Bab 19

9 1 0
                                    


Lorong sekolah pada menit-menit terakhir menuju bel masuk usai jam istirahat masih ramai. Sebagian besar orang menghabiskan waktu di luar kelas. Beberapanya tertubruk bahu Sajaka ketika  berlari melewati lorong itu. Sajaka yang dikejar waktu hanya memikirkan supaya ia secepat mungkin tiba di perpustakaan. Ia ingin menemui seseorang yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Semenjak ada orang ini, kehidupan menjadi aneh.

Sebelumnya tidak ada yang lebih menarik dari kegiatan sekolah dan lomba-lomba akademik. Sajaka banyak mengikuti perlombaan antar sekolah sampai lupa berapa jumlah piala yang ia dapatkan. Hari-hari berbau ambisi itu perlahan berubah sejak ibunya membawa gadis tinggal di rumah mereka. Mengisi kamar di dekat kamar Sajaka pula.

Sajaka seperti tengah memutar arah di lampu merah. Perhatiannya jadi hanya tertuju pada gadis itu. Jika dulu ia berpikiran bisa mengelilingi dunia lewat buku, ternyata masih ada dunia yang tidak terjamah olehnya lewat buku-buku. Sajaka baru mengetahui ada dunia ajaib dan ada Sadina di dalamnya.

Dunia ajaib itu bukan hanya indah, tapi juga memberinya banyak pengalaman mengesankan. Terutama soal perasaan yang belum Sajaka pastikan namanya apa. Terkadang sangat sulit dijelaskan karena terlalu berubah-ubah. Terkadang juga ia menikmati perasaannya itu karena menyenangkan.

Dari kejauhan perpustakaan tampak sepi. Memang biasanya juga menjadi tempat paling sepi di seluruh penjuru Deltaepsilon. Jarang ada yang berkunjung ke sana kalau bukan karena ditugaskan guru mencari buku referensi. Senyuman di bibir sedikit melengkung kala menemukan gadis berambut panjang itu duduk di meja baca paling belakang perpustakaan. Sadina tidak menyadari dirinya sedan diperhatikan Sajaka dari jendela di luar. Segera saja menyimpan sepatu di lemari penyimpanan sebelum masuk perpustakaan.

Lumayan lama dari terakhir kali ia berkunjung ke tempat dominan beraroma buku itu. Tempatnya tidak banyak berubah, masih seperti kuburan bagi ribuan buku.

"Ketua OSIS?" Seseorang muncul dari balik meja panjang dekat pintu masuk.

Sajaka sedikit tersentak kaget.  "Ngagetin aja, Pak Agus!"

"Saya juga kaget sama kedatangan Sajaka ke sini. Isi dulu daftar kunjungan." Pak Agus menunjuk lewat mata belonya.

Sajaka menggelengkan kepala sembari melangkah maju ke depan komputer tempat mengisi daftar kehadiran. Ketika Sajaka menginput nama dan asal kelas, gerak-geriknya terus diperhatikan Pak Agus. Jadinya Sajaka risih sendiri.

"Ada apa, Pak?"

"Enggak, cuma tiba-tiba kepikiran, kalau aja siswa sepopuler Sajaka sering datang ke perpustakaan pasti banyak yang ngikutin masuk ke sini juga."

"Pak Agus ada-ada aja. Apa hubungannya minat baca anak sekolah ini sama saya yang datang ke perpustakaan?" Sajaka terkekeh bersamaan dengan ditekannya tombol enter di papan ketik. Ia sudah selesai mengisi daftar kunjungan, tapi petugasnya kelihatan masih ingin mengajaknya bicara.

"Ya ada hubungannya. Siapa yang nggak kenal Sajaka di Deltaepsilon ini? Kamu bisa memengaruhi orang lain supaya mau ke perpustakaan dengan kepopuleran kamu itu. Gimana mau nggak jadi brand ambassador perpustakaan kita?"

Dalam hati Sajaka mengeluh. Kenapa orang-orang begitu mudahnya memberi ia beban?

"Duh, Pak. Berat banget ya jadi brand ambassador. Sedangkan saya ke perpustakaan aja dalam satu semester cuma waktu pembaruan kartu perpustakaan sama pengambilan bahan ajar. Maaf nih, Pak. Bukannya saya nggak sopan, tapi untuk sekarang ini minat baca saya juga kurang. Kayaknya saya nggak cocok jadi brand ambassador perpustakaan. Kalau misalnya orang-orang ke perpustakaan karena saya, bukannya baca buku malah karena ingin ketemu saya lagi. Kan tujuan perpustakaannya jadi nggak tercapai." 

Selain itu ya ... karena tugas-tugas di organisasi masih banyak. Sajaka juga harus memikirkan persiapan lomba sampai akhir semester ini. Di saat yang sama ia sedang mempersiapkan masuk ke universitas.

"Iya juga ya. Soalnya citra kamu sangat baik, jadi saya kepikiran sampai sana." Pak Agus menghela napas, seakan menyuarakan kegelisahan tentang sepinya tempat ini. "Mau pinjem buku atau baca? Eh tapi sebentar lagi bel masuk. Datang ke sininha mepet."

"Ada yang perlu dicari aja, Pak. Nggak akan lama." Sajaka tersenyum, tertuju pada salah satu barisan rak buku. 

***

Sajaka menyusuri rak-rak berisi buku perlahan. Ia berencana mengejutkan seseorang di ujung ruangan. Dari kejauhan punggungnya yang mungil membelakangi. Sadina menelungkupkan kepala di atas meja baca. Tidak menyadari kedatangan seseorang menuju dirinya. Saat jarak mereka semakin dekat, Sajaka berjalan mengendap-endap.

Dari samping terlihat Sadina tengah memejamkan mata. Sebagian rambutnya sedikit menutupi wajah. Sajaka hendak menyentuh bahunya, tetapi tangannya mengambang di udara ketika layar ponsel di dekat Sadina menyala. Tanpa sengaja sebuah notifikasi pesan ya g muncul di layar terkunci itu terbaca olehnya. Kening Sajaka mengernyit. Rasanya itu bukan notifikasi dari aplikasi pesan singkat yang biasa digunakan saat ini.

Notifikasi pesan lain berdatangan membuat lambang dari aplikasi yang sangat asing bagi Sajaka semakin sering muncul. Sajaka merasa familiar dengan lambangnya. Sementara getaran ponsel pada akhirnya membangunkan Sadina. Gadis itu mengerjap begitu menyadari seseorang berdiri di sampingnya.

"Sajaka?" Sadina mengucek mata sembari duduk tegak. "Ngapain kamu di sini?"

Entah mengapa dari usahanya mengingat-ingat tentang lambang dalam pesan yang muncul di layar ponsel Sadina, yang terlintas dalam ingatannya malah perkataan Kevin tentang web misterius. Mereka masih menyelidiki hal ini. Namun, apa ada kemungkinan Sadina diam-diam ikut ke dalam lingkaran web itu? Sajaka menatap gadis di hadapannya dengan tajam.

"Udah bel masuk?" Sadina menoleh ke arah jendela mendengar musik bernada riang tanda jam istirahat telah berakhir.

"Sadina." Namun Sajaka lagi-lagi mengabaikan perkataan Sadina. "Kalau ada apa-apa jangan sungkan buat cerita. Kamu nggak perlu nyari hal lain selagi ada aku yang bisa dengar masalah kamu."

Sesaat Sadina dibuat tertegun.

"Aku cuma agak sensitif akhir-akhir ini. Maaf sempat marah sama kamu kemarin. Aku kecewa aja belum bisa bikin kamu terbuka. Untuk perkataan barusan itu beneran aku ingin jadi orang yang kamu cari di saat senang dan sedih. Nggak ada rahasia lagi, Din."

Seolah sengaja tidak membiarkan lawan bicaranya mengatakan kalimat balasan, Sajaka tanpa kata menggenggam tangan Sadina dan menariknya. Sadina harus menyeimbangi langkah cowok yang menarik tangannya menyusuri rak-rak buku.

Sajaka menoleh ke belakang ke sekilas. Kemudian genggaman tangannya semakin erat, tetapi tidak menyakiti. Sadina malah merasa terlindungi.

==Fake Protagonist==

[Aku pengen cerita ini buru-buru tamat, tapi kok susah 😤]

Fake ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang