Suara ribut karena tabrakan tubuh seseorang dengan benda-benda di lorong. Seorang gadis berhelai [h/c] berlari menuju ke halaman mansion keluarga Silva. Dentuman keras dan beberapa puing hampir mengenai dirinya saat sampai disana.
"Lebih... Kuat lagi.. aku harus lebih kuat..."
Kantung mata yang menebal, wajah pucat, dan rambut perak yang acak-acakan, membuat [Name] miris melihatnya. Nozel disana, sedang berlatih keras, lebih tepatnya terlalu keras dan berlebihan.
"Berhenti."
Dentingan antara tombak air raksa dengan tombak kristal terjadi. Nozel membelalakkan matanya yang sayu saat ada yang menghentikan latihannya.
"Jangan menggangguku!" sentak Nozel dingin.
[Name] terdiam. Sosok Nozel yang sekarang seakan-akan obsesinya akan kekuatan tidak terkendali. [Name] tau alasannya. Itu semua karena ibunya yang semakin melemah terbaring di tempat tidur.
Katanya, ini semua karena pengaruh anak baru Acier. Tapi, [Name] sangat meragukannya. Gadis itu merasa kalau Acier memang sudah terikat dengan kematian yang tidak bisa diubah. Kematian yang seharusnya tidak akan pernah terjadi.
"Aku tidak peduli soal itu." [Name] melangkah mendekat. Tangannya terangkat, menampar sosok Nozel Silva. Nozel hanya diam tidak membalas. "Aku hanya ingin menghentikan tindakan bodohmu, Nozel!"
Nozel menyambar kasar kerah gadis itu. Tatapan tajamnya melayang bak elang yang kelaparan ke matanya. "Apa pedulimu?! Aku hanya ingin melakukan apa yang harus kulakukan! Tidak akan kubiarkan Ibunda mati--"
"Ibumu tidak akan mati!"
"Kau mana tau?!!"
"Aku tau! Dan kalau aku tidak tau, beritahu aku sekarang!"
"Siapa kau menyuruhku?"
"Aku temanmu!"
"Aku tidak menganggapmu teman!"
[Name] tersentak. Ditatapnya sepasang netra ungu-keperakan yang tajam dan dingin itu. "Kalau kau memang tidak menganggapku begitu... Kenapa tidak dari awal mengusirku?" Ditatapnya netra sang sulung keluarga Silva. "Dan kenapa matamu seakan-akan berkata, aku tidak ingin kehilangan siapapun terutama dirimu juga, hah?"
Nozel terdiam. Dia mundur beberapa langkah. Bahunya bergetar, begitu juga dengan pupil matanya. Nozel tidak ingin kehilangan ibunya. Dia ingin menjadi sangat kuat, dan membalaskan dendam dalam dirinya. Dia juga sangat ingin melindungi saudara-saudaranya. Acier sendiri percaya, bahwa suatu hari, Nozel dan saudaranya pasti akan sangat kuat melebihi dirinya.
"Khu... Hiks...."
Tangisan kecil membuat [Name] menatap sendu sosok didepannya. [Name] sendiri sangat tidak ingin Nozel berada di posisi seperti ini. Pasti berat rasanya jika harus kehilangan orang tuanya.
[Name] melangkah maju, melebarkan kedua tangannya. Nozel menyambar sosok yang lebih muda darinya itu. [Name] mendekap tubuh lelaki berhelai perak itu.
"Aku tau... Sekuat apapun dirimu... Kamu tetaplah rapuh... Menangis lah... Aku ada disini kok..." ucap [Name] lirih.
"Ukh..."
Nozel menaruh wajahnya di pundak [Name]. Matanya semakin sayu dan juga lembab karena menangis.
"Berjanjilah satu hal..."
"Apa itu?"
"Selalu bersamaku. Kemanapun aku pergi, tetaplah bersamaku."
"Itu mudah."
"Janji?"
"Aku berjanji kok."
"Baguslah..."
"Dasar cengeng."
"Kau yang menyuruhku nangis.."
"Ya. Karena kasian."
"Bocah ini..."
"Apa? Mau aku tabok lagi?"
"Ya. Tabok aja kalau bisa."
"Aku bisa kok. Buktinya pipimu memerah."
Nozel tersentak. "Aku kedinginan! Bukan karena bekas ditabok olehmu!"
"Pembohong."
"Bocah ini, benar-benar ya."
"Hehe."
"..."
"Aku akan selalu disampingmu. Baik saat kamu rapuh atau tidak."
"Aku juga begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] I Love You | Nozel S.
Teen Fiction❝ aku mencintaimu ❞ bagaimana caranya seorang komandan ksatria sihir dingin dan tsundere mengungkapkan perasaannya padamu secara terang-terangan? ©𝐁𝐋𝐀𝐂𝐊 𝐂𝐋𝐎𝐕𝐄𝐑 - 𝐘𝐔𝐊𝐈 𝐓𝐀𝐁𝐀𝐓𝐀