19. Metafora

13 3 0
                                    

"Gimana Nakula?"

Renja mengerjap, kembali pada realita selagi menatap Aksa yang kini berusaha mengendurkan dasinya. "Panas, gue butuh udara."

Renja tertawa ringan. "Lepasin aja lagian."

Aksa mendengus, setengah berkerut kesal. "Nanti diomelin Nakula lagi gue."

Mendengar balasan itu, Renja tidak mampu menahan diri untuk tidak tertawa. "Nakula memang senyeremin itu?"

Aksa memiringkan kepalanya sekilas, menegak minuman yang berada di dekat mereka.

"Setelah lu ngobrol langsung, memangnya gimana pendapat lo?"

Renja tidak langsung membalas, memperhatikan tatanan tanaman di tempat itu yang disusun sedemikian rupa. Kembali memutar percakapan mereka sebelum ini. Memutar kembali senyum ganjil yang tercipta di awal-awal percakapan, sebelum akhirnya lelaki itu dapat melepaskan dirinya perlahan-lahan setelah memastikan, menilai bahwa Renja bukanlah sosok yang membahayakan.

"Dia asik."

Aksa langsung tertawa pelan. Tidak cukup keras untuk mengalahkan musik yang menyala di depan sana, tetapi cukup untuk membuat Renja menatapnya tajam "Lo orang pertama yang bilang begitu."

Renja mengangkat alis. Melihat bagaimana Nakula membawa dirinya, terutama di sekolah, lelaki itu tidak menunjukkan sesuatu yang aneh. "Walau mungkin rasa asik yang berbeda."

Aksa tersenyum tipis. Sepertinya perkataan yang menyatakan bahwa dua orang yang sama akan saling mengenal terbukti benar.

"Tapi gue tetep puas temenan sama lu doang kok," kekeh Renja pelan.

Aksa mengulum bibirnya. "Smooth, Ja." Meski Renja sendiri tidak terlalu peduli, kembali tertawa.

"Lo udah temenan lama sama Nakula?"

Melihat bagaimana lelaki itu tampak lega ketika mendengar responnya, bagaimana lelaki itu seolah mengkhawatirkan sahabatnya yang satu itu, seluruh hal itu sedikit banyak menggelitik rasa penasaran Renja.

Aksa kini menjatuhkan tubuhnya pada kursi yang mengayun selagi memperhatikan kolam yang diikuti Renja, ikut duduk bersama selagi merasakan angin yang berhembus.

"Dua tahun."

Dua tahun yang terasa panjang.

"Nakula yang lo liat sekarang itu jauh beda dengan yang lo liat dulu."

Aksa menatap Renja, seolah mencari kekuatan untuk membongkar segala sesuatu yang selama ini menghantuinya. "Gue tau yang namanya Renja Amera sejak lo pertama kali masuk SMP meski gue gak punya keberanian untuk mendekat sampai malam itu." Aksa tersenyum kecil, membuat lesung pipinya kembali terlihat.

Malam di mana dirinya secara impulsif bergerak, berteriak, setelah itu- pada awalnya, Aksa hanya ingin memastikan Renja baik-baik saja. Tidak terjebak dengan perasaannya seperti saat ini. Bimbang harus melakukan apa.

Aksa menarik napas pelan, memperhatikan bagaimana air dalam kolam tampak tenang, berbeda dengan ombak di lautan pada malam mereka menghabiskan waktu dengan Renja yang berada dalam pelukannya.

"Nakula pernah mau bunuh diri."

Renja menelan saliva. Dia merasa tidak akan siap mendengarkan semua ini, terlebih ketika melihat tatapan kosong Aksa.

***


Aksa selalu tahu Nakula.

Tanpa perlu usaha.

Meski, lelaki itu mungkin tidak mengenalnya di awal-awal.

Sosok yang selalu menempati peringkat pertama di sekolah.

Rekan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang