Halusinasi

87 19 1
                                    

HALUSINASI

...

Luhan

Dua hari setelah kencan—atau hanya jalan-jalan saja?—hari itu, Luhan mendengar Sehun berangkat ke kota kelahirannya. Luhan tidak tahu tempatnya di mana, pun ia tidak ingin tahu. Luhan tidak ingin ambil resiko ia akan berlari menyusul Sehun hanya karena rasa rindu. Lagipula Kyungsoo tidak menyebutkan di mana Sehun lahir saat perempuan itu mengajak Luhan ikut mengantar Sehun ke stasiun bawah tanah bersama teman-teman yang lain. Saat itu, Luhan menolak untuk ikut. Ia beralasan sedang tidak enak badan, dan Kyungsoo maklum.

Waktu itu, yang benar adalah hatinya yang tidak bisa diajak kompromi. Luhan tidak ingin menangis lagi di depan Sehun. Ia takut Sehun akan datang padanya lagi dan memeluknya. Oh, itu akan membuat Luhan kesulitan melepas Sehun.

Luhan sudah memutuskan untuk tidak menunggu Sehun. Lelaki itu bahkan tidak memprioritaskan dirinya jadi untuk apa Luhan menunggu suatu hal yang sia-sia? Luhan tahu dia egois karena ingin Sehun menomorsatukan dirinya. Luhan terlalu menyukai lelaki itu dan dia sendiri tidak tahu sebesar apa rasa suka Sehun padanya. Luhan tahu Sehun menyukainya, lelaki itu mengungkapkannya sendiri waktu itu, tapi Luhan tidak tahu sebesar apa. Bukannya Luhan itu perempuan yang perhitungan soal sebesar-apa-sukamu-padaku? bukan, bukan itu. Luhan hanya merasa dia butuh yakin Sehun benar-benar menyukainya sama seperti ia menyukai Sehun, sama seperti apa yang selama ini ia rasakan pada lelaki itu.

Tapi nyatanya? Sehun tidak memberinya keyakinan lebih, terlebih ketika mendengar Sehun tetap pergi darinya.

Astaga, Luhan rasa, rasa sukanya pada Sehun, rasa sayangnya, rasa cintanya, memiliki presentase lebih dari seratus persen. Seharusnya Luhan tidak memberinya presentasi setinggi itu. Luhan harus menurunkannya. Dan begitulah seharusnya dia. Jadi Luhan tidak ingin berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Sehun supaya ia bisa dengan mudah melupakan Sehun. Ia hapus pikirannya soal Sehun adalah pengganti Yifan yang akan membuatnya cukup bahagia. Ia pikir kalimat itu justru malah terdengar konyol lucu sekali.

Luhan ingin menurunkan presentase rasa cintanya pada Sehun sampai ke nol persen.

Maunya sih begitu. Sampai kemudian, saat berminggu-minggu Luhan tidak lagi mendengar kabar Sehun, Luhan jadi uring-uringan sendiri. Ia sering merasa gelisah dan murung, lalu ia berhalusinasi melihat Sehun di sekitarnya. Awalnya Luhan mengabaikan bayangan Sehun. Tapi sosok Sehun terus menghantui dirinya. Membuatnya marah dan dongkol, yang kemudian membuat Luhan enggan keluar kemana-mana.

Sementara itu, Luhan terus menahan diri. Ia tahan semuanya, sampai ia berada pada titik jenuh, di mana Luhan tidak tahu harus berbuat apa pada rindu ini. Luhan bahkan berpikir, apakah Sehun juga mengalami hal yang sama padanya saat itu? Apakah Sehun terus memikirkannya, merindukannya, dan ingin sekali mengirim pesan tetapi ia tidak memiliki keberanian lebih?

Memikirkan itu membuat Luhan teringat kalimat Sehun waktu itu. Saat Sehun mengaku bahwa ia bisa gila karena jauh dari Luhan. Lalu Luhan akan membayangkan Sehun menggila karena jarak yang memisahkan mereka. Lalu Luhan tertawa. Lalu air mata mengalir dari sudut matanya. Lalu ia menangis, dan akhirnya meraung putus asa di malam hari karena pikirannya sendiri.

Apakah merindu akan sekonyol ini?!

Baiklah, setelah menggila tidak jelas dalam semalam, Luhan memutuskan untuk mengubur perasaannya. Ia benar-benar berniat melakukan itu. Luhan tidak ingin terlihat menderita karena Sehun, juga tidak ingin terlihat menyedihkan tanpa sebab di mata teman-temannya. Sebab mereka tidak tahu kalau ia dan Sehun pernah dekat dan pernah memiliki perasaan yang sama. Luhan tidak ingin mendengar ocehan teman-temannya kalau ia cerita tentang hal ini.

When The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang