semoga suka ya😌
Kalo suka janlup vomentnya❤




Bahagiaku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang