Sudah tepat satu bulan, Dira dan Mark tidak saling bertemu. Meskipun mereka tidak ada hubungan apa-apa satu sama lain, namun Dira hanya merasa aneh. Hari-harinya sejak duduk di bangku kuliah dulu selalu diwarnai dengan tawa renyah Mark yang selalu menular kepada siapapun yang ada di dekatnya.
Ia meregangkan punggungnya setelah beberapa jam duduk di kursi kerjanya. Ia merasa pendingin ruangannya semakin dingin, ia melihat suhunya masih sama seperti biasanya. Ia melihat ke jendela luar, ternyata hujan baru saja reda. Dira bahkan tidak mengerti kapan hujan turun.
Ia memutuskan untuk beristirahat sebentar lalu berjalan ke arah pantry kantornya. Kopi susu hangat sepertinya cocok untuk suasana saat ini. Ia membawa kemasan kopi susu bubuk kesukaannya untuk ia seduh dengan air panas.
Sembari menunggu teko air panasnya selesai mendidihkan air, ia melihat jam tangannya. Sebentar lagi waktu pulang kantor, ia bersyukur kerjaannya pada hari ini selesai lebih awal. Ia ingin menghabiskan sisa waktu kerjanya untuk menikmati udara setelah hujan di rooftop kantornya.
Ada taman kecil yang biasa ia gunakan untuk beristirahat sebentar dari dinginnya pendingin ruangan.
Ia menaruh gelas kopinya sebentar di anak tangga terakhir menuju rooftop untuk membuka pintu karena lumayan berat untuk dibuka dengan satu tangan. Untung saja rooftop sedang kosong, jadi hanya ia sendiri berada disini.
Bau selepas hujan sangat nyaman menyapa hidung Dira. Dan tentunya suhu yang berbeda untuk kulitnya. Ia bahkan memiliki lotion badan untuk ia gunakan saat di kantor karena takut kulitnya akan kering.
Dira berjalan ke arah tempat duduk di tempat yang teduh karena masih sedikit gerimis. Menaruh gelasnya tepat disampingnya. Menghembuskan nafasnya panjang, bisa dibilang ia jarang menemukan waktu luang seperti ini.
Sudah sebulan, tapi tidak ada yang berubah. Masih sama, tidak ada pergerakan apapun dari ibunya. Yang berbeda hanya ibunya tidak pernah mencari Injun. Teman sekantornya sekaligus tetangganya dan teman kuliahnya.
Entah ibunya masih bersikukuh untuk bersikap sama seperti malam itu pada Mark atau justru selama sebulan ini ibunya sedang berfikir untuk berubah??
Dengan keadaan seperti ini ia bertanya mengapa manusia tidak diberkahi kekuatan membaca pikiran manusia lain?? Mungkin akan lebih mudah hidup ini. Atau lebih tepatnya, hidupnya.
Seolah manusia ini bisa mendengarkan Dira saat ini, tiba-tiba ia muncul dengan panggilan telfon pada ponsel Dira. Dira menekan tombol pada perangkat earphone nya.
"Hai,"
"Hai, are you busy??"
"No, I'm already finished my task earlier"
"Oh, great.." ujar Mark diseberang sana. "Udah sebulan," sambungnya.
Dira tersenyum "Iya,"
"I don't know it feels weird.."
"I know right, i also thought about that too"
"Karena mau udah sebulan, jadi gue berani telfon lo" ujar Mark. Dira tertawa mendengarnya, "Lo udah di rumah??"
"Belom, gue lagi di rooftop"
"Oh really?? What are you doing??"
"Nothing, just want to sniffing bau abis ujan.. sama ganti udara aja buat kulit gue. Dingin banget di dalem,"
"Gue kerja bahkan sampe engga ngerti kapan ujan turun," ujarnya sambil tertawa kecut. "Lo udah di rumah??" tanya Dira pada Mark. "Nope, but I'm on my way" ujar Mark. "Gue lagi di deket kantor lo," sambungnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between : Bumi & Bulan | MARK LEE
Fanfiction[[Cerita tentang perbedaan dua insan dan semua rahasia dan cerita di dalamnya.]]