23. Kereta Telah Sampai

23 3 0
                                    

Renja mengakui bahwa ketika dia mulai menikmati hidupnya, ketika segala sesuatunya kini terasa menyenangkan, waktu akan terasa berjalan lebih cepat. Sehingga, tanpa sadar, mereka mulai selangkah lebih dekat menuju akhir masa sekolah.

Ujian sudah selesai, dia akan segera duduk di kelas sebelas sementara Nakula, Juna, dan Sena duduk di kelas dua belas.

Bibir merah itu perlahan tertarik selagi memperhatikan langit biru di depan sana dengan pesawat yang sesekali terlihat melintas. Membayangkan apa yang akan terjadi beberapa tahun lagi?

Apakah dia sudah menemukan tujuan hidupnya? Menemukan keinginannya?

Apakah Rea dapat menjalani kehidupan baru yang didambakannya? Kehidupan tanpa ratusan pasang mata mengekori langkah kakinya.

Apakah Mala sudah dapat hidup dengan bahagia? Menjalani hari-harinya sebagai dirinya sendiri tanpa memedulikan orang lain. Memusatkan kebahagiaan pada diri sendiri bukan orang lain.

Lalu, apakah para kakak kelasnya itu dapat mengatasi ujian dan mengenyam pendidikan yang mereka inginkan? Melepaskan diri dari jerat yang mengekangnya.

Dia hanya dapat berharap apa pun masa depan yang menanti, mereka tidak akan menyesali keputusan itu dan menjalani kehidupan ini sebaik mungkin. Saat ini, satu-satunya hal yang dapat dia lakukan hanyalah hidup sebaik mungkin.

Renja terkesiap ketika merasakan sensasi dingin di pipinya, tersadar dari lamunannya lalu melirik Aksa yang tampil sederhana meski seperti biasa, lelaki itu selalu memukau. Dia menggumamkan terima kasih selagi menerima kaleng minuman itu.

Aksa mengulum bibir ketika Renja tidak lagi melayangkan protes. "Thanks for everything." Lelaki itu ikut memperhatikan pesawat yang perlahan mengudara, meninggalkan tanah. Seluruh teman-temannya dan Mala serta Rea sudah kembali, meninggalkan Renja yang memutuskan datang terpisah. Tahu bahwa mereka tidak akan membiarkannya sendirian. "Gue harap lo bisa nemu hal yang pengen lo perjuangin." Aksa menepuk pelan kepala Renja.

Dia menggigit bibir. Renja sudah banyak memberikan bantuan padanya selama ini, baik secara sadar maupun tidak. Semenjak Ivanna meninggalkannya, Aksa pikir dia tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk berbaikan bahkan kesempatan untuk menunjukkan pada wanita itu betapa besar usaha dia untuk hal-hal yang disukainya. Menunjukkan bahwa kebahagian menurutnya tidak hanya tentang meraih kesuksesan.

Melakukan hal sederhana terkadang cukup baginya untuk tetap hidup. Meski, belakangan dia mengerti. Kebahagiaan untuk setiap orang berbeda. Kebahagiaan milik Renja jauh lebih rumit. Sukar untuk didefinisikan.

Renja menghela napas, perlahan menarik bibirnya. "Semoga lo sukses dan bahagia di sana."

Keningnya mengerut ketika melihat Aksa yang kini berdiri di hadapannya, tersenyum lebar dengan jari kelingking terulur.

"Apa pun yang terjadi, lo harus tetap hidup."

Renja terkekeh, menyatukan jari kelingking mereka.

"Kalo ngingkarin lo harus nelen seribu jarum."

Renja kembali tertawa. "Lucu lo Kak." Gadis itu perlahan ikut bangkit, merogoh tas miliknya dan mengeluarkan satu buku. "Gue gak tau ke depannya bakal gimana, jadi gue pengen kasih ini sebagai hadiah."

Aksa menelan saliva, melihat buku sketsa yang cukup tebal itu, dia dapat melihat tulisan tangan Renja yang rapih mendeskripsikan lukisan yang tergambar dan pada halaman tertentu terselip beberapa kalimat pendek.

"Ini buat gue?" tanya Aksa ragu.

Renja menggaruk tengkuk. "Gue bikin ini ngebut, maaf kalo hasilnya kurang memuaskan," kekehnya membuat Aksa langsung menggeleng gemas.

"Lo bercanda? It's more than good." Aksa tertawa renyah, membuat mata itu kembali lenyap, membentuk bulan sabit. "Gue gak tau harus bilang terima kasih kayak gimana, cuman gue harap ini bisa jadi hadiah yang sepadan." Lelaki itu merogoh bagian depan kopernya, mengeluarkan satu buku.

"Scrapbook?"

"Gue minta bantuan Juna sedikit buat bagian depannya, di dalemnya ada beberapa foto yang gue ambil."

Renja menggigit bibir, Jika seperti ini, bukankah segala sesuatunya akan semakin sulit untuk dilepaskan?

Renja mendesah, tersenyum kecil ketika melihat Aksa merentangkan tangan, memeluk lelaki itu untuk terakhir kalinya sebelum berangkat.

Aksa mengusap pelan punggung Renja, menggumam kecil, "I like you." Dia menelan saliva. "Gue bakal berjuang keras untuk sukses dan jadi sosok yang sepadan buat lo."

Renja mengumpat dalam hati, berusaha menahan diri untuk tidak menangis. "Just do whatever you want and be happy," kekeh Renja. "Don't push yourself to hard."

Aksa terkekeh, meski menurutnya Renja yang seharusnya menerapkan hal-hal tersebut. Meski dia dapat melihat perubahan pada diri Renja setelah ujian akhir kemarin berlangsung. Tidak lagi menekan dirinya untuk selalu sempurna dan belajar menerima kegagalan.

"I will."

Aksa harap, ketika mereka kembali bertemu beberapa tahun lagi, dia sudah menjadi sosok yang jauh lebih baik.

TAMAT

TAMAT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


NANGIS, AKHIRNYA ADA SATU YANG BERHASIL TAMAT😭.

Aku mau bilang makasih banyak untuk kalian semua yang udah meluangkan waktu baca dari awal hingga akhir atau bahkan kalian yang cuman baca beberapa bagian, baik kalian yang baca dalam diam, kalian yang berkenan meninggalkan jejak berupa komentar maupun bintang, makasih sebanyak-banyaknya.

Semoga kalian bisa bahagia dan berhasil mengatasi masalah kalian, kalo butuh temen untuk berbincang atau komentar tentang cerita ini boleh banget dateng ke aku di platform manapun. Baik yang punya komentar pedes sekalipun, gak masalah hehe. Kalau mau secara anonim juga boleh ke curious cat di twitterku dengan nama moonversse.

Sekali lagi, terima kasih banyak💕

Rekan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang