Dulu, duluuuu sekali. Saya pernah mengatai Mba Gadis--- kakak kandung saya. Saya bilang dia gila. Iya, Mba Gadis rela meram melek cuma buat nunggu balasan chat dari Mas Aksara--- tunangannya.
Padahal saat itu Mba Gadis tau, Mas Aksara tidak akan membalas chat nya dengan cepat. Karna lelaki itu sudah bilang, bahwa dia banyak kerjaan dan akan pulang sangat larut. Juga tidak ada jaminan sama sekali untuk menghiraukan Mba Gadis dengan cepat. Tapi dengan bodoh nya Mba Gadis tetap menunggu.
Jika di balas, maka Mba Gadis akan girang bukan main. Tapi kalau semisal tidak berbalas sampai ia lelah karna kantuk Mba Gadis akan pundung bukan main. Bahkan kursi yang menghalangi jalannya, meski berada di tempat yang pas akan di marahi nya.
Dan saya selalu bilang, Mba emang gila!
Atau dengan Mas Aksara, saya juga pernah berpikir bahwa lelaki itu sama gilanya, karna mau menghampiri Mba Gadis di tengah malam hanya untuk meredamkan marah nya Mba Gadis karna mood datang bulan nya. Atau menerobos hujan hanya untuk mendapatkan kata maaf dari Mba Gadis.
Dan persis seperti apa yang seringkali Ibu katakan, bahwa omongan akan kembali pada sang pengucap.
Kayak nya saya jauh lebih gila ketimbang Mba Gadis.
Gimana Mba? Kamu ketawain aku di atas sana ya? Oh, atau Mba mengolok-ngolok aku gila. Baik Mba, aku terima. Anggap aja karma.
Untuk pertama kali nya saya merasa senang karna pekerja bengkel bekerja jauh lebih lambat. Untuk pertama kali nya saya merasa girang karna mobil saya masih rusak. Dan pertama kali nya juga bagi saya merasa begitu bahagia ketika naik kereta untuk berangkat kuliah.
Haha, silahkan tertawakan saya. Tidak masalah. Saya juga tengah mentertawakan diri saya.
Berkali-kali saya menoleh kanan kiri, saya tetap tidak menemukan dirinya. Beberapa kali saya pindah tempat, barangkali saya menemukanya. Tapi nyatanya saya tidak menemukan dia di mana pun.
Bahkan saya sengaja tidak merokok selama berjalan ke sini. Siapa tau saya bertemu dengan nya, jadi dia tidak perlu menjauh dari saya.
Sebatang pun tidak saya hisap, sampai-sampai rasanya mulut saya kelewat masam. Namun tetap saja saya tahan sekuat tenaga. Tapi saya tetap tidak menemukan dia dimana pun.
Hingga saya sampai di tujuan. Gerbong-gerbong kereta terbuka. Dan langkah yang berdesakan membuat saya sadar, saya telah menantinya hari ini.
Bahkan ketika saya keluar dari kereta dan berjalan dengan sangat pelan, saya tetap tidak menemukan dirinya.
Pada akhirnya saya berdecak kesal, lantas menyambar sebilah rokok dan pematik di tas saya.
Fyuuuuh...
Rasanya lega ketika nikotin itu saya hisap untuk pertama kalinya di pagi hari.
Eh, kenapa saya menahan untuk tidak merokok? Ini cukup tidak masuk akal. Tapi saya melakukan nya.
"Bro!"
Saya menoleh ke belakang untuk menemukan kawan saya berlari menghampiri saya, dengan senyuman nya yang terlihat menjengkelkan.
Entah mengapa saya jadi dongkol ketika mengingat tujuan saya sangat bersemangat untuk naik kereta itu adalah perempuan kemarin, sementara yang saya temukan malah kawan konyol itu.
"Tumben naik kereta Yang?!"
Saya menurunkan rokok saya, lalu mengusap wajah dengan kasar. Demi Tuhan saya sangat malu.
"Hen, jangan teriak. Gua malu." Kata saya ketika melihat beberapa orang melempar tatapan menjijikan pada kami.
Tidak salah mereka sih. Coba bayangkan, ada lelaki yang berlari menghampiri mu dan memanggil 'Yang' itu seperti penggalan dari kaya sayang. Padahal saya lelaki normal yang malah dongkol melihat Hendri, apalagi ketika lelaki itu mencengir sampai gigi nya terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The day I fell in love with you | Liu Yangyang✔
Short Story❝Saya pernah kehilangan seseorang yang sangat berharga bagi saya. Dan Tuhan mengirim kamu sebagai penggantinya. Begitu sih saya pikir, tapi ternyata saya salah. Kamu adalah salah satu pengalaman yang di antarkan Tuhan.❞ _____________________________...