19. Salting

152 18 4
                                    

"Aduh!"

Arunika refleks memegang dahinya. Tadi hanya sebuah ilusi? Tapi, dari bagian mana ilusi itu?

"Simpan rasa sayang lo sama gue, King. Simpan rasa sayang itu sampai ngga bisa dibendung lagi. Bener-bener ngga bisa dibendung sampai lo tau sebenarnya apa yang lo rasain ke gue. Kita bakal ketemu lagi untuk besok, lusa sampai seterusnya. Gue minta, lo cari tau tentang perasaan lo itu."

Oh, dari sana.

"Lucu gak sih, kalau nanti kita nikah--"

"Lucu."

Aldevaro tertarik. "Bener, kan? Pasti lucu kalau tempat ini tuh jadi saksi bisu umi dan abinya--"

"Panggilan itu ga cocok buat muka lo."

"Eits! Apa nih?" Mata Aldevaro menatap jenaka.

Arunika yang ditatap seperti itu jelas menyipitkan matanya, bingung. "Apa gila?"

"Tanpa lo sadari, lo ngasih gue opsi buat milih nama panggilan anak kita nanti."

"SUMPAH! DEMI DEWA!" Arunika jengkel bukan main. Ia tertawa sarkas, tangannya mengambil gelas belimbing, menuangkan kopi hitam, tak lama setelahnya, dia mengaduh karena gelas yang dia pegang menjadi panas. "Kopi sialan!"

Aldevaro tertawa. Dengan bakwan panas, mulut kurang ajarnya bersuara, "Tuh, kan, salting."

"GUE SIRAM JUGA NIH!" damprat Arunika dengan mata yang melotot.

"Siram! Ayo siram gue dengan kopi cinta itu sayang." Selang 2 detik setelah ucapannya, dia tertawa melihat wajah Arunika yang benar-benar cemberut. Itu tampak masam sekali, bahkan asam belimbing kalah dengan asamnya muka Arunika Selia.

Malas meladeni Aldevaro, Arunika langsung menuangkan sedikit kopi ke piring kaca berukuran kecil, lalu menyesapnya sembari menarik napas panjang. Aroma khas kopi aceh, lalu hangatnya kopi membuat badan dan pikirannya menjadi lebih santai.

"Udah, sayang?"

Arunika tidak menggubrisnya. Kadang, ia heran kepada papa, mamanya Aldevaro. Kenapa bisa memiliki anak seperti ini? Maksudnya, ini tingkah lakunya nurun dari siapa? Papa atau mama?

Setelah adegan tadi, keduanya memilih diam. Iya, Arunika diam-diam bersenandung kecil, mengikuti pengamen yang menyanyikan lagu Michael Learns to Rock dengan judul That's Why You Go Away. Pantaskah mereka dipanggil pengamen? Bukankah suara apik mereka berdua lebih cocok dipanggil musisi jalanan? Biar sudah tua, biar pakaiannya tidak sebagus orang-orang di sana, tapi kualitas suara, selera musik boleh diadu.

"That's why you go, away i know."

Arunika menoleh ke arah Aldevaro. Ia tersenyum, lebih ke arah tertawa kecil. "Suara lo bagus."

Aldevaro tertawa. Dia mengangguk, "Lo suka?"

"Suka."

Cowok itu mengangguk mantap. "Bagus."

"Kenapa?"

"Semoga bertahap, setelah suka suaranya, bisa suka sama orangnya."

"Basi." Arunika membalas cuek. Padahal, tanpa dia sadari, jantungnya berdetak tidak karuan. Sementara di seberangnya, Aldevaro menyunggingkan senyumnya.

Tangan cowok itu membuka note di ponsel, membuka satu file yang judulnya, 'Hal yang disukai dan tidak disukai Arunika.' dengan emoticon hati berwarna putih.

Arunika love 90's song.

Selesai.

Dengan matanya, Aldevaro melihat bagaimana gadis di hadapannya menikmati lagu-lagu yang dinyanyikan musisi jalanan itu. Kini lagunya sudah berganti. Lagu sederhana milik Westlife yang judulnya If I Let You Go.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bad Person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang