Kopi

104 24 1
                                    

KOPI

...

Sehun

Pukul sebelas siang. Kafe yang dikunjungi Sehun saat itu tidak seramai biasanya. Hanya ada beberapa pelanggan yang berada di sana. Termasuk dirinya.

Saat itu, Sehun hanya duduk seorang diri di sebuah meja dekat jendela besar kafe. Di meja tersebut terdapat laptop dan beberapa buku yang ia biarkan terbuka, sisanya tertumpuk di dekat kopinya yang mulai mendingin. Sehun terlalu fokus pada pekerjaannya siang itu. Punggung milik Sehun bersandar pada kursi. Dagunya ia usap, berpikir.

Sial. Ia butuh kafein untuk menenangkan pikirannya yang sedang bergejolak. Secara mendadak tulisan-tulisan di laptop dan buku-bukunya terbang di depan wajahnya dan berlarian kesana-kemari. Sehun pusing. Jadi tangannya meraih secangkir kopi setengah dingin itu, lalu menyesapnya perlahan. Matanya masih fokus pada layar laptop.

Kerlap-kerlip dari layar ponselnya tanda bahwa ada sebuah pesan masuk pun membuat Sehun teralihkan. Pesan itu dari Jongin. Sehun membuka dan membacanya.

Jongin
Mampir, tidak? Mumpung ada Luhan, looh...

Sehun hanya menyunggingkan senyum kecil nan miringnya. Ah, lelaki eksotis itu. Bisa-bisanya Jongin mengira kalau ia dan Luhan memiliki hubungan setelah Jongin melihatnya menyapa Luhan yang baru saja keluar dari kelas bersama Kyungsoo beberapa minggu yang lalu. Tidak. Jongin salah paham. Sehun hanya mengenal Luhan. Hanya. Sebatas itu saja.

Tapi Jongin tetaplah Jongin. Usil. Menyebalkan. Jongin akan tetap menggoda walau sudah tahu kebenarannya bagaimana. Jadi Sehun cuek-cuek saja. Suka-suka Jongin.

Sehun
Kurang kerjaan saja. Aku banyak kerjaan, bodoh.

Sehun meletakkan ponsel di dekat laptop. Matanya bergerak menuju pemandangan luar. Menerawang.

Omong-omong soal Luhan, Sehun jadi ingat betapa lucunya Luhan saat Sehun pertama kali mengetahui nama perempuan berkaus putih Supreme dan bercelana jeans biru itu di sebuah klub. Waktu itu Luhan mencolok dengan pakaian kasualnya. Ia kelihatan tidak peduli ketika para lelaki di sana menatapnya sebagai perempuan salah kostum. Luhan hanya berkata, "Aku ke klub bukan untuk menawarkan tubuhku pada mereka. Tapi untuk menghibur diri sendiri." ketika mereka mengobrol di stoolbar. Luhan sudah setengah mabuk saat itu.

Luhan yang sedang mabuk itu lucu. Ia akan mengatakan apa saja yang ada di pikirannya, lalu meracau dengan Bahasa Cina yang tidak Sehun mengerti, lalu tertidur begitu saja ditengah-tengah racauannya.

Sehun suka dengan momen yang ini. Saat Luhan bertanya, "Kau suka apa?" dengan mata setengah mengantuk. Kepalanya tersangga oleh kedua tangannya saat itu.

"Buku sastra. Kau?" jawab Sehun seadanya.

Namun bukannya menjawab, Luhan justru bergeming. Kelopak matanya terangkat, matanya melebar. Binar di balik kacamata ber-frame hitam tersebut terlihat lucu. Kemudian samar-samar Sehun melihat rona merah di pipi Luhan. Bibir Luhan pun menekuk, bergumam suatu hal yang tidak bisa Sehun dengar. Dagu Luhan akhirnya jatuh ke permukaan meja. Kemudian bibirnya kembali meracau dengan Bahasa Cina.

Rona merah di pipi Luhan waktu itu, entah mengapa, Sehun suka melihatnya. Luhan menggemaskan.

Sehun lebih suka lagi melihat rona merah yang sama di pipi Luhan beberapa hari yang lalu. Saat Luhan menatapnya dengan bola mata yang membesar, dan menjawab gugup panggilan masuk dari Kyungsoo di perpustakaan. Sehun tahu Luhan begitu gugup setelah ia mengusap puncak kepala perempuan itu. Sehun bisa tahu karena Luhan layaknya buku yang terbuka. Sehun tahu segala hal yang Luhan rasakan dengan mudah.

When The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang