#1 : PRIDE pt. 7 - 生きる (Live)

64 12 0
                                    

“Kalau sampai dia muncul, pilihannya hanya lari atau mati.” Suara Ijichi memenuhi ruangan. Dia menunduk selama berbicara kepada Gojo.

“Saya sudah memperingatkan mereka supaya jangan sekali-kali mencoba melawannya.”

Ruangan autopsi hening, hanya ada suara napas ketiga orang itu—Gojo, Ijichi, dan Zen. Gadis itu menatap jasad Itadori yang ditutupi kain putih di atas meja autopsi. Tangannya terkepal, tidak tergoyahkan.

Ketika jasad Itadori dibawa kembali ke sekolah kemarin, Zen memaksa untuk ikut melihatnya karena dia percaya Itadori tidak akan mati semudah itu. Fushiguro sudah mencoba untuk mencegah Zen, tapi gadis itu malah semakin memaksa, dengan alasan Itadori masih hidup. Terdengar konyol, tapi Zen percaya dengan instingnya. Gojo pada akhirnya juga mengizinkan Zen, tapi lelaki perak itu sendiri tidak yakin apakah perkataan muridnya benar.

Ketika Zen keluar dari gedung pusat rehabilitasi, dia masih bisa merasakan sedikit aura Itadori. Dia yakin sekali, meski redup—karena secara teknis dia sudah meninggal—tapi jiwa Itadori masih ada di sana. Zen berpegang kepada kepercayaannya, bahwa Itadori masih bisa hidup. Dia akan kembali.

“Itu disengaja, kan,” tanggap Gojo, memecah keheningan.

Mata Ijichi melebar. “Eh? Apa maksudnya?”

“Ada Pusaka Terkutuk Tingkat Tinggi,” sahut Gojo. “Ditambah lagi, mengirim anak kelas satu untuk menyelamatkan lima orang yang belum tentu masih hidup itu seharusnya tidak pernah terjadi. Selain itu soal Yuuji, akulah yang memaksa untuk menunda eksekusinya tanpa batas waktu.”

Zen pernah mendengar soal eksekusi ini. Dia pernah membaca, bahwa siapa saja yang bisa menjadi wadah kutukan akan dieksekusi demi menyingkirkan kutukan yang ada di dalamnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi bahaya sekaligus memperlambat kemunculan kutukan tingkat tinggi.

“Ada beberapa petinggi yang tidak suka dengan itu, memanfaatkan ketidakhadiran-ku dan keberadaan Pusaka Tingkat Tinggi untuk menyingkirkannya,” papar Gojo, membuat Ijichi menutup mulutnya tidak percaya. “Jika tiga murid yang lain juga tewas, itu akan mempermalukanku. Sama saja dengan sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.”

“Tapi ketika misi ini ditetapkan, tidak ada satupun yang akan menyangka bahwa janin itu akan berubah menjadi kutukan tingkat tinggi,” ucap Ijichi.

“Mencari dalangnya juga merepotkan,” timpal Gojo, sebelum nada bicaranya berubah. “Apa semua petinggi itu ... kubunuh saja?”

Ijichi tersentak, sedangkan Zen tetap diam dengan wajah serius. Pintu ruang autopsi terbuka, diiringi dengan suara sepatu hak tinggi yang melangkah masuk ke dalam ruangan. Seorang wanita berambut cokelat dan memakai jubah dokter berjalan masuk. Itu Ieiri Shoko—dokter sekolah yang sempat merawat luka-luka Zen setelah dihajar oleh Mayat Kutukan milik Kepala Sekolah.

“Tumben kau emosional,” katanya, kemudian memelintir rambut cokelatnya dengan jari telunjuk. “Soal anak itu ... sepertinya kau sangat menyukainya, ya.”

“Terima kasih atas kerja kerasnya, Ieiri-san!” Ijichi membungkuk kepada wanita dokter itu.

“Selamat siang, Ieiri-sensei,” sapa Zen, ikut membungkuk.

Ara, Kagurazaka. Kau terlihat sudah jauh lebih baik, ya,” ucap Ieiri sambil melempar senyum.

Gojo mengangkat jari telunjuknya. “Sejak dulu aku ini memang seorang nice guy yang selalu memperhatikan kondisi murid-murid, tahu,” katanya.

“Jangan menjahili Ijichi berlebihan,” kata Ieiri. “Dia juga kerepotan karena terjebak di antara petinggi dan kita, tahu.”

Mendengar pernyataan Ieiri, Zen bisa melihat Ijichi langsung memasang wajah yang mengatakan “tolong katakan lagi” sebelum Gojo berbicara.

THE LAST THIRD-EYE (最後の第三の目)| Jujutsu Kaisen fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang