#1 : PRIDE pt. 6 - 拒否 (Refusal)

85 12 1
                                    

Dipandu oleh Shikigami anjing milik Fushiguro, mereka berempat berjalan menyusuri gedung asrama pusat rehabilitasi. Gedung asrama itu sudah diberikan perluasan area oleh si Janin Kutukan, jadi sangat sulit untuk mencari rute yang benar tanpa panduan Shikigami. Sambil mengendus-endus, Shikigami itu terus menunjukkan jalan, sampai mereka tiba di sebuah ruangan yang luas.

Mata Zen menangkap sesuatu di ujung ruangan. Itu adalah jasad. Belum sempat Zen memberitahu yang lain, Itadori lebih dulu berlari ke arah jasad itu. Jasad itu terdiri dari tiga orang, dengan dua orang di antaranya tidak bisa dikenali karena tubuhnya sudah dimanipulasi oleh energi kutukan. Sedangkan yang satunya lagi masih bisa dikenali, namun tubuhnya terpotong menjadi dua menyisakan bagian pinggang ke atas. Zen menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan, tidak ada tanda-tanda tubuh bagian bawah korban ketiga.

“Kejamnya,” gumam Kugisaki, menggigit kukunya.

Fushiguro melihat korban yang sudah dimanipulasi menjadi berbentuk bola. “Itu ... tiga orang, kan?”

Zen berjalan menghampiri Itadori, bersamaan dengan laki-laki itu membentangkan salah satu sisi pakaiannya, melihat tanda nama di bagian dada baju korban.

“Okazaki Tadashi.” Zen mengucapkan nama itu, teringat akan wanita yang mencemaskan putranya—Tadashi. Zen masih bisa mengingat suara gemetar yang diliputi rasa cemas itu.

“Apakah Tadashi ... putraku Tadashi baik-baik saja?”

Zen menghela napas. Dia melirik Itadori yang masih terdiam sebelum berbicara. “Itadori-san?”

“Kita bawa jasad ini kembali,” ucap Itadori setelah mengetahui nama jasad lelaki itu.

Kugisaki yang mendengarnya terkejut. “Eh?”

“Dia putra dari wanita itu,” sahut Itadori.

“Tapi....” Kugisaki tidak tahu harus berbicara apa.

“Wajahnya masih bisa dikenali,” potong Itadori. “Ibunya tidak akan bisa menerimanya kalau kita bilang dia sudah mati tanpa membawa jasadnya kembali.”

Fushiguro tiba-tiba berjalan ke arah Itadori dan menarik bagian belakang tudung kepalanya. “Kita harus mencari dan memastikan dua orang lagi. Tinggalkan jasad itu.”

“Jangan bercanda!” seru Itadori, menoleh ke arah Fushiguro. “Waktu kita lihat lagi, pintu depannya sudah menghilang, kan?! Kita tidak akan bisa masuk lagi!”

“Kita memang tidak akan bisa masuk lagi! Kita tinggalkan jasadnya di sini!” balas Fushiguro, ikut berseru.

Itadori membelalakkan matanya, terkejut mendengar ucapan Fushiguro.

“Aku tidak ingin membahayakan nyawaku untuk menyelamatkan seseorang yang sejak awal tidak ingin kuselamatkan!” tambahnya, masih mencengkeram belakang tudung Itadori.

Mendengarnya, Itadori langsung berdiri, ikut mencengkeram kerah seragam Fushiguro. “Orang yang tak ingin kau selamatkan?! Apa maksudmu?”

Zen yang melihat pemandangan itu tidak bisa berkata apa-apa. Dia sering mengamati orang bertengkar, namun dia tidak mengerti bagaimana cara melerai orang yang bertengkar. Orang bertengkar jika berusaha dilerai hanya akan menganggap orang yang melerainya adalah serangga pengganggu. Zen mengangkat kedua tangannya, ingin berbicara ketika Fushiguro lebih dulu berbicara kepada Itadori.

“Ini tempat penahanan remaja. Penyihir Jujutsu diberikan segala akses atas segala informasi tentang TKP sebelum bergerak,” ucapnya. “Okazaki Tadashi. Dia itu menyerempet gadis kecil sepulang sekolah saat berkendara tanpa SIM. Itu kedua kalinya dia berkendara tanpa SIM! Aku tahu kau terobsesi untuk menyelamatkan banyak orang dan ingin membuat mereka mati dengan tenang. Tapi apa yang akan kau lakukan ketika orang yang kau selamatkan itu membunuh orang lain di masa depan?!”

THE LAST THIRD-EYE (最後の第三の目)| Jujutsu Kaisen fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang