6. Rasa Penasaran yang Terjawab

4 2 0
                                    

Syuting pertama akan di mulai ...
Hari pertama, Chanyoel bersama 3 orang rekannya sesama artis berjalan-jalan di sekitar bukit, kemudian turun menyusuri jalanan Dusun. Mereka mencoba mengakrabkan diri dengan bercengkerama dengan penduduk desa, dan bermain bersama anak-anak. Sepertinya Chanyoel dan ke tiga temanya bisa dengan mudah akrab dengan penduduk. Mereka bahkan diajak makan bersama di salah satu rumah penduduk Dusun.
Sore hari,  beberapa penduduk mengajak mereka memancing di sungai yang berdekatan dengan rumah Hana dan Baek Hyun. Chanyoel tertegun. Dirinya tidak mengira masih ada rumah di ujung jalan yang sepi itu.
“Oh ... ada rumah juga di sini,” ujarnya pada salah satu penduduk yang mengawal mereka.
“Itu rumah Rain dan istrinya. Sayangnya mereka tidak ada. Rain  mengantar istrinya ke desa seberang untuk memeriksa kandungan istrinya.”
“Oh ...” Chanyoel mengangguk-angguk.
“Nanti juga kau akan bertemu dengan mereka. Rain juga biasa melaut bersama kami.  Eum ... aku pikir kalian seumuran.”
“Benarkah? berarti dia masih muda?”
"Iya, Semua penduduk mengenal juga menyukai Rain dan istrinya. Kehadiran mereka membawa banyak perubahan bagi Dusun kami. Mereka sangat baik, ramah, juga pintar. Bangunan yang kalian tempati itu rancangannya. Sebenarnya mereka juga pendatang di sini. Tapi kemudian menjadi penduduk tetap di sini. Bila bertemu nanti, akan kukenalkan mereka pada kalian.”
"Baiklah ... aku juga jadi penasaran dengannya." ujar Chanyoel sembari tersenyum.
***
Beruntung kali ini Hana bisa mengendalikan dirinya. Mereka berhasil tiba di Desa seberang meski wajah Hana tampak pucat karena mabuk laut. Setidaknya kali ini dia tidak muntah dan tidak pingsan lagi.
Di salah satu puskesmas Desa, Baek Hyun menemani Hana mengecek kehamilannya. Pria itu mengenakan topi yang sebisa mungkin menutupi sebagian wajahnya karena takut ada yang mengenalinya.
“Tuan Rain, silakan menemui dokter,” ujar salah satu petugas puskesmas itu.
“Baek Hyun pun bangun dan menggandeng istrinya untuk bertemu dengan dokter. Hana tertegun menatap dokter yang tengah membaca hasil pemeriksaan Hana.
Rambutnya dipotong pendek namun wajahnya terlihat begitu cantik. Sepertinya dokter itu tak menyadari kehadiran Hana dan Baek Hyun di ruangannya.
“Bu dokter ...” sapa Hana membuat dokter itu tampak terkejut lalu terkekeh.
“Aku seorang pria,” sahutnya membuat Hana terkejut dan seketika  malu. Setengah badannya yang tersembunyi di balik meja membuat Baek Hyun dan Hana tertipu dengan penampilan pria itu.
"Maafkan aku,” ujar Hana sembari menahan malu.
“Tidak masalah. Ini sudah sering terjadi bagi pasien baru. Namaku Luhan, silakan duduk."
“Oh iya, terima kasih.”
“Jadi sudah 4 bulan?”
Hana kembali mengangguk.
“Sebenarnya kau masih sedikit kurus, pinggulmu juga kecil. Ada kemungkinan kau akan sulit mengeluarkan bayinya, jadi akan ada kemungkinan kau akan melahirkan secara Cesar.” Jelas dokter Luhan santai.
Berbeda dengan Baek Hyun yang  terkejut dengan penjelasan dokter Luhan yang blak-blakan. Wajah Hana perlahan  pucat pasi.
"Usahakan berat bayi tidak mencapai 3 kg.  Sebenarnya makin berat makin bagus, tapi ibunya akan kesulitan melahirkan secara normal. Yang kukutakkan di awal tadi hanya prediksi. Tapi sebaiknya kalian bersiap karena hal itu bisa saja terjadi. Bayimu juga sehat, hanya ibunya yang sedikit kurang fit.”
“Istriku mabuk laut.”
“Oh ... pantas saja.”
"Kalian tinggal di Dusun seberang?”
“Iya,” jawab Baek Hyun pendek.
“Aku akan memberi vitamin untuk ibu hamil.”
“Itu ...” Baek Hyun kesulitan melanjutkan kata-katanya karena lupa istilah yang dimaksud
“Apa?”
“Boleh kami melakukan ...”
“Tentu saja boleh,” sambar dokter Luhan. “Kau bisa melakukannya bahkan meski usia kandungnya sembilan bulan. Tapi ingat, tentunya kau tak bisa melakukannya sama seperti sebelum istrimu hamil. Lakukan dengan pelan dan posisi yang tepat. Jangan sampai bayimu tertindih, juga jangan terlalu sering. Itu tidak baik untuk bayimu,” jawab dokter Lu sembari tersenyum.
Wajah Hana seketika memerah karena malu, demikian pula dengan Baek Hyun. Hana mencubit pinggang Baek Hun hingga pria itu tersadar.
“Maksudku ... maksudku bukan itu, tapi ...”
“Itu ... foto bayi dalam perut.” Sambung Hana.
“Oh ... USG?”
“Iya,” jawab Baek Hyun lega.
“Oh ...” ujar dokter Luhan yang jadi sedikit malu setelah kesalahpahaman tadi.  “Tidak ada alat seperti itu di sini, kecuali kalau kalian ke kota.”
Hana dan Baek Hyun saling bertatapan. Jelas sekali itu tidak mungkin mereka lakukan.
"Tapi, jika itu tidak dilakukan, apakah akan jadi masalah?" Tanya Baek Hyun memastikan.
"USG tujuannya untuk mengetahui keadaan bayi di dalam kandungan, jenis kelaminnya dan lain-lain. Jika istrimu merasakan sesuatu yang tidak nyaman tentu saja akan disarankan untuk USG. Aku rasa istrimu juga bayinya sehat-sehat saja."
Hana dan Baek Hyun kembali saling bertatapan. Mereka tampak lega. "Terima kasih,” ujar Baek Hyun sembari menatap dokter Luhan.
***
“Semoga apa yang dikatakan dokter itu tidak benar-benar terjadi. Kita punya tabib yang hebat di Dusun. Semua penduduk juga mengakui kehebatannya. Bahkan yang kudengar penduduk di sana hampir tak pernah memeriksakan kehamilannya ke puskesmas, tapi semuanya baik-baik saja sampai mereka melahirkan.”
“Aku harap begitu,” Jawab Baek Hyun. "Aku harap kau dan bayi kita akan baik-baik saja sampai lahir nanti. Tapi kita juga harus bersiap dengan kemungkinan yang dikatakan dokter tadi.”
“Termasuk ...” Hana tak melanjutkan kata-katanya.
“Iya ...  jika saatnya itu memang harus terjadi, kita tak bisa mengelak. Kita akan hadapi bersama,” ujar Baek Hyun sembari menggenggam tangan istrinya.
***
“Aku dan istriku pernah tinggal di kota. Pekerjaanku persis dengan yang dikerjakan orang-orang yang datang ke sini. Dahulu aku di kenal di mana-mana. Mungkin orang-orang di desa seberang bisa ada  yang mengenaliku. Hanya penduduk di sini yang sama sekali tidak mengetahui siapa diriku. Karena itulah aku merasa nyaman dan aman di sini.
Dahulu, aku mengalami suatu masalah yang membuat aku dan istriku nekat bunuh diri dengan terjun ke jurang. Tapi aku memacu mobil dengan kecepatan tinggi hingga mobil itu menabrak bibir jurang. Entah bagaimana kami terlempar keluar dari mobil dan berakhir selamat. Sementara mobil itu jatuh ke dasar jurang yang sangat dalam. Tidak satu pun orang yang tahu kalau kami selamat. Dari berita yang kulihat dan kudengar semua orang telah memastikan kami telah tewas bersama mobil itu. Karena itulah aku dan istriku memutuskan untuk tidak memberi tahu keberadaan kami. Aku dan istriku menjadi pelarian selama berbulan-bulan. Pada akhirnya kami tiba di sini, tiba di tempat di mana orang-orang tidak mengetahui siapa kami dan yang berkenan menerima kehadiran kami.”
“Bolehkah aku mengetahui apa yang membuatmu nekat melakukan itu?”
“Ceritanya panjang ...” Baekhyun menghela nafas sebelum ia menceritakan yang sesungguhnya. Sesungguhnya berat baginya mengungkit cerita lama yang menyakitkan itu.
“Bagaimana ... apa Rain akan ikut bersama kita?” Tanya salah satu nelayan memecah lamunan Aspir
“Kenapa?” Tanya Aspir terkejut.
"Apakah Rain akan ikut bersama kita? Aku tidak melihatnya 2 hari ini."
“Istrinya sedang hamil, jadi dia harus menjaga istrinya. Kalian berangkatlah bersama mereka.”
*
Syuting hari ke dua ...
“Melaut bersama para nelayan.”

Meski baru belajar, Chanyoel dan ketiga temannya bisa mengikuti pekerjaan para nelayan itu dengan baik. Syuting berjalan dengan lancar dan sangat menyenangkan, terlebih bagi Chanyoel sendiri yang suka berpetualang dan melakukan hal-hal baru seperti itu. Sepulang melaut, Chanyoel dan para nelayan mengadakan pesta kecil bersama dengan memasak sebagian hasil tangkapan mereka di sekitar penginapan. Kegiatan itu juga bagian dari syuting mereka. Syuting akan di lanjutkan keesokan harinya. Mereka akan menyeberangi lautan dan menjual hasil tangkapan mereka bersama para nelayan.
***
Kehadiran Chanyoel dan rekan-rekannya di Desa seberang bersama para kru menjadikan mereka tontonan yang menarik oleh penduduk Desa di sebarang. Apalagi setelah kabar mereka adalah artis yang sedang syuting di tempat mereka. Banyak penduduk Desa yang mengambil kesempatan itu untuk berfoto bersama mereka termasuk denga  para kru yang dianggap orang asing di Desa itu.
Desa seberang yang dimaksud memang sudah lebih maju dibandingkan Dusun tempat tinggal Baek Hyun dan Hana. Di sana sudah ada jaringan internet, ada listrik meski hanya menyala di malam hari, dan tentunya sudah bisa di jangkau kendaraan bermotor.
Hasil laut hari itu laku dalam sekejap. Setelah semuanya habis terjual para kru juga nelayan kembali pulang ke Dusun. Sesampai di sana, Hasil penjualan pun di bagi, Chanyoel dan kawan-kawannya juga  mendapat jatah. Meski sempat menolak, pada akhirnya mereka mengalah untuk menerima hasil kerja keras mereka bersama.
***
Sembari berbaring, Chanyoel tersenyum sembari merentangkan uang yang ia terima tadi  dengan ke dua tangannya. Uang itu jauh lebih kecil dibandingkan penghasilan yang ia terima sebagai artis. Tapi jika  diingat, wajah-wajah nelayan tadi terlihat begitu bahagia. Pekerjaan mereka jadi terasa menyenangkan karena lawakan-lawakan lucu nelayan itu.
“Rain ...”
Nama pria itu kerap diperbincangkan oleh para nelayan yang melaut bersamanya. Sampai hari ini Chanyoel belum berjumpa dengan pria itu. Entah kenapa rasa penasarannya makin menjadi-jadi.  Mungkinkah esok mereka akan bertemu?
“Kau tidak lelah?”  Tanya Jin sembari berbaring di samping Chanyoel.
“Badanku memang lelah, tapi pikiran sulit melupakan pengalaman kita beberapa hari ini.”
“Iya, rasanya menyenangkan. Apa kegiatan kita esok?”
“Kata sutradara, kita akan syuting di kebun. Mungkin kita akan berkebun, juga memanen hasil kebun lalu menjualnya lagi ke Desa seberang seperti tadi."
“Benarkah, rasanya akan menyenangkan lagi."
“Ayo tidur. Kita harus bersiap untuk esok ....”
***
Syuting  selesai dengan cepat. Setelah belajar berkebun dan memanen hasil kebun, para kru dan artis diberi waktu sebebasnya untuk menikmati suasana Dusun. Sebagian dari mereka ada yang bersantai di penginapan, ada pula yang  jalan-jalan ke pantai, pergi memancing, berkunjung ke rumah penduduk, dan lain-lain.
Chanyoel sendiri memilih untuk jalan-jalan menuju sungai kecil di ujung Dusun. Dia membawa alat pancingan karena ia ingin sekalian memancing  di sana. Ketika melewati rumah di ujung desa itu, Chanyoel menghentikan langkahnya. Sekali lagi rumah itu tampak lengan. Pemilik rumah itulah yang sampai sekarang membuatnya penasaran. Orang yang begitu terkenal di Dusun namun tak pernah sekalipun ia bertemu atau melihat sosok itu. Chanyoel melanjutkan langkahnya menuju sungai. Namun setelah beberapa langkah, samar-samar ia mendengar langkah seseorang tak jauh di belakangnya. Merasa penasaran. pria itu menoleh, namun tidak ada siapa pun di sana. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Namun rasa penasaran terus mengganggu pikirannya. Jangan-jangan itu suara langkah si pemilik rumah?
Chanyoel mengurungkan niatnya dan berbalik ke rumah tadi. Benar saja, memang ada orang.


Seketika darah Chanyoel berdesir ... dadanya tiba-tiba bergemuruh dan mengalirkan hawa panas di sekujur tubuhnya. Tubuh itu seketika gemetar. Matanya yang melebar seakan berusaha memastikan sosok yang kini berdiri membelakanginya. Sejauh ini Chanyoel masih saja kesulitan meyakini dirinya akan apa yang ada di hadapannya saat ini.   Sosok yang diperhatikan Chanyoel  tidak menyadari seseorang tengah menatapnya. Pria itu sibuk mencabut rumput yang tumbuh di sekitar kebun di halaman rumahnya itu. Ketika posisi tubuhnya berubah menyamping, rupanya terlihat jelas. Senyumnya yang tampak puas menantap kebunnya sendiri semakin memastikan sosok dirinya yang dikenal Chanyoel.

Lahar dingin berseluncur dari bawah bola mata Chanyoel yang memerah. Hawa panas tadi terasa makin membara di tubuhnya hingga membuat wajahnya juga memerah. Setelah memastikan dengan sangat pasti, dengan langkah tegas ia bergerak maju membawa kesedihan dan amarah yang bergejolak dalam jiwanya.

“Baek Hyun ...”

Patah Tumbuh dan Tak Mati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang