Prolog

9 8 7
                                    

💙💙💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💙💙💙

Empat orang gadis cantik berdecak kesal dibalik warung yang berada tepat di seberang jalan depan sekolahnya. Gerbang sekolahnya itu sudah lima menit yang lalu terkunci membuat keempat gadis itu terpaksa sembunyi di warung kecil ini. Mata keempat gadis itu tidak terlepas dari seorang lelaki paruh baya yang sedang berjaga di gerbang.

Mereka menatap takut gerbang sekolahnya yang saat ini bagaikan kandang singa yang kapan saja bisa menerkam mereka jika mereka masuk ke dalamnya. Salah satu gadis yang berada diposisi paling depan mendesah panjang dengan kaki yang dihentakan.

"Heran gue, kenapa tuh guru bongsor gak pergi-pergi coba?!" Ucapnya kemudian mengacak rambut panjangnya yang diombre dengan warna biru.

"Heran gue, kenapa tuh guru bongsor gak pergi-pergi coba?!" Ucapnya kemudian mengacak rambut panjangnya yang diombre dengan warna biru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ketiga gadis dibelakangnya hanya diam dengan wajah pasrah. Membuat gadis rambut ombre itu mendengus.

"Kalian kok diem aja sih!" Serunya kesal.

"Ya mau gimana lagi, Chiara? Bisa berabe kalo pak Seto tahu kita telat lagi." Ucap gadis berambut hitam sebahu.

"Bener banget, gue juga ogah nyerahin diri cuma buat jadi pembantu dadakan."

Gadis yang dipanggil Chiara itu bergidik membayangkan ucapan temannya itu. Daripada harus membersihkan seluruh WC di sekolahnya, lebih baik dia bolos sekalian saja. Tidak aesthetic sekali jika dia harus menerima hukuman membersihkan WC yang aromanya harum bagaikan kandang kambing itu.

Apalagi posisi pamannya sebagai kepala sekolah, dia tidak tega membuat pamannya kembali malu akibat tingkah polah Chiara. Hardianto-paman Chiara memang tidak pernah sekalipun memarahi Chiara. Laki-laki paruh baya itu sesekali hanya menegur Chiara dengan cara yang lembut. Chiara sebenarnya sangat menghormati pamannya, karena hanya pamannya lah yang dapat memahami dirinya. Chiara juga lebih terbuka kepada pamannya daripada kepada papanya.

"Tasya bener juga, mau ditaruh dimana muka gue kalo harus bersihin kamar mandi sejuta aroma itu." Ucap Chiara dramatis.

"Yura, Maudy, dan lo, Tasya. Lo tunggu disini, gue mau minta bantuan Bana dulu." Katanya lalu mengambil handphonenya yang berada didalam tas kemudian melangkahkan kakinya keluar dari warung kecil itu.

Terkadang Kita Perlu KecewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang