Jaket

100 22 1
                                    

JAKET

...

Sehun

Tidak pernah terlintas di otaknya soal tindakannya pada Luhan malam itu. Saat Luhan menangis dan Sehun menghapus air matanya. Waktu itu, Luhan terlihat rapuh, seperti kaca yang sudah retak dan berusaha untuk tidak pecah. Ketika Sehun menyentuh wajah Luhan, ia bisa merasakan kontur wajah Luhan yang halus dan lembab karena air mata. Pun Sehun dapat melihat mata Luhan yang berkaca-kaca dan kantung matanya yang sembab. Sehun paham kalau Luhan sakit hati. Ia bisa merasakan hal itu dari tatapan mata Luhan, pun secara tidak sengaja mengetahui masalahnya dengan Yifan waktu itu. Tapi Sehun tak bisa memahami dirinya sendiri saat ia menghapus air mata Luhan.

Waktu itu, Sehun hanya menghapus air mata Luhan. Lalu tiba-tiba ia merasa tidak ingin melakukan hal itu lagi pada Luhan. Sehingga entah dorongan dari mana, Sehun mengucapkan, "Jangan menangis lagi. Aku tidak suka melihatmu menangis."

Dan ia merasa lega ketika Luhan mengangguk dan berhenti menangis.

Pun lagi, sebelum ia memakaikan kembali kacamata Luhan yang ia bersihkan dengan tisu, di mata Sehun, Luhan terlihat cantik tanpa kacamata. Sama sekali tidak ada bekas kacamata di pangkal hidungnya atau garis melintang di sebelah matanya. Padahal setiap bertemu, Sehun selalu melihat Luhan memakai kacamata. Tapi Luhan tanpa kacamata itu... benar-benar cantik!

Jantung Sehun berdebar mengingat tatapan mata Luhan waktu itu. Debarannya terasa nyaman, kemudian mengantarkan Sehun pada rasa rindu yang entah kenapa, Sehun tidak mengerti dengan rasa rindu ini.

"What's up, bro! Akhirnya aku bisa bertemu denganmu!"

Sehun melirik pada teman lelakinya, Park Chanyeol namanya, yang baru saja duduk di sebelah. Tangannya terangkat, tos ala mereka, dan ia menggeser tempatnya duduk supaya Chanyeol mendapat tempat.

"Kau lama, Chanyeol." Kata Sehun. Tidak ada nada kesal di dalamnya, namun Chanyeol tahu kalau Sehun pasti jenuh menunggu kedatangannya.

Chanyeol nyengir. "Baekhyun menahanku, kau tahu." Sehun berdecak pelan. Giliran Chanyeol yang bertanya. "Lalu di mana Jongin?"

"Dia bilang tidak bisa kemari. Sibuk dengan Kyungsoo." Kemudian Sehun merengut, mencibir, "Dasar ya, kalian sibuk dengan kekasih kalian. Lalu melupakanku begitu saja."

Chanyeol tertawa. "Kasihan sekali kau ini." Kemudian ia menepuk-nepuk pundak Sehun prihatin. "Sabar, ya..."

Sehun mendengus-dengus. Tawa Chanyeol semakin terdengar menistakan dirinya. Dasar.

"Bukankah yang menyukaimu banyak? Pilih salah satu, kencani, lalu jadikan dia kekasihmu." Celetuk Chanyeol. Sedetik setelah itu ia mendapat hadiah pukulan dari Sehun di kepalanya. "Aduh!"

"Enak saja. Aku tidak sebrengsek itu." Balas Sehun. Ia berdecak-decak lalu membiarkan Chanyeol mengomel-omel tentangnya.

Ah, lelaki jangkung ini. Suka sekali berbicara banyak. Sama seperti kekasihnya, Baekhyun.

"...aku kan cuma memberi saran." Akhir Chanyeol setelahnya.

"Kau tahu sendiri aku bukan lelaki yang seperti itu."

"Baiklah, baik." Chanyeol mengangguk-angguk mengalah. "Kau lelaki paling baik sedunia. Kau akan mencintai kekasihmu, menikahinya, lalu bersikap manis padanya, lalu memiliki keturunan, dan kau akan dikenal sebagai Kakek Oh Sehun yang baik hati oleh cucu-cucumu."

Lantas Sehun tergelak. Tidak seperti Jongin yang selalu berkata menyebalkan, Chanyeol justru selalu melontarkan hal-hal konyol yang mampu membuat Sehun tertawa.

When The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang