Lima Tahun yang Lalu

7 2 0
                                    

"Ibu ... Ibuuuuuuu ..." Lay berteriak sembari berusaha melepaskan diri dari ke tiga orang yang menawannya. Seseorang yang lain membekap mulut dan hidungnya dengan saput tangan. Tak lama kemudian ia tak sadarkan diri.
*
Saat sadar, Lay mendapati dirinya terbaring dalam sebuah ruangan.
"Siapa kau? Aku di mana?" Lay bangun menghampiri jendela kecil di sana. Matanya seketika melebar. Ia melangkah mundur sembari menatap pemandangan di luar jendela itu.
"Ke mana Anda membawa saya! Di mana ibu saya!" Teriak Lay marah.
Pria tua itu menatap Lay tajam.
"Kenapa Anda diam?!"
Pria tua itu melempar sebuah map ke atas meja.
"Setelah kau melihatnya, aku harap kau sadar bagaimana harusnya bersikap," ujarnya seraya meninggalkan Lay di sana.
*
Dua Puluh tahun yang lalu nyonya Areta melarikan diri bersama seorang pria bernama Alex. Ibu Anda diam-diam berselingkuh dengan pria itu dalam keadaan hamil. Selama nyonya hidup sebagai istri simpanan tuan Alex, ia tidak mengetahui kalau anak dalam kandungan nyonya Areta bukanlah putra kandungnya. Tapi tentu Tuan Alex mengetahui hal ini saat kami membawa Anda tadi.
"Apa Anda bisa membuktikan perkataan Anda?"
"Anda bisa tanyakan sendiri pada ibu Anda nanti."
"Ibu ... di mana ibu saya?"
"Ayah Anda sedang berbicara dengannya saat ini. Anda bisa menanyakan itu nanti."
***
"Jadi itu benar? Jadi inikah alasan kenapa ibu tidak memberitahukan hal apa pun tentang ayah? Ibu menyembunyikan ini semua dariku. Ibu membohongiku juga membohongi Pak Alex demi menjadi simpanannya."
"Ibu tidak membohongimu. Kenyataannya ibu memang membawamu pergi dari ayahmu."
"Tapi tetap saja!! Ibu sudah memisahkanku dari ayah kandungku sendiri. Selama ini aku bertanya-tanya dalam diam mengenai keberadaan ayahku! Tapi aku tidak punya keberanian menanyakan itu karena takut membuat ibu sedih!"
"Maaf!! Ibu tahu yang ibu lakukan itu salah. Tapi ibu sudah terlanjur membuat kebohongan ini. Ibu ... ibu ..." Areta tak mampu melanjutkan kata-katanya. Perempuan itu menangis sesenggukan.
Sesungguhnya ia terjebak dalam cinta buta. Bahkan ia rela bertahan sebagai wanita simpanan hanya demi bisa berada di sisi Alex. Kebohongannya selama ini akhirnya terbongkar, dan Alex membencinya. Beruntung suaminya masih bersedia menerimanya kembali. Namun, tentu saja hubungan mereka tak sebaik dulu. Jelas Yuan hanya ingin menjaga citranya sebagai pengusaha yang dihormati. Kabar Areta yang pergi meninggalkannya sudah merebak sejak lama. Tapi Yuan berhasil mengatasi itu dan membuat hidupnya tetap terlihat baik-baik saja. Keberadaan anak kedua dalam kandungan Aretalah yang membuat pria itu diam-diam melacak keberadaan istrinya itu.
***
"Lupakan semua yang sudah terjadi termasuk mimpimu itu! Mulai kehidupan baru sebagai calon penerusku kelak. Esok, kau sudah mulai belajar hal dasar sebagai penerusku."
"Maaf, aku tidak bisa. Aku harus segera kembali. Teman-temanku sudah menungguku di sana! Mereka pasti bingung juga khawatir karena aku menghilang tiba-tiba."
"Apa kau pikir Alex akan menerimamu! Lagi pula itu tidak penting sekarang!"
"Tidak, menjadi seorang penyanyi adalah impianku. Pesawat yang kemarin itu, entah itu di pinjam atau milik ayah sendiri. Aku rasa ayah cukup kaya untuk bisa menaikinya hanya demi menjumput aku dan ibu. Ayah pasti punya kemampuan agar aku dan teman-temanku bisa terus bernyanyi dalam satu grup."
"Aku tidak setuju kau menjalani pekerjaan rendahan itu."
"Pekerjaan rendahan?" Lay terkejut dengan perkataan ayahnya. Bagaimana mungkin pekerjaan yang ia dapatkan dengan kerja keras sampai ia berhasil debut itu dianggap rendahan?"
"Jadilah orang yang terhormat, bukan orang yang mengemis cinta agar menjadi kaya dan terkenal."
Lay terdiam, terhina, dan terlecehkan, "Mengemis cinta? Seberapa kaya dan terhormat ayahnya sampai tanpa perasaan dan dengan ekspresi tegas mengatakan kalimat itu. Pria tua ini pasti orang kaya dan terhormat yang kejam."
*
Lay tak bisa menolak kenyataan. Ayahnya jauh lebih kuat dan kejam dari yang ia duga. Bertahun-tahun ia hidup dalam jeruji-jeruji hidup yang mengurungnya ke mana-mana. Tak ada kesempatan untuk sekedar menghubungi sahabat-sahabatnya apalagi melarikan diri. Lay juga tidak mengetahui kabar mereka. Otaknya dicekcoki pengetahuan menjadi seorang pebisnis. Perlahan sikap dan kepribadiannya juga berubah, karena begitulah dia dididik. Ia hampir serupa ayahnya juga kakak kandungnya. Dingin, angkuh dan bertampang kejam. Senyuman menjadi pemandangan yang langka dalam keluarga itu. Ya ... Suasana dalam keluarganya pada akhirnya melenyapkan alasan Lay untuk tersenyum. Ia tidak punya pilihan. Bertahan dan menjadi penurut adalah cara terakhir agar ia bisa menemukan kebebasannya.
***
Lima tahun kemudian ...
"Kau sini?" Tanya Suho terkejut.
Lay mengangguk sembari duduk di sisi Suho.
Setelah bertahun-tahun karier EXO pria itu tiba-tiba kembali muncul di sana. Mata Suho berkaca-kaca. Untuk sesaat mereka tak mampu mengatakan apa pun.
*
"Maaf aku terlambat datang. Aku tidak mengira akan ada kejadian seperti ini. Baek Hyun sama sekali tidak pernah menceritakannya padaku. Bagaimana kabar yang lainnya? Aku yakin mereka masih membenciku."
"Baik ... Mereka baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja."
Sejenak keduanya kembali terdiam sembari menatap lurus ke depan. Ada kecanggungan yang tinggal dalam hati mereka setelah sekian lama. Kini dua orang sahabat yang berpisah sekian tahun karena sesuatu hal itu tiba-tiba bertemu kembali dalam situasi yang masih diselimuti duka. Lay sendiri baru bisa menghubungi sahabat-sahabatnya itu setelah empat tahun. Empat tahun lamanya barulah Lay bisa mendapatkan kepercayaan ayahnya meski ia belum sepenuhnya mendapatkan kebebasan seperti sekarang. Itu pun berkat bantuan kakak kandungnya.
"Apa sama sekali tidak ada jalan untuk kembali? Suho bertanya memecah keheningan.
Lay terkekeh, "Kau masih punya perasaan menawarkan hal itu padaku?"
"Ya ... aku masih berharap kau bisa menjadi bagian dari kami lagi."
Lay tersenyum pedih. Air matanya bergulir di pipinya. Rasanya agak mustahil. Sekali pun jalan untuknya kembali itu, ada. Apakah mungkin dirinya mendapat maaf dari sahabat juga penggemarnya. Berkenankah mereka menerimanya kembali?
"Entahlah ... aku juga tidak yakin."
"Memang tidak mudah, tapi setidaknya kita bisa berusaha meyakinkan mereka." Ujar Suho seakan tahu apa yang ada dipikirkan Lay.
"Aku sudah dianggap sebagai pengkhianat. Bukan hal yang mudah mendapatkan maaf dari mereka."
Suho terdiam ...
Sebenarnya, aku kembali ke sini karena sesuatu. Aku jadi mendapatkan ide gila setelah mendengarkan tawaranmu. Ini memang berisiko jika dijalankan. Terutama untukmu sendiri. Tapi semua aku kembalikan padamu."
"Apa itu?"

***
"Haruskah aku mengganti namaku menjadi Seven? Jadi namaku 'manajer Seven' bukan 'manajer Eight' lagi."
"Kenapa kakak punya pikiran seperti itu? Apakah Baek Hyun benar-benar sudah terhapus dalam hidupmu?"
"Bukan, bukan seperti itu. Aku sama sekali tidak pernah menghapus Baek Hyun dalam hidupku. Hanya saja kenyataan pahit ini ..."
"Baek Hyun akan tetap menjadi bagian dari EXO walau tinggal bayangannya saja" tegas Suho.
Hampir setahun berlalu. Setelah kepergian Baek Hyun, ke 7 member EXO yang tersisa mulai mencoba bangun kembali bersama agensi yang baru.
Tak mudah memang.
Sangat tidak mudah.
Apalagi yang dialami Baek Hyun amat kejam dan tragis.
Hampir setahun ternyata tak cukup bagi mereka untuk mampu melupakan semua kejadian itu. Apalagi ketika mereka memulai kegiatan mereka sebagai EXO. Itu sama saja dengan mengorek kembali luka lama karena sekarang mereka harus memulai tanpa Baek Hyun.
Tak dapat dipungkiri, di setiap sisi tempat dan apa pun yang mereka lakukan semuanya mengingatkan mereka tentang sahabat mereka itu. Hal itulah yang kerap membuat mereka tak fokus, jatuh bahkan menangis sedih saat kembali latihan. Mereka merindukannya, merindukan orang yang sudah lama pergi.
*
"Jika Baek Hyun masih hidup, seperti apa kira-kira kehidupannya sekarang?" Xiumin bertanya sembari menatap langit-langit kamar.
Malam itu ke 7 member itu memutuskan tidur dalam satu kamar yang sama. Rutinitas yang biasa mereka lakukan karena esok akan menjadi debut pertama mereka setelah 3 bulan persiapan.
"Kenapa kau selalu menanyakan itu?" Kai bertanya dengan suara memelas.
"Karena itulah caraku bisa bertahan sampai sekarang. Aku tidak peduli entah itu nyata atau aku ditipu perasaanku sendiri. Aku selalu berpikir dia masih hidup. Dia hanya tak mau menunjukkannya pada dunia," Jawab Xiumin.
"Ah ... sudahlah. Jangan membuat kita hidup berada dalam pikiran semu itu," rengek Sehun sembari memeluk D.O yang berbaring di sebelahnya.
"Jika itu benar aku akan menghajarnya!" tegas Chanyoel.
"Apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Kita sedang mencoba bangun dengan menerima kenyataan ini, tapi kenapa kalian membicarakan sesuatu yang terdengar mustahil seperti itu. Berbicara kenyataan yang tak pasti sama saja menipu perasaan kita sendiri," keluh Kai.
"Jangan terlalu larut dalam perasaan kehilangan itu," ujar Suho seraya duduk. "Entah dia berada di tempat lain atau di alam lain, dia akan melihat keadaan kita. Hanya kita yang tak bisa melihatnya lagi. Kita sudah dewasa untuk mengatur perasaan dan pikiran kita. Ingatlah ... kita yang tersisa sekarang tetap harus melanjutkan hidup dan memenuhi harapan banyak orang. Coba bayangkan ... ada banyak yang menunggu dan memikirkan kita dengan kesedihan. Salah satu dari mereka adalah Baek Hyun sendiri. Jika kita terus larut dalam perasaan kita, kapan kita punya kekuatan untuk bangun dan kembali? Masih banyak waktu di hadapan kita untuk tidak berduka lagi. Artinya kesedihan kita hanya soal waktu. Jangan paksakan untuk melupakan. Menangis saja bila ingin menangis. Jangan pernah menyiksa perasaan dengan berpura-putra bahagia. Ingat tanggung jawab kita. Kita harus bisa mengikis kesedihan dan luka orang-orang yang kehilangan, meski kita sendiri mengalami kesedihan itu."
Setiap kalimat yang keluar dari mulut Suho memeluk hangat hati ke enam member itu. Kecuali sang leader yang mampu bersikap tegar, yang lainnya tak mampu menahan air mata mereka. Mereka merindukan sahabat mereka itu, mereka juga menangisi keadaan mereka saat ini.
"Sekarang aku ingin mendengar pendapatmu. Apa yang kau pikirkan tentang Baek Hyun, apakah masih bersama kita di dunia ini?" tanya Kai sembari menghapus air matanya.
"Sampai kapan pun, dia akan selalu hidup di hati dan pikiranku."
***

Mobil berkecepatan penuh itu lepas landas, melayang, dan menabrak bibir jurang yang berada persis di seberang bukit tempat mereka lepas landas. Sentakan keras akibat tabrakan itu membuat Baek Hyun dan Hana yang sama sekali tak mengenakan sabuk pengaman terdorong keras, menabrak kaca depan mobil, dan terlempar di atas rerumputan yang tumbuh subur di daratan itu. Ledakan keras mengiringi terlemparnya Baek Hyun dan Hana dari dalam mobil. Badan mobil hanya sempat mencium bibir jurang dan memuntahkan penghuninya itu hancur bersamaan dengan ledakan. Serpihan-serpihannya berguguran lalu jatuh ke dasar jurang yang teramat dalam itu.
Sungguh kenyataan yang lucu tapi juga menggelikan. Baek Hyun berharap ia dan Hana akan jatuh ke jurang dan mati setelah melesat dengan kecepatan tinggi. Namun kenyataannya mobil yang melesat dengan kecepatan penuh itu justru membuat bagian depan mobil mencium bibir jurang, dan membuat keduanya terlempar keluar, seakan sengaja mengantarkan Baek Hyun dan Hana ke sisi lain bukit itu. Tubuh Hana terlepas dari rangkulan Baek Hyun, menggelinding dan menabrak dinding batu. Baek Hyun yang masih sadar berupaya bangkit. Merangkak dengan tertatih-tatih menghampiri Hana yang tampak diam tak bergerak.
"Hana ... Hana ..." panggil Baek Hyun mencoba menyadarkan kekasihnya itu. Tidak ada jawaban.
"HANAAAAAAAAAAAAA!" teriaknya sembari menangis merangkul kekasihnya itu.

Patah Tumbuh dan Tak Mati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang