"Ekal."
Narendra tersenyum saat masuk ke dalam ruangan Haekal.
"Nana, kenapa?"
"Uhm gini, Ekal kan cerita ke Nana kan kemarin tentang "Hujan" yang selalu nemenin Ekal sama tentang Bang Dean?" Tanya Naren yang di jawab dengan anggukan Haekal.
"Maaf karena aku gak bilang dulu tapi kemarin aku sempat diskusiin ini sama temen aku, dia Psikolog Rumah Sakit ini dan dia nawarin diri buat ngerawat kamu, Maaf banget Ekal aku gak maksud ngusik privasi kamu." Naren menggenggam tangan Haekal dan menatap Haekal dengan tatapan bersalah.
Haekal tertawa pelan dan mengelus rambut Naren.
"Gapapa Nana, soal temen kamu, aku gak yakin."
"Ayo dong, gapapa kok Ekal, dia gak jahat, mau yaa." Mohon Naren.
Haekal yang melihat tingkah Naren hanya tersenyum gemas dan mencubit pipi Naren.
"Yaudah, aku mau, janjinya kapan-kapan aja Nana?"
"Tiap hari." Narendra menunjukkan senyum lebarnya.
"Hah?"
"Kamu bakal tinggal satu atap sama dia."
"HAHH?!" Haekal melotot kaget.
"Aku juga kaget pas dia bilang gitu, udah mau aku lemparin meja, tapi dia bilang biaya penanganannya gratis, syaratnya ya cuma kamu harus tinggal satu atap sama dia." Cengir Naren.
"Tapi Nana, dia orang asing, mukanya gimana, sifatnya gimana, kalau dia mau nyulik atau ngejual organ aku gimana?" Omel Haekal.
Naren memajukan bibirnya.
"Engga kok Ekal! aku udah kenal lama sama dia, dia juga Psikolog terkenal, udah sering muncul di talk show atau berita gituu, aku jamin deh dia gabakal apa-apain kamu!"
Haekal menatap Naren dengan tatapan khawatir, dia tidak yakin dengan ide Naren, satu atap dengan seseorang yang bahkan dia kenal saja tidak? sepertinya bukan ide yang bagus.
"Please." Naren menatap Haekal dengan tatapan memelas membuat lelaki itu menghela nafasnya dan mengangguk.
Naren langsung tersenyum senang dan memeluk Haekal.
"Yes! makasih Ekal, nanti besok aku bantuin pindahannya sekaligus ketemu sama dia, dadah Ekal!" Kata Naren kemudian keluar dari ruangan Haekal dengan senyuman lebar yang terukir di wajahnya.
Haekal hanya tersenyum dan menggeleng, memikirkan bagaimana nasibnya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
(H)ujan
Fiksi Penggemar" Hujan selalu menjadi saksi mata tangisan dirinya, tetapi anehnya, Hujan juga menjadi obat segala rasa sakit yang dialaminya." - 060600 -