#1. PRIDE pt. 8 - 練習 (Practice)

66 11 5
                                    

Lampu gedung berkedip-kedip, membuat suasana koridor bangunan itu menjadi remang-remang. Setelah Zen pergi, Gojo dan Ijichi masih ada di ruang autopsi, menunggu Ieiri untuk memulai proses pembedahannya. Gojo duduk di salah satu bangku keramik yang menyatu dengan dinding, berbicara serius.

“Aku ini ... punya kepribadian yang buruk.”

“Saya tahu,” sahut Ijichi, tanpa jeda.

Gojo langsung menanggapi. “Ijichi, nanti dahimu akan kujentik.”

“J-jentik?” Ijichi terkesiap.

“Aku tidak cocok menjadi guru,” kata Gojo, melipat kedua tangan di dada. “Lalu mengapa aku mengajar di sekolah ini? Tanyakanlah itu.”

“Kenapa?” tanya Ijichi, menuruti perkataan Gojo. Apakah dia serius akan menjentikku? Ijichi membatin waswas.

“Karena aku punya impian,” jawab Gojo dengan ekspresi serius.

“Impian?”

“Benar. Seperti kasusnya Yuuji ini, para petinggi Jujutsu itu dipenuhi oleh orang-orang jahat. Orang bodoh konservatif, orang bodoh tradisional, orang bodoh sombong. Singkatnya mereka hanyalah orang bodoh, seperti buah mikan yang diobral murah,” tukas Gojo. “Aku ingin me-reset dunia Jujutsu yang penuh sampah ini. Membantai semua petinggi itu bukanlah hal yang sulit. Tapi mereka hanya akan digantikan, dan itu tidak akan melahirkan perubahan apa pun. Kalau kugunakan cara itu, tak ada juga yang akan sudi mengikutiku.”

Ijichi memerhatikan dengan saksama, mendengarkan seluruh perkataan Gojo.

“Makanya, aku memilih pendidikan. Demi mendidik rekan-rekan yang kuat dan cerdas,” jelas Gojo. “Itulah alasanku membiarkan murid-muridku menjalankan misiku. Cintaku keras.”

Itu namanya lari dari tanggung jawab, tahu. Ijichi membatin.

“Mereka itu penuh bakat, lho. Terutama murid kelas tiga, Hakari, dan murid kelas dua, Okkotsu. Kelak mereka akan menjadi penyihir yang melampauiku,” jelas Gojo, mengepalkan kedua tangannya erat-erat. “Harusnya Yuuji juga salah satunya.”

Ijichi melirik Gojo yang sekarang sedang menatap lantai di bawah kakinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa impian Gojo akan berpengaruh terhadap masyarakat Jujutsu, dan untuk mewujudkannya perlu proses yang sangat panjang serta tidak mudah. Mengingat Itadori adalah salah satu murid yang cukup berbakat, Gojo menganggap impiannya untuk mengubah dunia Jujutsu menjadi sedikit lebih dekat.

Akan tetapi, melihat ini Gojo mau tak mau merasa sedikit marah. Bukan hanya karena jalan menuju impiannya dihalangi, tapi juga karena para petinggi itu sampai berani mencoba membunuh muridnya.

“Hei, kalian.” Ieiri memanggil mereka, memecah keheningan. Dia tampak sedang memasang sarung tangan karet, bersiap untuk melakukan pembedahan. “Akan kumulai, nih. Apa kalian cuma mau menonton dari sana?”

Gojo dan Ijichi justru memasang wajah terkejut. Bukan karena Ieiri, tapi karena mereka melihat seseorang yang sejak tadi terbaring kaku di meja autopsi mulai bergerak, bangkit untuk duduk. Ieiri yang melihat wajah kaget Gojo dan Ijichi merasa heran, namun dia jadi ikut terkejut ketika menoleh.

Itadori duduk di meja autopsi dengan mata setengah terbuka, seperti hanya bangun dari tidur—tidak terlihat seperti bangkit dari kematian. Matanya baru terbuka sempurna ketika lelaki itu menyadari bahwa dia tidak mengenakan pakaian apapun.

“Wuah, aku telanjang bulat!” serunya kaget.

Ijichi yang melihat pemandangan spektakuler itu langsung terbata-bata. “Go-Go-Gojo! Di-di-di-dia hidup!” serunya gagap, menunjuk Itadori dengan jari telunjuknya yang gemetaran

THE LAST THIRD-EYE (最後の第三の目)| Jujutsu Kaisen fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang