#1 : PRIDE pt. 2 - 分隊 (Squad)

117 18 0
                                    

Sejak lahir, Zen memiliki sebuah tanda lahir berbentuk seperti bekas luka memanjang di dahinya. Awalnya Zen mengira itu hanyalah tanda lahir biasa, namun semuanya berubah ketika dia berumur 12 tahun. Tanda lahir yang seperti bekas luka memanjang itu terbuka, memperlihatkan bola mata hitam dengan pupil dan iris yang terlihat seperti mata kucing. Zen yang waktu itu baru saja bangun tidur dan melihat ke cermin sangat ketakutan. Dia berlari mencari kakeknya dengan panik, membuat pria tua yang sedang duduk di beranda rumah itu terheran. Namun ketika melihat mata yang mengerikan muncul di dahi Zen, kakeknya justru tersenyum tenang.

“Zen, ini bukanlah sebuah pertanda buruk. Kau memang dilahirkan untuk memiliki mata ini,” jelasnya singkat dengan senyum hangat yang sampai sekarang masih terlukis jelas di memori Zen.

Kemudian kakek Zen membantunya untuk menjahit mata yang ada di dahi itu karena entah kenapa mata itu tidak bisa tertutup dan Zen juga tidak bisa menggerakkannya. Zen bahkan tidak merasakan adanya fungsi teknis—melihat—dari mata itu, namun kakeknya berkata bahwa fungsi mata itu bukan untuk melihat secara fisik. Tapi mata itu bisa digunakan untuk melihat secara spiritual. Zen tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan oleh kakeknya sampai dia bisa melihat “aura” yang ada di dalam dada kakeknya. Beberapa hari, Zen hanya bisa melihat semburatnya saja, tapi lama kelamaan dia bisa melihat aura itu dengan jelas, bahkan itu memiliki warnanya masing-masing tergantung dengan emosi yang sedang dirasakan oleh si pemilik aura.

Ketika Zen sudah bisa melihat aura dengan jelas, kakeknya mulai memberitahunya mengenai kutukan dan para Penyihir Jujutsu. Di saat itulah Zen menyadari bahwa makhluk-makhluk aneh yang selama ini dia lihat di rumah keluarga yang pernah dia tinggali dulu bukanlah hantu, tapi kutukan. Zen juga diajari untuk melepaskan energi kutukan, bahkan kakeknya juga mengajarinya tentang teknik kutukan. Setelah beberapa hari observasi, ternyata Zen mewarisi teknik kutukan kakeknya.

Menguasai teknik kutukan itu sama sekali tidak mudah, dan Zen sering sekali kesulitan dalam menggunakan senjata. Namun, kakeknya tetap bersabar mengajari Zen, sampai gadis itu akhirnya bisa menguasai teknik kutukannya secara sempurna. Kakeknya juga menasehati Zen, kalau teknik kutukan itu tidak boleh digunakan untuk kejahatan dan harus digunakan untuk menolong orang lain. Sebagai satu-satunya keluarga, tentu Zen sangat menghormati kakeknya. Dia menuruti apa yang dikatakan kakeknya, seolah itu adalah perintah yang harus dilaksanakan. Bahkan, sampai kakeknya meninggal dan menitipkan pesan terakhir, Zen bersedia dengan sepenuh hati untuk memenuhi pesan terakhir itu.

Turutilah keinginanmu, pelajari Jujutsu lebih dalam untuk menyelamatkan banyak orang. Ini adalah saat yang tepat untuk melakukannya. Carilah takdirmu sendiri, jangan terjebak masa lalu sepertiku. —Kakek

Zen mengingat isi pesan terakhir kakeknya ketika dia tengah mengepak pakaian. Dia lalu menoleh ke arah meja rias, tempat di mana anting hanafuda peninggalan kakeknya tergeletak. Anting itu sudah dipakai kakeknya sejak remaja—Zen mengetahuinya ketika dia tidak sengaja mengintip album foto lama kakeknya—namun warnanya masih bagus seperti baru. Zen mengambil anting itu dan menatapnya dengan mata penuh kasih, sebelum dia menusukkan kait anting itu ke telinga kirinya yang sudah berlubang. Hanya butuh tiga detik saja bagi Zen sampai anting itu menggantung sempurna di telinganya. Zen menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya yang pucat itu masih sama seperti kemarin-kemarin.

Gadis itu menyibakkan poni palsunya yang selama ini dipakainya sehari-hari ketika keluar rumah, membuat “jahitan” mata di dahinya terlihat. Terdiam untuk beberapa saat, Zen memutuskan untuk tidak melepaskan poni palsu itu sekarang. Dia lalu menyentuh anting di telinga kirinya sekali lagi sambil berbisik.

“Aku akan melakukan apa yang kumau seperti permintaanmu, Kakek. Dan aku akan berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak menyesalinya.”

Zen berbalik, mengambil kunci rumah dan koper yang ada di dekat meja belajar. Hari ini, Zen dijadwalkan berangkat menuju Tokyo untuk masuk ke SMK Jujutsu Tokyo Metropolitan sesuai apa yang dikatakan Gojo kemarin. Meskipun Zen sedikit terkejut karena mendadak sekali, tapi dia juga senang karena pada akhirnya bisa memenuhi permintaan kakeknya yang pertama dan terakhir kalinya. Kakeknya tidak pernah meminta apapun kepada Zen, karena itulah dia akan berusaha sekeras mungkin untuk memenuhinya.

THE LAST THIRD-EYE (最後の第三の目)| Jujutsu Kaisen fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang