3. Kamis, September 2019

1.2K 160 8
                                    

S e l a m a t  m e m b a c a

Suara pecahan botol minuman keras begitu menggema di malam hari. Arunika seperti kesetanan saat pulang sekolah tadi dirinya melihat Geovano dalam keadaan kejang tetapi tidak ada satu orang pun dari keluarganya yang mau menolongnya.

Emosinya selalu berhasil mengambil kewarasannya ketika melihat Geovano lemah dan meringkuk di atas kasur bersama Ibu—pengasuh Geovano.

"Di mana rasa iba kalian?" desis Arunika penuh tekanan.

Ibu tiri, Papa dan satu adik tirinya hanya bisa diam. Sebenarnya mereka bukan diam, tetapi tidak peduli.

Arunika menatap nyalang ke arah papanya. "Geovano bisa mati mendadak kalau nggak ada yang ngurut dia. Apa Papa mau dia cepat mati?"

"Papa sibuk, Nika."

"Sesibuk apa? Bercanda sama istri dan anak tiri?" Arunika tertawa culas. "Geovano bukan anak yang harus ditelantarkan."

"Papa tau!"

"Tapi kenapa diem aja?!"

"ARUNIKA!"

"APA?!" Arunika melempar sisa botol minuman di tangannya. Ia menyorot keluarga tirinya. "Kalian nggak lebih dari sampah."

"Arunika! Jaga ucapanmu!"

"Aku? Disuruh jaga ucapan? Sementara kalian nggak anggap GEOVANO HIDUP?! HAH?!"

"KAMU UDAH KELEWATAN ARUNIKA!" Ayah melepas sabuk di celana dan siap mencambuk tubuh Arunika.

Satu cambukan pedas bisa Arunika terima di punggungnya. Gadis itu memejamkan matanya lagi saat cambukan itu sampai menyentuh lima kali cambukan di punggung dan dua di masing-masing betis.

Arunika merasa sakit di tubuhnya.
Arunika merasa sakit kalau melihat Geovano dianak-tirikan oleh Ayah kandungnya.

Napas papa Arunika putus-putus. Ia menatap Arunika nyalang. "Jaga ucapanmu kalau kamu mau Papa nggak main fisik."

"Nggak akan. Sampai kapan pun aku nggak bakal nurut sama Papa." Arunika berdiri dengan sisa tenaganya. "Aku. Arunika Selia nggak akan biarkan kalian bahagia, nggak akan biarkan kalian hidup damai. Selagi Geovano hidup, dia nggak akan ngerasa sakit kalau dekat samaku."

Geovano itu mentalnya sakit. Dia kayak orang gila. Arunika aja nggak mau kalau adiknya hidup. Arunika orang jahat.

Arunika tertawa culas mengingat ucapan papanya dua tahun lalu. Di saat papanya menebus obat di rumah sakit. Arunika mendengar cacian langsung dari papanya membuat Arunika semakin menumpuk rasa benci sampai menggunung.

Arunika bukan anak yang baik.

Arunika bukan gadis yang bisa diajak untuk lemah lembut.

Arunika tidak segan-segan membanting siapa saja yang mengatakan adiknya gila.

Dan Arunika tidak akan membiarkan Ayah dan keluarga barunya hidup tenang.

Dendam.

Arunika terlalu hidup dengan prinsip balas dendam.

Bad Person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang