Istana Tersembunyi
***
Malam ini Raja menyuruh semua anggota keluarga kerajaan untuk makan malam bersama. Sudah lama sekali sejak makan malam bersama terakhir dilakukan secara full member. Akhirnya, di hari ini, Raja memerintahkan kami berkumpul di ruang makan yang sama. Termasuk di dalamnya Niskala yang berusia 4 tahun.
Aku melangkahkan kakiku dengan anggun menuju meja makan. Raja, Permaisuri, dan Niskala sudah duduk di kursi mereka masing-masing. Aku pun menarik kursi perlahan dan duduk. Makanan disajikan begitu aku datang, masih hangat dan segar.
"Sudah lama sekali, ya," ucap Raja membuka obrolan.
Permaisuri mengangguk, "Ya, Kakanda. Aku juga sibuk mengurus urusanku, sekarang sedikit berkurang."
Niskala menatap Raja, "Ayahanda, Niskala punya sesuatu untuk Ayahanda." Anak itu menyuruh pengasuhnya memberikan sebuah peti.
Itu kan lilin aromaterapi gue buat Permaisuri?! Bisa-bisanya mau dikasih ke Raja?!
"Oh, apa itu, Putraku?" tanyanya penasaran. Ia membukanya perlahan. "Apa ini lilin?"
"Itu lilin wewangian, Ayahanda. Kakak yang membuatnya."
Pandangan Raja beralih padaku, "Kau membuatnya, Putriku?"
Aku menundukkan kepala, "Ya, Ayahanda."
Raja memerintahkan pelayan untuk menyalakan lilin aromaterapi itu. Begitu api mengenai sumbu, Permaisuri memasang wajah tidak sukanya. Aku tidak mengerti mengapa ia tidak menyukaiku sebegitunya padahal aku tetap anaknya.
Lilin mulai terbakar. Wangi semerbak itu mulai menjalar di udara. Semuanya hanya menganggukkan kepala karena terbukti lilin ini memiliki sebuah wangi, walaupun hanya wangi sebuah mawar.
Permaisuri menatapku. "Kerja bagus, Putriku."
Gue gituloh.
"Terima kasih, Ibunda."
"Putriku, kau berbakat lebih dari yang kutahu," ucap Raja dengan senyuman bangganya.
"Ayahanda, saya masih harus banyak belajar."
Makan malam pun dilanjutkan dengan nuansa wangi mawar.
***
Aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Aku membuka jendela kamar. Aku menduga bahwa sekarang masih dini hari. Bulan masih bertengger di langit malam. Pemandangan langit malam ini sangat cerah, bahkan bintang-bintang bersinar sangat terang dan jelas dilihat oleh mata telanjang.
Angin menerpa wajah, tak sadar aku menutup mata. Dingin menjalar ke seluruh tubuh. Aku mengeratkan selimut yang kusampirkan di bahuku. Menikmati waktu-waktu yang jarang kutemui di duniaku. Ini benar-benar sebuah mahakarya. Seperti mimpi dan lukisan.
"Kau sedang apa?"
Aku membuka mataku dan melihat ke bawah. "Kau sedang apa di sini?"
Tunggu.
Di sejarah, Prabu Bunisora kan punya anak tahun 1350 M atau 1272 Saka, kenapa di sini anaknya beda 2 tahun sama gue ya? Apa salah?
Gue nggak ngerti sih. Udah lah, bodo amat. Yang penting gue bisa ambil sejarah di sini.
Ia mendekati jendelaku. "Aku sedang berpatroli. Cepatlah tidur."
Aku menggeleng, "Tidak mau."
Giri Dewata.
Kenapa teka-teki sejarah ini belum terpecahkan, ya?
Aku menjauhkan diriku dari jendela. Giri Dewata semakin mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Change The History [Revision] ✅
Historical FictionKalian percaya reinkarnasi itu ada? Tidak? Aku juga awalnya begitu. Aku sangat penasaran tentang memori yang bermunculan di otakku hingga aku memutuskan untuk kuliah jurusan Ilmu Sejarah. Beberapa kali, aku merasakan de javu saat dosen menerangkan s...