1: 0.6 Pemain Handal

3 2 0
                                    

Social Science-

Bagian cerita social Science untuk Meyjira Arwinata Putri dan Nafar Bayu Laskara.

***
Meyjira

Hari-hari berlalu dengan cepat.

Seingat gue hari itu adalah hari kamis di bulan januari 2018. Hari itu cuaca lagi terik-teriknya, sehingga banyak dari kita yang memilih untuk gak ngacir kemana-mana alias nongkrong dikelas.

"Guys guys! Gue punya cerita nih!"  Sepertinya kalo udah lulus nanti, gue hanya akan mengingat Rifal sebagai 'pendongeng handal' saking pandainya dia menciptakan cerita-cerita yang gak masuk akal.

"Cerita apa?" Ifana mendekat ke tengah, tempat dimana Rifal dan beberapa anak cowok lain bergerombol.

"Kalo tentang monyet lagi gue skip ah." Olla nyeletuk sambil ngemut choky-choky yang baru ia beli dari Elina.

"Iya tuh, yang lain kek. Asal bukan monyet lagi." Elina ikutan nyeletuk.

"Hum.." Rifal mengelus bawah dagunya bagai sedang berpikir, "Baiklah kalau begitu kalian boleh request." dia memandang seisi kelas.

"Mari kita dengarkan saran dari saudari Meyjira!" dia nyengir ke gue yang udah menduga kalo dia akan nyebut nama diri ini.

Kenapa selalu gue yang jadi target?

"Terserah asal bukan nama gue."

"Terserah seperti apa yang anda maksud?" cowok itu menanya.

"Ya... boleh nama siapa aja asal jangan nama gue."

"Baiklah kalo begitu nama siapa yang menurut anda cocok untuk dijadikan nama hewan?" dia menanya lagi.

Awalnya gue ingin menyuruhnya untuk berpikir sendiri, tetapi gak sengaja satu nama terlintas dibenak ini.

"Wulan." gue tersenyum dengan sangat sinis sewaktu mengatakannya. "Kayaknya bagus tuh, lebih cocok." ujung mata gue melirik ke arah anak baru itu duduk.

"Apakah saudari Wulan menerimanya?" Rifal menanya pada cewek itu. Semua mata ikut menatapnya.

"Kenapa tidak?" cewek itu menjawab dengan sangat ceria.

"Gak mengecewakan emang kalo nama Wulan, selalu nerima apa adanya." Nafar yang juga duduk disebelah Wulan ikut nyeletuk.

Akhir-akhir ini mereka sering banget duduk bersebelahan gitu.

"Gak seperti seseorang." Meski gue gak natap dia saat itu, gue tau dia lagi mandang ke arah gue.

"Siapa, Far?" Acha yang siang itu duduk persis depan gue menanya.

"Hanya seseorang yang gue kenal." cowok itu ngejawab.

"Maksud lo gue?" awalnya gue hanya ingin membiarkannya saja, tapi gue rasa, gue gak sesabar itu. "Gue kan HAH?!" intonasi suara gue jadi meninggi tanpa sadar.

"Menurut lo siapa lagi?" dia naikin satu alisnya dengan gaya sok keren.

Emosi gue jadi naik melihat ekpresinya itu, lalu dengan langkah cepat menuju ke arahnya.

Tangan ini menarik paksa buku latihan matematika yang ia pinjam tadi pagi lalu kemudian ngomong dengan keras, "gak usah nyontek di gue lagi!" bahkan gue gak ngerti kenapa gue harus semarah itu?

"Baperan amat sih jadi cewek." cowok itu jadi sedikit mendongak.

Atau sebenarnya gue gak marah?

"Terserah gue lah."

KaleidoskopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang