2. Bagian Dua

33 3 7
                                    

"So???" Zeya menelan makanan yang sedang ia kunyah.

"What??"

"You love him...don't you??" tanya Zeya tiba-tiba sambil senyum yang merekah pada wajahnya. Menantikan jawaban temannya yang selama ini selalu menepis semua perkataannya. Menanti benteng-benteng pertahanan milik temannya juga runtuh.

Dira hanya tersenyum lalu tertawa kecil sambil membalas tatapan harap milik sahabatnya itu.

"Wooooohoo, akhirnyaaa ya Dir akhirnyaaa. Runtuh juga tuh tembok denial" ujar Zeya tertawa puas. "Tapi Yak....gue ga yakin secepet ini. Belom seyakin itu," sahut Dira.

"Cepet apaan anjir??! Lima tahun kalian barengan terus, terus lo bilang cepet???" protes Zeya yang gemas dengan temannya.

"Jujur aja gue belom mau menyimpulkan perasaan gue sekarang Yak, gue bisa dibilang belom yakin itu tadi"

Zeya mengangguk, "Gapapa, lo pelan-pelan pasti bisa ngerasa. Coba deh lo inget-inget lagi perilaku lo ama Mark akhir-akhir ini, bisa aja lo dapet jawaban dari situ. Coba lebih perasa aja,". "Lo dengerin hati lo lagi, tapi ga pake denial lagi.. apapun itu yang hati lo bilang...dengerin." lanjut Zeya.

"Kadang kita juga perlu ngobrol sama diri kita sendiri, engga bukan gila...cuman pengen dengerin aja maunya gimana" Zeya mencomot potato salad yang ada di hadapannya. "Ini ntar lo pulang sendiri?? Apa mau gue anterin??" tanya Zeya.

"Gausah Yak, kasian ntar lo malah gabisa pulang soalnya keburu gelap. Gue coba telfon Mark, kantornya deket dari sini.." Dira meraih ponselnya sementara Zeya masih dengan wajahnya bahwa merasa ada yang aneh. Mencari nama 'Mark' di buku telfon elektroniknya.

Dira mencomot potato salad yang ada di depannya sambil menunggu nada sambung berubah menjadi suara Mark,

"Hai, are you busy??"

"Hai, no..ga kok abis dari kamar mandi gue, kenapa??"

"Um...lo kerja??"

"Gue?? Engga lah Dir, kan hari ini Sabtu"

"Iya juga," ujarnya yang disambut tawa kecil Zeya yang ada di hadapannya yang lebih dulu menyadari kalau hari ini hari Sabtu, menertawakan kekonyolan temannya. "Kenapa?? Udah selesai ketemuan ama Zeyanya?? Mau dijemput?? Di tempat yang kemarin lo bilang kan??" tanya Mark. 

Dira tertawa kecil, "Wow, precisely... kalo ga merepotkan sih" ujar Dira. "Alright, just wait then.. Zeya masih disitu??" tanya Mark diseberang sana.

"Masih,"

"Fyuuh, syukur deh.. okay gue berangkat"

"Thanks Mark," ujar Dira yang dilanjut memutuskan panggilan telfon mereka.

"Bisa??" tanya Zeya. Dira mengangguk seraya mengunci layar ponselnya. Ia menyantap makanannya yang ada di hadapannya seraya pikirannya melayang kesana kemari,

"Kadang kita juga perlu ngobrol sama diri kita sendiri, engga bukan gila...cuman pengen dengerin aja maunya gimana" Ucapan Zeya masih bergema di dalam pikirannya.

Zeya yang melihat Dira sedang melamun pun menegurnya, "Heh! Napa lo???".

Dira menggeleng, Zeya menaruh alat makannya "Gue ikut seneng Dir,". Dira mengerutkan keningnya, "Kenapa??". "Ya lo akhirnya mau membuka hati, lebih perasa lagi sama hati lo.." ujar Zeya yang sedang menatap Dira lembut.

"Don't look at me like that dude, I'm disgusted..."

Zeya yang langsung diam dan mendatarkan ekspresi wajahnya, "AH ELO MAH!!" sebalnya.

Between : Bumi & Bulan | MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang