1: 0.5 Baru Pemanasan

2 2 0
                                    


Social Science-

Bagian cerita social Science untuk Meyjira Arwinata Putri dan Nafar Bayu Laskara.

***
Meyjira

Gue pernah baca satu kalimat pada satu halaman buku yang bunyinya tuh, "Hal yang paling mustahil dikendalikan manusia itu adalah waktu," dan itu benar.

Gue mengakuinya.

Tapi meskipun begitu, meskipun gue tau kalo waktu emang selalu akan berjalan seperti demikian, gue tetap merasa gak akan siap kalo udah dihadapin sama perpisahan.

Kata orang hidup itu simple, tapi gue rasa hidup gak pernah akan semudah itu. Perasaan-perasaan yang kita alami gak pernah sesederhana itu untuk hanya lewat begitu saja.

"Ra, bentar sore kita ngebakwan kuy!"

Waktu memberikan kita banyak hal,

"Dimana?"

Salah satunya adalah 'kebersamaan.'

"Dirumah Elina, bareng yang lain juga."

Olla akan selalu ngedatangin gue hanya untuk ngajak ngumpul bareng.

"Siapa aja?" gue suka keramaian, dan gue senang ngumpul sama teman, but...

"Tifani, Chika, Acha, sama Aurel."

Setiap memutuskan buat ngumpul bareng-bareng, berarti kita siap buat menjadikan itu sebagai kenangan.

Hanya sebagai kenangan.

Gue paling gak suka sama cerita dramatis, atau film genre melodrama, ataupun manusia yang hidupnya penuh drama. Gue paling anti sama yang demikian.

Tapi entah kenapa, sejak masuk Sma, pemikiran gue akan hidup ini jauh lebih dalam. Gue yang saat Smp hanya takut pada guru killer, sekarang jadi takut akan banyak hal.

Sangat banyak, sampai rasanya gue jadi capek sendiri.

Gue lelah akan pemikiran gue saat ini.

Apakah ini dampak dari proses menjadi dewasa?

Apakah semua orang juga lelah seperti gue?

Entahlah.

Gue terlalu mikirin banyak hal, sampai gak sadar ada beberapa hal penting yang udah terlewat dalam cerita ini.

"Lo datang gak?" Olla ngomong, nyadarin gue dari lamunan.

"Liat nanti aja!" karena gue belum siap menuhin otak gue sama kebersamaan yang esoknya hanya akan jadi kenangan.

"Kok pake liat nanti? Sekarang aja jawabnya." Olla duduk depan kiri gue sambil nyandar ke tembok.

"Yah kan gue belum tau nanti sibuk apa gak." gue juga ikut bersandar pada bangku ini.

Hening diantara kita.

Gue memandang plafon, padahal gak ada apapun yang menarik disana.

"Eh-eh, gue mau nanya nih!" Olla tiba-tiba bangkit dari sandarannya lalu goyangin lengan gue pelan.

"Nanya apa? Heboh banget." gue jadi sewot karena dia berisik.

"Lo ke Nafar?" dia natap gue curiga, buat gue jadi natap dia dengan alis menyerngit.

"Gak tuh."

"Bagus deh." dia menghela napas.

"Kok bagus?" Entah kenapa gue jadi sewot sendiri, buat Olla jadi menertawai gue.

"Haha... Pasti iya kan.. ngaku aja.. haha!" dia ngomong disela-sela tawanya buat gue tanpa alasan jadi malu sendiri.

"Gak!" gue menepis pernyataan konyol itu.

KaleidoskopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang