Chapter 21

169 27 0
                                    

Rindu

***

"Aku harus menyampaikan berita ini ke para bangsawan. Sampaikan rapat dadakan ini sekarang," ucap Hayam Wuruk pada Patih Madu.

Patih Madu mematuhinya. Ia berjalan keluar dari ruang kerja Hayam Wuruk. Hanya ada Perdana Menteri di sana.

Suasana hati Hayam Wuruk sedang tidak baik. Mengingat istrinya baru saja pergi meninggalkannya padahal ia sendiri baru saja pulang dari perjalanan dinasnya. Sekarang mereka harus terpisah lagi karena mertuanya sedang sakit keras.

Bukan itu yang mengusik rasa khawatirnya, tapi berbagai macam kejadian buruk yang tidak pernah ia bayangkan itu bermunculan di dalam halusinasinya. Membayangkan Dyah Pitaloka yang ternyata harus sampai di tengah jalan karena dimakan hewan buas atau monster, atau bahkan diserang oleh musuh-musuhnya.

"Baginda! Baginda! Prabu!"

Tak terasa, mata itu terpejam begitu saja. Ia sangat kelelahan mengurusi berbagai macam pekerjaan yang harus ia laksanakan sebagai seorang pemimpin. Merasakan tubuhnya terguncang, matanya refleks membuka dan memperlihatkan beberapa bangsawan sudah duduk di sofa.

"Ah, maaf memanggil kalian tengah malam seperti ini. Kenapa hanya kalian saja yang hadir?" tanya Hayam Wuruk.

Para bangsawan itu menggelengkan kepala. Mereka tidak mengetahui keberadaan yang lainnya.

BRAK!

Pintu dibanting cukup keras membuat semua sorot mata tertuju ke arah pintu.

"Baginda Bhre Prabu! Laporan dari pasukan penjaga perbatasan Barat, beberapa bangsawan mengarah ke Barat menggunakan kuda mereka!"

Hayam Wuruk bangkit dari duduknya. Matanya yang semula berat, kini kembali segar. Jika mereka berjalan ke arah barat, artinya mereka mengikuti arah perjalanan istrinya.

"CEPAT SUSUL MEREKA! SEKARANG JUGA!"

Semuanya bangkit kemudian menunduk mematuhi perintah Hayam Wuruk.

***

Bunisora berhadapan dengan putrinya Mahapatih. Beberapa bangsawan bawahannya ikut turun dan berhadapan dengan pemimpinnya. Tangan gadis itu mengulurkan keris di hadapan Bunisora sebagai bentuk ancaman.

"Mana Permaisuri?" tanya Prameswari.

Bunisora menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu. Saya kembali seorang diri."

"Jangan bohong! Buka kereta kudanya!"

Kereta kuda dibuka secara paksa. Pintu berbahan jati itu ditarik hingga bertabrakan dengan body kereta. Mereka masuk dan memeriksa setiap celah yang ada. Barang yang mereka temukan adalah bantal dan mantel yang biasa digunakan oleh petinggi di Kerajaan Majapahit.

BRUGH!

Mereka melempar barang itu ke hadapan Bunisora. Barang mewah itu bergelinding di atas tanah kotor. Tangan kiri Bunisora terulur untuk mengambil barang keponakannya itu.

"Apa ini? Kau masih mau mengelak?!" bentaknya pada Bunisora.

Orang yang dibentak hanya tersenyum.

"Jangan berbohong!"

Bunisora memegangi bantal itu dengan tangan terkepal. Emosinya sudah di puncak ubun-ubun. Sebentar lagi akan meledak. "Bangsawan di Majapahit memang tidak ada sopan santunnya. Pantas saja keponakanku tersayang itu memiliki banyak tekanan."

"Siapa yang kau bilang tidak ada sopan santun? Bukankah Kerajaan Sunda yang sudah membuat keributan di Bubat? Seharusnya kalian mati saja di sana!"

Change The History [Revision] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang