08. Saya mengaku salah.

21 6 1
                                    

Satu bulan berlalu dari malam dimana saya merenggut sesuatu yang Karamel jaga sepanjang hidup nya.

Saya mengaku salah. Saya sepenuhnya salah di hadapan Tuhan. Saya ingat saat itu Karamel sempat menolak sesaat. Namun saya menjanjikn kata-kata manis. Saya bilang saya mencitainya sepenuh hati. Saya juga bilang bahwa segalanya akan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Saya juga ingat setelah saya melakukan hal itu padanya. Di pagi hari ketika saya membuka mata dan dia berada dalam dekapan saya. Dalam jarak yang begitu minim, nafas dia masih tersenggal dengan seulas senyuman termanis yang pernah saya lihat.

Dia tidak marah. Dan saya mengaku salah.

Meski setelah nya ia sampai sakit selama 3 hari. Dia tak juga menyalahkan saya. Dia bahkan berusaha untuk tidak mengganggu saya.

Mba, adik mu nih goblok banget kan? Iya Mba aku ngaku deh. Tapi gimana ya, rasanya aku semakin merasa bersalah. Dan rasa suka ini semakin gede Mba.

1 Bulan belakangan saya semakin sibuk. Rasa-rasanya saya luluh lantak di hadapan semesta. Ibu dan Bapak selalu menuntut itu dan ini, sementara saya yang tidak mampu menolak hanya berusaha menyanggupi.

Dan Karamel, perempuan ini mendadak aneh belakangan ini. Saya sempat bilang kan bahwa Karamel itu kurang suka skinship? Meski setelah kami berpacaran dia jadi terbiasa. Tapi Karamel aneh. Dia bisa saja merengek untuk saya tinggal bersama nya. Atau malah di tengah malam dia akan menelpon saya dan mengatakan tidak bisa tidur kalau tidak di peluk saya.

Saya kadang bertanya-tanya, ada apa sih dengan Karamel?

Kadang juga saya marah pada Karamel. Saya hanya ingin di mengerti. Saya hanya ingin dia seperti dahulu. Tidak menyusahkan.

Dan hari ini, bagi saya Karamel semakin aneh.

"Yangga! Kamu di mana?"

Saya memijat pangkal hidung hingga pelipis. Mendadak kepala saya pening. Setelah ini Karamel pasti menginginkan sesuatu.

"Di kampus, Kar. Ada urusan sama dosen, Pak Rama."

"Uh? Lama gak Ga?"

"Engga kayak nya. Ini lagi nunggu Pak Rama ke toilet dulu."

"Oh..."

Kemudian hening. Karamel tidak bersuara itu sengaja. Entah mengapa dia menjadi manusia bertele-tele. Dia akan membiarkan sambungan ini tetap terhubung sampai saya bertanya,

"Babe, ada apa?"

Dan dengan suara yang jauh lebih antusias. Karamel akan menjawab,

"Kamu pulang ke kos aku ya?! Nginep aja, gakpapa kan Ga? Aku mau tidur sambil di elus."

Saya menahan nafas ketika Karamel meminta demikian. Seperti bukan Karamel, paham kan?

"Iya, Kar."

Lalu Karamel akan minta di bawakan sesuatu. Saya yakin.

"Aku mau jagung bakar Ga. Tolong ya. Cariin."

"Ya Allah, Kar. Jagung bakar sekarang susah di cari. Ini udah malem loh. Mau cari kamana coba?"

"Gak tau Ga... Aku cuma lagi kepengeeeen banget. Tapi kalo emang ngetepotin ya gakpapa deh."

Saya menghela nafas panjang. Saya hanya tidak sengaja menaikkan satu oktaf ketika saya berbicara. Tapi dia malah membalas seperti orang yang hendak menangis.

Demi Tuhan, Karamel tuh sekarang jauh lebih sensitif. Dan saya tidak memahami nya mengapa ia bisa begitu.

Saya kadang takut salah langkah. Jika saya menuruti segalanya, apa saya mampu? Lalu ketika saya tidak menuruti nya, bagaimana dengan Karamel? Terluka kah hati nya itu?

The day I fell in love with you | Liu Yangyang✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang