Haekal & Naren : Past I

23 6 0
                                        

Anak lelaki berkulit pucat yang sudah menginjak 14 Tahun itu menatap keluar jendela, menatap ke arah anak-anak seusianya yang bermain dengan riang.

Dia iri, dia ingin menjadi seperti mereka, tapi itu hanya halusinasinya saja, dia tidak bisa hidup tanpa obat-obatan, infus dan berbagai macam alat yang bahkan dia tidak tahu namanya, yang dia tahu hanyalah alat-alat itu membantunya tetap hidup, dia muak.

Tapi toh, buat apalagi hidup jika kehidupannya membosankan seperti ini? lebih baik dia mati aja sekalian kan? setidaknya di surga dia tidak merasakan sakit lagi.

Anak itu menekan tombol yang terdapat di samping ranjangnya dan seorang suster masuk dengan kursi roda.

"Kakiku tidak lumpuh, masih bisa jalan." Ucap Narendra.

"Tapi nanti kamu kecapean Tuan Muda Na."

"Aku masih bisa jalan."

Narendra turun dari kasurnya, melewati sang suster.

"Tuan! saya mohon menurutlah! jantung anda tidak stabil seperti orang normal pada umumnya!"

Rahang Narendra mengeras ketika mendengar ucapan yang dilontarkan oleh susternya.

"Maksudmu aku penyakitan? aku tidak normal? kamu mengataiku lemah?"

Narendra membalikkan badannya dan berlari secepat mungkin.

"Akan aku tunjukkan kalau aku tidak lemah!" Teriaknya.

Sementara sang suster sudah sangat panik, wanita itu mengambil obat-obatan dan Inhaler milik Narendra kemudian berlari untuk mengerjarnya, namun, sudah telat.

Lelaki itu sudah sudah lari entah kemana.

Sementara Narendra berlari sampai ke lantai kedua, Nafasnya sudah mulai tersengal-sengal.

"Sialan." Gumam Narendra, jantungnya sangat sakit, sesak, dia tidak bisa bernafas.

Narendra memukul-mukul dadanya sendiri sambil merutuki dirinya sendiri, kenapa dia harus terlahir lemah? kenapa dia harus memiliki penyakit seberat ini? Tidak adil.

Sebelum dia memukuli dadanya lagi, seseorang menahan tangannya.

"Hey! kamu kenapa, jangan mukulin dada kamu sendiri dong!" Marah orang itu.

Namun Narendra sudah terlalu lemah untuk menjawab, kesadarannya mulai menghilang dan dia bisa merasakan detakan jantungnya mulai melemah.

"Kamu Asma ya? aduh benter, aku ada bawa gak ya?" Dia mengobrak-abrik tasnya kemudian tersenyum ketika sudah mendapatkan apa yang dia cari.

"Aku pakein ya! kamu lemes banget soalnya, untung aku ada bawa Inhaler." Lelaki berkulit tan itu memakaikan inhaler miliknya ke Narendra, tidak ada pengaruh banyak, tetapi setidaknya nafas Narendra mulai lebih teratur dari sebelumnya.

"Nah sekarang tenangin diri, kenapa sih kamu, udah tau punya Asma malah lari-larian mana sampai keringetan begini." Omelnya.

Narendra hanya menatap Haekal dengan tatapan bingung, baru kenal kok sudah marah-marah.

"Oh iya, aku Haekal, kamu siapa?" Haekal menjulurkan tangannya.

"Narendra."

(H)ujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang