Kencan?

109 21 1
                                    

KENCAN?

...

Luhan

Sehun berdiri di dekat mobilnya. Setelah dua minggu berlalu dan Luhan baru melihat sosok itu lagi.

Luhan menghampiri lelaki itu tepat setelah satu jam yang lalu ia membaca pesan dari Sehun. Lelaki itu memintanya untuk menjadi teman jalan-jalan dan akan menunggu Luhan tiga puluh menit kemudian. Tapi Luhan baru keluar satu jam setelah ia membaca pesan dari Sehun tersebut. Luhan terlalu banyak berpikir, apakah Sehun salah kirim pesan atau tidak. Mereka tidak cukup dekat sampai-sampai Sehun ingin Luhan menemaninya pergi ke suatu tempat. Selain itu Luhan terlalu banyak memilih pakaian. Ia tahu Sehun tidak mungkin mengajaknya berkencan. Tapi ia tidak tahu juga kenapa ia harus memakai pakaian terbaiknya di hari ini.

Hari itu, Luhan akhirnya memakai dress sederhana berkerah sabrina, lengannya pendek, berwarna biru, dan mengurai rambut cokelat sepunggungnya yang bergelombang begitu saja. Luhan terlihat cantik. Bahkan saat Sehun menyadari keberadaannya dan mengamati penampilannya dari atas ke bawah, Sehun kesusahan berkedip. Padahal Sehun yakin Luhan hanya memakai lipbalm dan eyeliner.

"Maaf menunggu lama. Kukira tadi kau salah kirim pesan." Kata Luhan jujur begitu ia berada di depan Sehun. Seperti biasa, Luhan akan mengataan apa saja yang terlintas di pikirannya begitu saja.

Sehun berkedip-kedip, membasahi matanya yang kering, dan tersadar. "Oh..." Sehun berpikir sebentar untuk mengingat-ingat kalimat Luhan tadi. Kemudian ia tertawa. "Aku tidak pernah salah kirim pesan." Jawabnya.

Luhan meringis kecil. "Lalu kita mau kemana?" tanyanya.

"Ke toko buku?"

Luhan menaikkan kedua alisnya mendengar jawaban Sehun yang justru terdengar ragu itu.

"Kudengar dari Kyungsoo kau pandai memilih buku yang bagus." Tambah Sehun menjelaskan.

Penjelasan itu membuat Luhan terkikik geli. "Kyungsoo juga bisa memilih buku yang bagus. Justru dia yang lebih jago memilih. Kenapa harus mengajak aku?" tanya Luhan refleks. Luhan tak bermaksud bertanya tentang kenapa harus dia. Tapi sepertinya Sehun berpikiran lain.

"Karena aku ingin kau yang memilih." Jawab Sehun lugas.

Luhan berhenti cekikikan. Senyumnya menghilang, tergantikan oleh ekspresi lain. Pipi Luhan—seperti biasa—bersemu merah, mata Luhan membulat saat menatap Sehun, dan bibirnya terbuka sedikit. Jujur, Luhan terkejut mendengar pernyataan itu. Sehun mengatakannya dengan gamblang, seolah apa yang ia katakan memang itulah jawabannya. Luhan pikir, Sehun jadi aneh. Setan jenis apa yang sudah merasuki Sehun sebelumnya?

Tapi di sisi lain pernyataan Sehun membuat hati Luhan menghangat. Pun Luhan dapat merasakan debaran aneh yang menyenangkan di dadanya. Setelah kadar keterkejutannya turun, perlahan Luhan mengulas senyum lembut. Ia paham, tahu, dan mengerti.

Pernyataan itu menjadi jawaban atas pertanyaan Luhan hari ini; Sehun mengajaknya berkencan!

...

Luhan tidak pernah merasa sesenang ini. Rasanya dia ingin melompat-lompat sepanjang ia berjalan di sisi Sehun, atau tertawa bahagia sepuasnya tanpa malu. Lucunya, meski bayangan konyol itu mondar-mandir di pikirannya, menggodanya untuk bertingkah demikian, nyatanya Luhan masih bersikap gugup dan salah tingkah ketika Sehun ada di sekitarnya. Apalagi saat Sehun terus mengekorinya sepanjang mereka berkeliling untuk mencari buku yang bagus. Luhan harus menahan semu merah di pipinya karena Sehun.

Luhan menyukai Sehun, ia akui itu. Entah sejak kapan Luhan menyukainya, Luhan tidak tahu. Sedari awal, setelah Luhan memperhatikan Sehun bersama buku-bukunya di perpustakaan beberapa bulan yang lalu, Luhan yakin ia tidak akan pernah bisa melewatkan Sehun. Terbukti, setiap ia melihat Sehun, kakinya melangkah mendekat secara otomatis, lalu mengajak Sehun mengobrol tanpa berpikir apapun. Oh, ini pasti karena ia terlalu gugup dan ingin dekat dengan Sehun, atau apapun itu. Luhan tidak bisa menemukan alasannya.

When The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang