1. Bagian Satu

80 3 29
                                    

Udara dingin pendingin ruangan menyentuh kulit wanita berambut panjang berwarna coklat yang  bergelombang. Wanita itu bernama Dira, Aluna Sandira Gunawan atau nama lainnya Laluna Aphrodira Zoey. Nama pemberian ayahnya yang dulu katanya pernah hampir menjadi nama utamanya.

Ayahnya yang ia tahu sudah meninggal sejak ia berusia lima tahun, tapi sampai saat ini ia tidak mengerti apa penyebab dari kepergian ayahnya saat itu. Bahkan ia sama sekali tidak ingat kapan terakhir ia bertemu ayahnya.

Ia juga tidak tahu dimana tempat peristirahatan ayahnya. Jika ia bertanya tentang ini pada ibunya, ia hanya mendapatkan penjelasan yang menggantung rasa penasarannya. Ia tidak sepenuhnya mengingat tentang ayahnya, karena pada saat itu memang Dira masih kecil. Ia hanya mengingat bahwa ayahnya selalu membawakannya snack bar kesukaannya waktu kecil setiap ayahnya pulang kerja dari luar kota.

Apalagi kedua adiknya yang saat itu masih benar-benar kecil. Saat itu adik pertamanya berumur tiga tahun, dan yang kedua  berumur satu tahun. Tentu saja mereka tidak akan benar-benar mengingat memori tentang ayah mereka. Hanya foto saja yang tersisa untuk mereka saat ini. Namun tidak ada sosok ayah dalam setiap album foto yang mereka lihat.

Kadang Dira juga merasa merindukan ayahnya, membawakannya snack bar kesukaannya. Dan mungkin jika sampai saat ini ayahnya masih ada bersamanya, mungkin mereka akan menghabiskan waktu untuk pergi berlibur bersama. 

Dira menghembuskan nafasnya saat melihat kursor komputernya berputar tanda masih dalam proses. Hari ini berat, ia meregangkan otot leher dan punggungnya ke kanan dan kiri. Banyak tugas yang hari ini harus ia selesaikan di kantor.

Jarum jam menunjukkan pukul delapan malam, rencananya setelah ini ia akan pergi makan dengan teman-teman kuliahnya. Siapa lagi kalau bukan Zeya, Haechan, dan Mark.

"Woi, belum beres lu Dir???"

"Eh belom, lo kok belum balik??? Lembur juga lo??"

"Ini mau balik, bareng ga?? Kalo iya, gue tungguin di cafe"

"Engga kok Jun, gue mau keluar sama anak-anak"

Injun berjalan mendekat ke arah meja Dira, "Anak-anak?? Anak kampus??". Dira mengangguk, "Iya sama Zeya sama Haechan sama Mark,".

Injun mengangguk, "Yaudah kalo gitu, gue tinggal ya". Dira mengangguk, "Tiati Njun!" teriak Dira yang dibalas lambaian tangan Injun.

Ponsel Dira bergetar, ada telfon masuk dari Zeya.

"Halo, Yak??"

"Gue udah di tempat ya sama Haechan,"

"Okay, bentar ye. Finishing," ujar Dira.

"Santai, mau nitip pesen ga??"

"Gausah ntar dingin,"

"Okay deh,"

Dira menaruh ponselnya kembali di sisi meja sebelah keyboardnya. Namun tak lama setelah ia menaruh ponselnya, benda itu kembali bergertar. Kali ini panggilan dari Mark,

"Yes??"

"Gue di lobby yaps, take your time kalo belom selesai. Gausah keburu-buru,"

"Yes, gue lagi finishing doang. Ini lagi beberes,"

"Okay, i'll wait here. Do you need some coffee or something??"

"No, thanks,"

"Alright,"

Kembali ia menaruh ponselnya lagi, tangannya mulai sibuk membereskan kertas-kertas yang ada di meja. Menjadikannya kembali menyatu pada map folder yang ada di mejanya sementara layar komputernya masih memperlihatkan file yang sedang di transfer ke folder lain untuk besok masih berjalan.

Between : Bumi & Bulan | MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang