Bertemu Rindu [Sehun]

87 20 3
                                    

BERTEMU RINDU (Bagian A)

...

Sehun

Sehyun Noona
Kau tidak sibuk, kan? Bisakah kau jemput aku di kafe depan rumah sakitmu? Aku tadi diantar Jooheon.

Sehun mendengus pada kakaknya yang mengirim pesan lima belas menit yang lalu itu. Setelah keluar dari ruang operasi, Sehun memang selalu mengecek ponselnya. Alasannya? Karena kakaknya yang satu itu sering meminta ini dan itu. Mentang-mentang Sehyun lahir lima tahun terlebih dahulu Sehun sudah ia jadikan pembantu, tidak peduli Sehun seorang dokter sekalipun.

Sehun
Aku baru keluar dari ruang operasi. Sebentar lagi aku kesana.

Setelah mengirimkan pesan itu, Sehun segera mengganti pakaiannya. Ia pamit pada salah seorang dokter karena ada urusan mendadak dan akan kembali lagi setelah urusannya selesai. Sehun benar-benar pergi setelah mendapat persetujuan.

Sehun pergi dengan mobilnya dan berhenti di depan halte. Di luar sedang hujan, Sehun yang melihatnya jadi mendesah pelan. Ia sudah beranjak hendak keluar dari mobil namun sedetik kemudian ia mendapat pesan balasan dari kakaknya, yang sialnya membuat Sehun ingin sekali mencak-mencak dongkol di dalam mobil.

Sehyun Noona
Aku sudah dijemput Jooheon hehehe. Kau telat membalas, sih.

Untung Oh Sehyun ini kakaknya. Bagaimana kalau bukan?

Sehun menghembuskan napas keras. Ia kembali duduk dengan benar dan menyalakan mesin, hendak kembali lagi ke rumah sakit. Namun begitu tanpa sengaja ia melihat seseorang yang berdiri di seberang sendirian, Sehun membeku. Tangannya perlahan terulur untuk mematikan mesin mobil, rasanya ada yang menahannya, ada yang membuatnya tertarik untuk terus memperhatikan perempuan itu. Ia tahu siapa perempuan yang sedang memperhatikan arah lain saat itu. Sehun tahu namanya.

Luhan, perempuan itu Luhan! Oh, apakah pengelihatannya jadi terganggu karena hujan?

Tidak. Ia yakin pengelihatannya masih baik-baik saja. Perempuan yang berdiri di seberang itu memang Luhan. Sehun yakin itu.

Luhan... Akhirnya ia bertemu lagi dengan perempuan yang pernah membuatnya hidup nelangsa di Incheon setelah kepergiannya waktu itu.

Sehun enggan beranjak dari tempatnya, matanya masih fokus memperhatikan Luhan. Perempuan itu tidak banyak berubah. Raut wajahnya, cara berdirinya, postur tubuhnya, serta caranya berpakaian, bagi Sehun semuanya masih sama saja. Luhan membuatnya mengingat masa-masa di mana ia suka sekali memperhatikan perempuan itu. Masa itu membuatnya terlempar, tak sadar, namun begitu sadar, Sehun menemukan Luhan terjatuh di tengah jalan, sendirian.

Refleks Sehun keluar dari mobil dan berlari padanya. Hujan membasahi rambutnya, tubuhnya, dan ia tidak peduli. Luhan sedang berusaha untuk berdiri. Lantas Sehun membantunya berdiri, tapi tubuh Luhan terlalu lemas untuk melakukan hal tersebut. Sehun menepuk-nepuk pipi Luhan dan membawa tubuhnya ke pangkuan. Baru Sehun sadari bahwa wajah Luhan pucat sekali, tatapan mata di balik kacamatanya tidak sefokus orang normal, pun badannya terasa panas meski hujan sudah benar-benar membuat Luhan kuyup.

"Nona, sadarlah. Nona!" panik Sehun. Tangannya kembali menepuk-nepuk pipi Luhan. Tapi mata Luhan yang berat saat itu perlahan menutup. Sehun secara refleks menyebut nama perempuan itu, "Luhan!" sebagai pelampiasan rasa paniknya.

Tanpa memikirkan apa-apa, Sehun bergegas menggendong Luhan, membawanya ke dalam mobil. Tak ada pikiran sama sekali bahwa ia harus membawa Luhan ke rumah sakit. Justru lelaki itu melajukan mobilnya menuju ke tempat lain. Pikirannya terlalu berkecamuk.

When The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang