Bab 14

33 7 32
                                    

Sadina tertegun menatap dua orang yang menyambutnya di depan gerbang sekolah. Kelas baru saja berakhir. Karena tidak ada kegiatan lain jadi Sadina memilih pulang. Namun bukan Deral yang dia temukan.

Mereka tampak senang melihat Sadina melangkah pelan ke arah mereka. Seperti sesuai harapan.

Padahal dalam benak Sadina bertanya-tanya, mereka datang ke sini untuk menemuinya atau untuk Sajaka.

"Tante--"

Belum rampung perkataan Sadina, tubuhnya diraih ke dalam pelukan. "Sadina, Tante kangen ...."

Cukup lama Selin memeluk Sadina sampai suara Dika menginterupsi. "Sayang, kasihan Sadina nggak bisa napas."

"Eh, iya, iya, Sadina maaf. Tante terlalu seneng lihat kamu lagi setelah beberapa hari. Kabar kamu baik, kan?"

"Aku baik, Tante. Maaf nggak ngasih kabar aku diajak pulang ke rumah Kak Dei. Mungkin besok atau lusa aku bawa barang-barangku di rumah Tante. Kak Dei minta aku tinggal di rumahnya aja. Rumah Kak Dei cukup besar, kasihan Kak Dei tinggal di sana sendirian."

"Loh, kok gitu sih? Nggak usah diambil. Kamu tinggal di rumah kami aja."

"Tapi, Tante--"

"Kalau kamu kasihan lihat kakak kamu tinggal sendirian, minta aja Dei tinggal di rumah kami juga. Masih ada kamar kosong kok. Iya, kan, Pa?"

"Iya, kamar kakaknya Sajaka jarang dipakai. Yang punyanya jarang pulang. Sajaka juga pasti seneng ada pengganti kakaknya bisa diajak main."

Sadina cuma senyum aja, soalnya nggak yakin Deral bisa diajak main Sajaka. Pertemuan pertama mereka aja udah ribut. Kelihatan jelas juga Deral nggak menyukai Sajaka.

"Aku harus bilang dulu ke Kak Dei."

Selin tampak kecewa. Dielusnya rambut Sadina pelan. "Dua hari nggak ada kamu di rumah sepi banget."

"Om juga kepikiran belum menepati janji ajak Sadina jalan-jalan ke wisata alam sekitaran Dago," tambah Dika.

Oh, pembicaraan yang waktu pertama kali Sadina menginjakan kaki di rumah Argajaya. Duka menjelaskan dekat dari perumahan ada hutan lindung yang sebagian wilayahnya jadi objek wisata. Sadina sempat surfing juga di internet apa saja tempat wisatanya. Ternyata bagus-bagus. Apalagi kalau tujuan utamanya mengambil foto.

Ini yang membuat Sadina betah tinggal di rumah Sajaka. Ia bisa mendapatkan kasih sayang orang tua lengkap. Mereka betul-betul menyayangi Sadina layaknya anak kandung. Bedanya dengan Sajaka setiap Sajaka berbuat kesalahan pasti mama dan papanya marah dan ngomel panjang. Sedangkan Sadina hanya dibantu menyelesaikan masalah itu, tapi nggak kena marah. Mungkin agak gimaan juga memarahi anak orang.

"Sadina!"

Suara familiar terdengar tidak lama kemudian. Deral baru tiba dengan motor Vespanya. Dilihat dari setelannya Deral baru pulang kuliah. Kampusnya agak jauh dari sekolah Sadina. Makanya tadi Sadina menolak dijemput Deral, kasihan. Tapi Deralnya memaksa.

Muka Deral langsung menunjukkan ketidaksukaan menyadari Sadina ditemani Selin dan Dika. Deral berjalan sedikit angkuh. Bagaimanapun ia harus mempertahankan Sadina di sisinya.

"Deral, apa kabar?" Selin menyapa.

Deral sedikit mengangguk. "Baik, Tante." Lalu menoleh pada Sadina yang takut kakaknya kembali terlibat dalam keributan. "Udah lama?"

"B-baru aja." Sadina gugup sambil ujung pegang tali tas.

"Yuk, pulang." Deral meraih jemari Sadina, menggenggamnya erat.

Fake ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang