13. Terpaksa Kembali

8 1 0
                                    

         Alan menghela nafas menghadapi sikap keras kepala Anely. Awalnya Alan merasa yakin ia bisa melepas Anely untuk Lay. Namun sampai tahap ini ternyata ia tak sesiap itu. Belum lagi perempuan itu begitu keras kepala seakan sangat ingin melepaskan diri darinya. Alan sangat kesal dibuatnya. Tapi ia sendiri tak tahu harus berbuat apa saat ini.

             Di sisi lain, tangis Anely kembali pecah. Bukan karena terluka, tapi kesal dengan sikap Alan yang plin-plan. Ketika hatinya sudah sangat mantap ingin berpisah. Pria itu justru menyulitkan niatnya. Anely benar-benar tak tahan lagi dengan Alan. Terlebih di masa lalu ia diabaikan meski dalam keadaan hamil sekalipun. Selama hidup bersamanya, rasanya tak sekalipun ia melihat suaminya itu bahagia. Anely merasa hanya menjadi orang yang tak dianggap di rumah itu. Sejauh itu Anely masih bisa sabar demi pernikahannya. Namun sikap Alan beberapa hari yang lalu menjadi akhir dari kesabaran itu. Anely benar-benar tak sanggup lagi.

             ***

             "Bertahanlah hingga akhir tahun ini. Setelahnya kalian boleh bercerai jika kau itu yang menjadi keputusan akhir," pinta nyonya Areta pada Anely

             Anely terdiam di hadapan ibu mertuanya itu. Perkara perceraian akhirnya ia sampaikan pada nyonya Areta karena Alan terus menerus menghindarinya dengan berbagai alasan. Di samping itu, Anely tentu harus menyampaikan masalah itu karena memang harus di sampaikan. Tidak mungkin ia menyembunyikan masalah itu dari keluarganya.

             Alan tak memberi tanggapan apa pun. Nyonya Areta juga tidak mau mencampuri lebih jauh dengan menanyakan alasan Anely menceraikan Alan. Anely maupun Alan sudah dewasa dalam menjalani kehidupan pernikahan. Anely pasti punya alasan untuk tidak menceritakan permasalahan dalam rumah tangganya. Selain itu sedikit banyak ia mengenali karakter putranya sendiri. Karena itulah ia memaklumi sikap Anely. Masa lalunya tak lebih baik dari Anely maupun Alan. Ia tak ingin hal serupa terjadi dengan putra dan menantunya. Karena itulah ia berupaya mempertahankan pernikahan itu meski Areta merasa tak pantas menjadi penasihat keduanya. Paling tidak, sarannya mampu membuat Anely mengambil waktu lebih banyak untuk memikirkan keputusannya. Maklumlah, Anely saat ini masih dilanda emosi yang menggebu-gebu.

             Ekspresi Anely tampak tidak terima dengan keinginan ibu mertuanya. Matanya menatap nyonya Areta seakan-akan tak percaya dengan saran yang baru saja keluar dari mulut ibu mertuanya. Tapi ia belum bisa mengatakan apa pun.

             "Hanya 5 bulan saja. Selama 5 bulan ini jalani saja kehidupanmu seperti yang kau inginkan. Aku hanya memintamu  bertahan selama 5 bulan setelah itu kau bisa menceraikannya sesuai keinginanmu," pinta nyonya Areta penuh harap.

             Sejenak Anely terdiam berusaha meredam gejolak jiwanya. Lima bulan itu terlalu lama. Rasanya ia tidak sanggup bertahan apalagi dengan hatinya yang sekarang dipenuhi kebencian tinggal seatap dengan Alan lagi. Apalagi pria itu jelas-jelas pernah merendahkannya, dengan berkata seolah-olah dia tidak menginginkan Anely.

             "Tapi ... tapi aku sungguh tidak bisa tinggal bersamanya lagi. Aku benar-benar belum bisa menerimanya. Dia juga ... " Anely tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia terisak sembari menutup mukanya dengan kedua tangannya.

             "Aku minta maaf jika sudah membuatmu terluka," ujar Alan tiba-tiba.

             "Kenapa kau membuatnya menjadi sulit begini? Bukankah ini yang kau inginkan dari dulu?"

             "Aku sudah bilang aku belum siap dengan keputusanmu. Berikan waktu untukku berpikir lebih lama lagi sampai aku benar-benar yakin dengan keinginanmu."

             "Kau egois!”

             "Anely ... kau punya banyak tempat untuk menenangkan dirimu sejenak jika tak sanggup untuk tinggal bersama Alan. Memintamu bertahan selama 5 bulan bukan berarti aku memaksamu untuk tinggal bersamanya. Jalani kehidupanmu seperti yang kau inginkan begitu juga dengan Alan. Sebagai ibunya aku memohon padamu untuk memberinya kesempatan merenung dan berpikir. Bukan karena aku membela dan membenarkan perbuatannya. Aku meminta hal ini demi kebaikan kalian berdua. Aku takut keputusan ini kau ambil lantaran kau masih dilanda emosi."

Patah Tumbuh dan Tak Mati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang