Bab 26

7 3 0
                                    


Seorang pemuda berdiri di ambang pintu gerbang yang terbuka lebar. Derit pelan pintu itu baru berhenti setelah beberapa detik berlalu.

Halaman rumah yang terhampar rumput tanam tampak terawat. Walau daun-daun kering di beberapa sudut berserakan, tetapi sepertinya terakhir disapu satu hari yang lalu. Tidak terlihat bahwa sebenarnya rumah itu tanpa penghuni selama bertahun-tahun.

Pemandangan itu menarik mundur ingatan Sajaka kembali ke masa kecil yang penuh tawa. Dulu ia sering berlarian bersama kakak laki-lakinya di halaman rumah. Bermain bola sampai memecahkan salah satu jendela dan berakhir mendapatkan omelan panjang ibu mereka. 

Bibir Sajaka berkedut kecil. Senyum tipisnya menandakan bahwa itu semua tinggal kenangan. Namun tidak banyak kenangan yang menyenangkan. Sajaka masih ingat bagaimana pada akhirnya sebuah tragedi menghancurkan kehangatan rumah itu sehingga mereka terpaksa pindah ke suatu tempat. Sekarang ia malah berdiri lagi di tempat ini.

“Den Sajaka sudah sampai?”

Pak Anto, penjaga rumah tergopoh-gopoh berjalan ke arah gerbang. Sebelumnya Sajaka menghubungi penjaga rumah lama jika ada sebuah paket yang di kirim ke alamat rumah itu harus segera menghubunginya. Jangan sampai diketahui Selin maupun Deka. Oleh karenanya waktu Pak Anto menghubungi ada paket datang ke rumah itu atas nama Rico, Sajaka langsung yakin kalau ia harus segera memeriksanya.

Sajaka mengikuti langkah Pak Anto memasuki rumah. Sampai di ruang tengah, Pak Anto mengambilkan sebuah paket masih terbungkus kardus coklat. Benar saja, pengirimnya adalah Sadina. Begitupun nomor ponsel Sadina juga ada di sana.

“Kalau begitu Bapak ke belakang lagi ya, Den? Masih ada kerjaan di belakang. Kalau ada apa-apa langsung panggil saja.”

“Iya, makasih, Pak Anto. Tapi Pak Anto—“

“Iya, Den?”

“Soal kedatangan saya hari ini ke sini  Pak Anto nggak bilang ke Mama atau Papa, kan?”

Pak Anto tersenyum ramah, “Tidak, Den. Sesuai permintaan Den Sajaka, ini harus jadi rahasia antara Den Sajaka dan saya saja. Sebenarnya saya takut kalau ketahuan Bu Selin marah.”

“Pak Anto nggak perlu khawatir, kalau ketahuan Mama marahnya cuma ke saya aja.”

Usai percakapan itu Pak Anto kembali bekerja meninggalkan anak pemilik rumah di ruang tengah. Sajaka duduk di sofa membuka paket kiriman Sadina untuk Rico. Suara gergaji dan kapak memotong kayu yang tumbang di belakang rumah menjadi latar suara. Sajaka lumayan tak sabar sekaligus berdebar saat berhasil membuka kardus paket itu.

Ia lalu menyobekkan bubble wrap hitam pelindung paket bagian dalam. Isinya percis kotak hadiah yang Sajaka lihat tempo hari saat Sadina menceritakan kalau ia akan mengirim sebuah hadiah pada teman online-nya. Seketika Sajaka kesulitan menghirup udara. Seolah di sekitarnya adalah ruang hampa.

Hadiahnya adalah sebuah gelang alumniium dengan ukiran inisial huruf R. Sadina juga menambahkan sebuah pesan singkat dalam secarik kertas kecil. Sajaka membacanya dalam diam. Hanya sebuah kalimat ucapan ulang tahun yang membuatnya tercenung lama.

Sebuah gambar pada tutup kotak hadiah sekilas tertangkap sudut matanya. Ia mengusap gambar di permukaan kertas itu degan perasaan mengenali sekaligus asing. Tidak berapa lama sesuatu terlintas dalam benaknya. Sontak ia berdiri, lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai dua.

Entahlah, firasatnya mengatakan akan menemukan sesuatu di salah satu ruangan di lantai dua. Ia membuka ruangan paling ujung di lantai itu. Di mana ruangan itu paling di hindarinya dari dulu.

Mengembuskan napas, Sajaka mendorong gagang pintu. Pintunya terbuka bersamaan dengan aroma ruangan yang lama tidak di tempati. Sajaka agak merinding. Dirinya lupa kapan terakhir menginjakkan kaki di kamar itu. Ruangan yang semua sudut mengingatkan pada mendiang kakak perempuannya.

Sajaka diserang haru dan sedih. Ia memaksakan diri berjalan lebih dalam. Langkahnya menuntun sendiri ke arah menja meja belajar. Sajaka berdiri agak lama di sana. Memperhatikan setiap barang peninggalan mendiang. Lalu seperti sesuatu dengan sengaja tengah mengarahkan Sajaka ke sana. Sajaka menemukan yang sedari tadi ia cari.

Gambar yang sama dengan stiker di kotak hadiah dari Sadina tertempel di dinding kamar mendiang kakak perempuannya. Ini terlalu aneh untuk disebut hanya kebetulan. Masalahnya ia belum mengetahui apa arti dari lambang itu. Mengapa kedua orang yang begitu ia sayangi ada hubungannya dengan lambang itu?

Sajaka hampir tidak merasakan kakinya. Ia berpegangan pada kursi agar bisa tetap berdiri. Dari pantulan cermin hias ia menatap matanya langsung. Di saat bersamaan entah itu permainan halusinasi di saat pikiran berada dalam tekanan atau memang betul adanya kalau ia melihat pantulan dirinya di cermin itu berseringai.

Tersentak kaget merasa tidak bisa mengenali dirinya sendiri, Sajaka tanpa sadar memukul cermin itu dengan tangan kosong begitu keras.

Cerminnya retak parah dengan noda merah di pusatnya. Sementara Sajaka terengah-engah menatap pantulan dirinya pada pecahan-pecahan cermin. Tetesan darah yang meluncur dari gepalan tangan membentuk genangan kecil di atas lantai.

==Fake Protagonist ==

[Bisa nebak kelanjutannya apa?]

Fake ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang