9. Bagian sembilan

44 3 29
                                    

Hari ini Zeya bangun pagi-pagi karena akan pergi ke Semarang untuk menghadiri acara ulang tahun anak dari kakak sepupu Haechan. Ia dan Haechan berangkat pagi-pagi sekali karena mereka berdua ingin sampai lebih dahulu di rumah kakak sepupunya agar bisa lebih santai dan bisa sedikit membantu persiapan.

"Dek, ini ada teh anget ya di sini.. terus kalo mau makanan ada juga tuh mama bawain camilan" ujar mamanya sambil memasukkan termos kecil kedalam tas bawaan Zeya. Mereka tidak lama, nanti malam setelah acara selesai mereka akan pulang. "Okay ma, makasi" ujar Zeya yang sedang memotong sandwich tuna buatannya.

"No, tadi Jisung udah kamu bangunin belom??"

"Udah te, biasa masih balik lagi tidur. Kemarin katanya sih mau ikutan lari, tau deh udah lari di mimpi kali te" mama Zeya hanya tertawa mendengar kalimat dari Jeno.

"Pagi bener lo berangkat??" ujar Jeno yang sudah bangun karena akan lari pagi. "Iya, biar santai aja ga keburu di jalan" ujar Zeya yang berdiri di sebelah Jeno. "Lo pagi banget mau lari??" heran Zeya karena biasanya Jeno akan berangkat lari jam 6 pagi, tapi ini masih jam 5 pagi dan Jeno sudah siap untuk lari.

"Hehe, ngejar tukang bubur gue"

Zeya mengkerutkan keningnya, "Tukang bubur juga jam segini masih ngaduk bubur No," cibirnya.

Jeno hanya tertawa menampilkan garis lengkung dari matanya, Zeya melemparkan tatapan curiganya "Mau jemput sapa lo??". Jeno hanya tertawa, "Ada deh,".

Zeya masih tetap dengan tatapannya, "Kaga Yak, gue ntar pagi ada photoshoot. Mangkanya gue sempetin lari jam segini," Jeno memang seorang model, tapi tidak terlalu serius ia menggeluti bidang ini. Ia salah satu selebriti di sosial media, jadi ia setiap sabtu dan minggu dihari libur kerja ia selalu ada photoshoot untuk sebuah brand. Tidak bisa di tolak, Jeno adalah pemuda dengan wajah tampan dan badan yang proporsional.

"Lo kapan-kapan main ke studio foto gue. Kita foto-foto,"

"Boleh,"

"Yak, kamu ntar waktu acara pake baju begitu Yak??" tanya mamanya yang sekarang duduk di hadapannya. Zeya menggeleng, "Engga kok, ada bawa udah di depan tuh di gantung sama temen-temennya" ujar Zeya.

"Eh mama titip lumpia semarang dong,"

Zeya mengangguk, "Oke, ntar aku sampein ke Haechan biar mampir".

Suara pintu mobil Haechan yang terdengar sampai ke ruang makan Zeya. "Noh ayang," ujar Jeno meledek. Zeya tersenyum dan berjalan membukakan pintu pagar rumahnya, sementara ibunya memasukkan sandwich ke dalam kotak makanan.

"Assalamualaikum," salam Haechan melihat Zeya yang berjalan ke arahnya.

Zeya tersenyum, "Waalaikumsalam," jawabnya sambil membuka kunci pintu pagarnya. Ternyata ada Ayas juga yang muncul dari mobil Haechan. "Loh kamu jadi ikut Yas??" tanya Zeya. "Hehehe jadi mbak," jawab Ayas sambil memeluk Zeya yang merangkul Ayas terlebih dahulu.

"Assalamualaikum ma," sapa Haechan yang ingin bersalaman dengan mama Zeya. "Waalaikumsalam, eh ada siapa ini??" tanya mama Zeya. "Laras tante," ujar Ayas sambil menyalami bergantian dengan Haechan.

"Oooh iya Laraas. Udah makan kamu Laras??"

"Nanti aja te, masih kepagian banget"

"Yaudah nanti bilang mbak Zeya ya kalo laper, ada banyak makanan nih" Ayas hanya mengangguk malu.

"Halo Ras," sapa Jeno

"Halo Kak Jeno," jawab Ayas. "Chan, nanti tolong kasihkan ini ke ibu ya dari mama" ujar mama Zeya sambil menaruh dua kotak roti lapis pada Haechan. "Ya ampun ma, repot-repot.." ujar Haechan.

Between : Bumi & Bulan | MARK LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang