Namanya Liana

59 10 7
                                    

Dia, Liana.
----------

Liana, aku tahu dia sejak kecil. Dia tinggal bersama nenek dan kakeknya di rumah bilik bambu sederhana di ujung perkampungan. Ia lebih terbiasa sendiri. Hanya memiliki beberapa sahabat dan teman dekat. Diantara hari-harinya, ia selalu sempatkan diri membantu sang nenek berjualan serabi di pinggir jalan. Tepatnya di pagi hari, sebelum ia berangkat sekolah. Hal ini kemudian yang menjadi bahan olok-olok diantara teman-temannya, termasuk juga teman-temanku. Aku sendiri tidak mengerti kenapa mereka melakukan ini. Sepertinya, mereka senang sekali membuat mata Liana yang jernih berlinang air. Dan aku juga tidak mengerti kenapa Liana tidak pernah marah atau melawan. Bahkan ketika Liana menemukan diantara mereka membutuhkan bantuan, tanpa pikir panjang Liana bersedia mengulurkan tangan. Mungkinkah dia takut dan kemudian pasrah, atau memang hatinya terlalu suci untuk jadi seorang pemarah. Tapi memang, sepanjang yang aku temui, senyumnya selalu indah. Bahkan kepada siapapun, termasuk orang-orang yang tidak mau menerima kehadirannya. Tapi juga bukan berarti dia selalu senang tentang apa yang dia alami.

"Li, aku tahu. terkadang di balik senyumanmu, tersimpan rasa sakit yang tersembunyi mungkin di lubuk hatimu. Dalam, sangat dalam. Sampai orang tidak menyadari akan rasamu itu. Tapi, Li. Aku tahu itu, karena aku selalu ada disana, memperhatikanmu, tanpa kamu tahu."

.....

Bagian ini saya mengenal kan Liana dulu ya.
Insyaallah secepatnya mulai bercerita
Terimakasih

Liana, I'll be thereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang