Cip. Cip. Cip.
Suara kicauan burung menyambut pagiku setelah terlelap semalaman di samping orang yang baru kutemui. Aneh? Hmm, tidak? Baiklah. Aku tidak pernah berpikir bahwa malam tadi adalah malam yang kulalui bersama Hayam Wuruk yang sudah berganti nama menjadi Dirgantara. Sedikit canggung untuk menyebut namanya dengan sebutan lain. Aku belum bisa membiasakan diri dengan kehadirannya setelah kematianku di perang yang dilakukan oleh Gajah Mada hari itu.
Mataku melirik orang yang tertidur dengan kaus hitam polosnya. Wajah tampannya yang sedang tenang membuatku tersenyum tanpa sadar. Lekukan wajahnya masih sama dengan orang yang menjadi suamiku di masa lalu. Tidak ada perubahan yang signifikan kecuali mengenai penampilannya di dunia modern. Ia mengenakan pakaian yang lebih pantas disebut baju dibanding dulu yang hanya mengenakan celana atau pakaian adat saja. Biasanya ia sedikit bertelanjang dada.
Tiba-tiba aku merindukan saat-saat itu.
Aku mengusap surai yang menutupi sebagian matanya. Mungkin aku bergerak terlalu kasar sehingga Dirga terusik dengan perilakuku barusan. Senyumnya mengembang begitu pandang kami bertemu. Rasanya masih seperti mimpi.
"Selamat pagi, Adinda."
Adinda.
Panggilan itu lagi-lagi membuat hatiku luluh. Berkali-kali kumendengarnya memanggilku dengan suara dan kata yang sama. Itu tidak mengubah responku yang masih saja berdebar setiap mendengarnya.
"Selamat pagi, Kakanda."
Tangan kekarnya melingkar di pinggangku dan menarik tubuhku ke dalam rengkuhannya. Aku hanya bisa diam menikmati semua yang ia lakukan. Aku harap kami akan selamanya bersama seperti ini. Bahkan jika di kehidupan selanjutnya umur kami terpaut jauh, aku akan berdiri di sisinya seperti hari ini.
"Sebenarnya kejadian ini nggak disengaja. Aku ke museum dan liat prasasti itu. Aneh banget prasasti itu mancarin cahaya. Eh, aku kesedot cahaya itu dan masuk ke tubuh Dyah Pitaloka. Aku hidup sebagai Dyah Pitaloka tapi aku lebih banyak membelokkan kisah sejarah dan anehnya kejadian itu berubah di buku sejarah. Ajaib banget."
Aku bercerita sedikit mengenai kisahku sebelum masuk kembali ke sejarah. Dirga mendengarkan ceritaku dengan serius dan itu membuatku berkali-kali salah tingkah jika menatap matanya. Kenapa ada cowok seperti Hayam Wuruk ini lagi? Kenapa harus hatiku yang tidak kuat bahkan untuk menatap balik matanya yang indah itu?
"Itu keren, Adinda," pujinya.
Aku tersenyum mendengarnya. Ia tampak benar-benar mengutarakan ucapannya barusan. Tangannya terulur untuk mengusap puncak kepalaku lembut dan penuh kasih sayang. Tak sadar aku memejamkan mata untuk merasakan semua sentuhannya.
Ting!
Ting!
Oh, pesan masuk.
Aku langsung mengambil ponselku di meja samping ranjang. Ternyata itu dari Adelia. Mungkin dia sedang panik mencariku karena tak kunjung membalas pesan-pesannya. Aku sangat lupa waktu jika sudah bersama Hayam Wuruk yang sekarang bernama Dirga. Aneh sekali memanggilnya dengan nama Dirga, aku terbiasa mendengar namanya Hayam Wuruk.
Adelia : LO INI KE MANA AJA SIH?!
Adelia : GUE CARI LO INI ANJIR!
Adelia : Lo nggak kenapa2 kan?
Aku tertawa membaca pesannya. Mataku melirik ke arah Dirga yang tentu saja sedang menatapku juga. Mungkin ia penasaran mengenai hal yang membuatku tertawa. "Kenapa? Kepo?" tanyaku.
Pria itu menganggukkan kepalanya. "Siapa? Pacarmu?"
Aku melotot mendengarnya. Bagaimana bisa dia langsung menyimpulkan hal itu. Aku bukankah sudah bilang tidak punya pacar, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Change The History [Revision] ✅
Historical FictionKalian percaya reinkarnasi itu ada? Tidak? Aku juga awalnya begitu. Aku sangat penasaran tentang memori yang bermunculan di otakku hingga aku memutuskan untuk kuliah jurusan Ilmu Sejarah. Beberapa kali, aku merasakan de javu saat dosen menerangkan s...