11. Cerita Kelam Si Bajingan

953 139 18
                                    

"Jangan bilang..." Aldevaro meneguk salivanya sekali lagi. "Jangan bilang kalau kakak yang berharap adeknya mati itu adalah lo sendiri?"

Mata Arunika langsung menyipit, senyumnya tercetak sinis. Tetapi dia tidak melakukan tindakan apa pun selain menyeruput kuah pop mie ayam bawang miliknya.

"Iya, memang gue." Arunika tersenyum tipis. Matanya memandangi kendaraan yang lalu lalang. "Lo udah tau keadaan adek gue, sekarang lo mau apa lagi? Nyebar fakta kalau adek gue kekurangan itu bener?"

Aldevaro menggeleng kuat. "Kurangi Suudzonnya. Nggak semua orang itu kayak apa yang lo pikirin."

"Tapi biasanya apa yang gue pikirin itu terjadi."

"Tapi kali ini enggak," ucap Aldevaro. Cowok dengan seragam sekolah yang lembab itu justru menunjuk langit. "Di sana, kakak perempuan gue lagi tidur. Dia tenggelam, terus meninggal di umur enam belas tahun. Waktu itu umur gue baru tiga belas."

Arunika hanya bisa diam. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Apa lagi saat cowok itu tersenyum tipis lalu tekekeh layaknya pria kalah judi.

"Kata Mama, dia happy kalau gue lahir. Dia yang minta gue dibuat-"

"Bahasa lo, King." Arunika menyela cepat dan tertawa setelahnya.

Aldevaro terkekeh lagi. "Namanya Alesha Ranuel Queen. Cantik, kan?" tanyanya dan Arunika mengangguk.

"Sama kayak lo, gue dulu berharap dia pergi dari hidup gue. Gue nggak suka karena dia selalu marah, cerewet, galak banget. Tapi, sewaktu dia izin buat main ke Bogor, malamnya gue mimpi kalau dia bakal tenggelam. Dan jahatnya gue, bangun tidur langsung gue aminin." Aldevaro tertawa sumbang.

Dari tempatnya, Arunika merasakan apa yang cowok itu rasakan. Keduanya menginginkan kematian orang yang membuat mereka merasa terganggu.

Aldevaro mengetuk meja dengan jemarinya. "Waktu dia izin sama gue, dia bilang, "Cieee.. ada yang seneng nih kakaknya pergi." terus gue jawab, "Kapan lagi gue nggak kena jeweran lo." Kakak gue cuma ketawa aja."

Ada jeda di sana. Aldevaro meneguk sisa soda di dalam kaleng.

"Besoknya, waktu gue pulang main futsal–waktu itu habis Isya kalau nggak salah. Gue denger kalau kakak gue hilang. Sorenya, mayat Alesha ditemukan. Papa, Mama sama gue langsung berangkat ke Bandung karena kata pihak sekolah, kakak gue bakal dipulangkan ke rumah keluarga terdekat. Kebetulan di sana kampung gue, mayatnya dibawa ke rumah Kakek."

Arunika meneguk salivanya. Dia mengusap lengannya karena merinding mendengar cerita Aldevaro.

"Ucapan itu doa. Gue nangis waktu jasad Alesha dibawa ke Bandung. Gue ngerasa hancur. Ucapan dia yang paling membekas sampai sekarang waktu gue bilang kalau gue nggak suka liat dia hidup. Di depannya, gue bilang kalau gue benci dan mau dia pergi jauh," katanya, "Terus dia jawab, "Yaudah kalau itu mau lo. Gue bakal pergi dari sini, tapi lo harus janji jangan pernah bentak Papa sama Mama. Nggak boleh nyalahin diri sendiri untuk apa pun itu. Bisa?" Dan bodohnya lagi gue maki dia karena gue gak suka diatur."

Angin yang berembus tenang membuat sosok Arunika bisa menemukan sisi lain Aldevaro. Sosok yang saat ini sangat rapuh.

Aldevaro menarik napas panjang. "Seminggu kepergian dia, gue jadi lebih kalem. Keluarga gue hangat, cuma kehilangan satu orang aja. Papa sama Mama nggak pernah berhenti ngasih kasih sayangnya sama gue. Gue cuma perlu nurut sama peraturan yang dibuat. Dan gue bersyukur untuk itu," ucapnya lalu tersenyum.

Bad Person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang