9 - Kelas baru

108 110 36
                                    

Sambil putar lagu diatas biar lebih terasa sensasinya.



Seminggu sudah Ester bersekolah di sekolahnya yang baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seminggu sudah Ester bersekolah di sekolahnya yang baru. Dan hari ini adalah hari Ester dan Richard akan pindah kelas. Sejujurnya Ester merasa takut, Ester takut mereka menaruh curiga padanya. Untungnya saat loncat kelas, mereka bebas memilih kelas. Dan tentu saja Ester dan Richard akan kembali sekelas. Bahkan Ester dan Richard jalan bersama ketika akan masuk kelas. Saat masuk ke dalam kelas, mereka berdua menjadi pusat perhatian. Tapi siswa di kelas itu menatap mereka dengan tatapan datar tidak tersenyum sedikitpun, kecuali Devan dan Reno yang memang kedua pria itu ramah.

"Jadi kita punya dua siswa baru sekarang? "
Tanya gadis galak yang waktu itu Ester lihat di apartement, Ester masih mengingat jelas wajah itu, dengan baju seragam gadis itu yang acak-acakan. Namanya adalah Jasmine. Penampilan gadis itu cukup unik, dengan sepatu tinggi warna hitam, rambut hitam yang semu ungu dan juga hidung yang ditindik. Persis seperti rock n roll.

Dan sekarang tatapan Ester bertemu dengan kelima gadis itu. Ester bahkan tersenyum pada mereka, tapi mereka sama sekali tidak memberikan senyuman. Bu Cindy sebagai wali kelas pun mempersilahkan Ester dan Richard untuk duduk. Ester kembali duduk di kursi paling belakang. Dan tepat di depan meja Ester, ada Arthur. Hal itu membuat Ester sedikit kesal, tentu saja Ester akan sulit berinteraksi, terlebih lagi Arthur si pria angkuh ada di depannya. Pria itu memakan permen karet sambil menatap tajam Ester. Sementara Richard duduk bersebrangan dengan Ester. Kemarin mereka bilang seharusnya Felix yang duduk di situ, dan mungkin Felix melakukan kesalahan besar hingga hukuman skors bagi siswa bernama Felix begitu lama.

"Baiklah anak-anak buka halaman 105."

Semua siswa pun mulai membuka bukunya. Mereka mulai membaca dan memahami materi itu, berbeda dengan Arthur yang sibuk dengan ponselnya. Ester tahu, tapi Ester tak peduli, biarkan saja. Toh, bukan urusannya ini.

"Monica! Silahkan kerjakan nomor satu."

Ester melihat gadis bernama Monica itu berdiri. Kata Devan, Monica adalah gadis terpintar di kelas. Rambut Monica kemerahan, wajahnya juga cantik. Monica selesai mengerjakan di papan tulis sesuai perintah bahkan dengan waktu yang singkat.

"Sekarang tunjuk sesuka hatimu."

"Ester."

Ester yang sedang menulis pun terkesiap karena namanya dipanggil. Ester mau tidak mau bangkit dari duduknya, mengambil spidol itu dari Monica. Ester bahkan berusaha tersenyum pada Monica, tapi Monica sama sekali tidak tersenyum, dan kenapa juga Monica menunjuk Ester. Ester juga berusaha tersenyum pada Monica tapi Monica sama sekali tidak tertarik membalas. Kelas macam apa ini? Kenapa semua orang pelit senyuman?

Ester mulai mengerjakan soal itu dengan teliti. Setelah selesai Ester harus menunjuk seseorang. Dan kini tatapannya bertemu dengan Arthur.

"Arthur."
Emtahlah Ester hanya asal saja.

"Waw! Kenapa kau tiba-tiba saja memilih dia? Apakah karena dia tampan?"
Ucap Jasmine sambil mengunyah permen karetnya. Semua siswa pun tertawa mendengar perkataan Jasmine. Dan ini mengundang kekesalan Arthur, sebelumnya tidak ada yang pernah menunjuknya.

"Baiklah Arthur, ayo maju."

"Tidak."

"Arhur!"
Bu Cindy mulai membentak. Arthur pun bangkit dari duduknya kemudian berdiri di depan, tepatnya di sebelah Ester.

"Ayo cepat kerjarakan!"

"Aku lebih baik dihukum."

"Baiklah! Jika memang itu mau kamu! Selama ini tidak ada yang berani menunjuk kamu kecuali Ester dan... "
Ucapan Bu Cindy menggantung, hingga membuat Ester menatap serius Bu Cindy.

"Siapa maksudmu? Si gila yang sudah bunuh diri itu?"
Ucap Arthur mencoba memperjelas. Ester melihat raut wajah Arthur, sepertinya Arthur juga membenci Aitana. Ester tahu si gila yang sudah bunuh diri maksud Arthur adalah Aitana.

"Arthur! Sekarang juga kamu keluar! Kamu tidak boleh ikut pelajaran ibu!"

"Itulah yang Kumau."
Jawab Arthur yang langsung melengos pergi. Ester terkejut mendengar perkataan Arthur yang sangat kasar menurut Ester. Setelah Arthur keluar dari kelas, Ester kembali duduk. Kini pandangan Monica bertambah kesal pada Ester, bahkan bertambah tajam dan sinis saja. Kelima gadis itu pun sama, bedanya kelima gadis itu menatap Ester tanpa ekspresi. Sepertinya Ester harus lebih tegar menghadapi orang-orang di kelas barunya.

****

Jam istirahat Ester menyibukan diri menggambar sambil mengamati satu persatu orang yang ada di kelas. Devan  menghampiri Ester sambil membawa dua jus. Sementara Richard yang ada di seberang hanya melihat mereka sekilas lalu kembali membaca.

"Ini untukmu."

"Wah terimakasih."
Ester langsung meminum jus mangga yang diberikan Devan.

"Kamu suka menggambar?"

"Ah iya sedikit."

"Coba ku lihat."

Devan memperhatikan gambaran Ester. Yang digambar Ester adalah seorang gadis pucat yang menangis dan duduk di sebuah taman memakai piyama tidur, setidaknya itu yang terlihat jelas.

"Apakah ini dirimu?"

"Bukan, ini hanya seorang teman."

"Dia terlihat sakit kan?"

"Iya dia sakit tapi tidak memberi tahu siapapun."

"Gambaran mu cukup mudah ditebak."

Ester hanya tersenyum saja lalu menutup buku gambarnya. Ester melihat Richard yang masih fokus membaca.

"Richard? Kau tidak ke kantin?"
Tanya Ester.

"Tidak."
Jawab Richard yang masih fokus membaca.

"Kak Devan aku ingin berkenalan dengan lima gadis itu,"
Ester berkata secara langsung pada  Devan. Mendengar itu Devan hanya menjawab dengan santai.

"Oh maksudmu mereka? Mereka lima gadis yang terbilang... Galak dan unik."

"Maksudmu?"

"Mereka dulunya so berkuasa di kelas ini."

"Dulu?"

"Maksudku... Entah mengapa sekarang mereka sedikit pendiam."

"Memangnya mereka tidak pendiam?"

"Tidak, mereka... Sedikit biang ulah."

"Oh begitu."
Ester mencoba berpikir, kenapa mereka tiba-tiba menjadi pendiam jika sebelumnya mereka biang onar. Apakah ini ada kaitannya dengan kejadian bunuh diri Aitana? Ester belum bisa memastikan.

"Kau mau ke kantin?"
Tanya Devan.
"Em... Boleh."

Ester segera bangkit dari duduknya, tapi Ester belum berjalan karena melihat Richard, Devan pun juga memperhatikan Richard.

"Richard, ayo ikut."
Ajak Devan dengan antusias.

"Tidak, aku tidak lapar."

"Sudahlah kak, biarkan saja."
Suhut Ester yang sudah malas dengan sikap keras Richard.

"Kau yakin Richard?"
Tanya Devan sekali lagi memastikan.

"Ya."

"Baiklah."

Devan dan Ester pun memasuki area kantin. Entah mengapa mereka menjadi pusat perhatian, sekarang Ester pun semakin terkenal karena sudah berhasil loncat kelas. Tentu saja Ester siswa baru yang dengan mudahnya loncat kelas. Dan sekarang Ester ke kantin bersama sang ketua OSIS. Itu semua akan menjadi sorotan semua orang.

"Kau mau tahu nama mereka satu persatu?"

"Ya."

"Baiklah akan aku jelaskan secara detail."

THE LAST CHOISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang