#8

292 30 1
                                    

Tergesa kutuntaskan panggilan alam. Dalam kamar mandi ini pun kondisi penerangan lebih parah. Sangat redup. Mungkin umur bolamnya sudah sangat tua.  

Huh ... lega rasanya. Ari-ariku terasa plong.

Begitu keluar dari pintu kamar mandi. Kulihat Bayu Berdiri agak ke pojok membelakangiku. Terdengar bunyi kucuran air.

Issh ... Bayu pipis sembarangan.

Aku segera membuang muka ke arah lain.

KROSSAK! Bunyi dedaunan yang disibak.

"KYYAAA!!" Suara teriakan Bayu.

Aku sontak membalikan badan. Bayu tampak berlari terbirit ke arahku.

"Kenapa, Bay?"

"Lariii!"

Tanpa pikir panjang aku pun ikut lari terbirit-birit menuju pintu rumah.

Brak! Pintu ditutup tergesa. Kami sudah berada di dalam rumah lagi.

"Ada apa sih, Bay?" tanyaku tersengal.

"Ngomongnya di kamar aja," sahutnya tak kalah tersengal.

Tanpa banyak bicara lagi, aku membuntuti langkah Bayu kembali ke kamar. Melewati  lorong panjang rumah itu. Telapak tangan Bayu yang memegangi lenganku sedingin es batu.

Entah sengaja menghemat listrik atau dengan tujuan lain. Sedikit sekali lampu yang dinyalakan dalam rumah ini.  Atau yang punya rumah memang menyukai kegelapan. Bisa jadi begitu.

***

"Kamu liat apa tadi, Bay?" tanyaku penasaran sambil menutup pintu kamar.

Bayu menghempaskan pantatnya di atas dipan. Memegangi dada.

"Astagfirulloh ...." Dia tampak mengatur napas.

"Liat penampakan?" tebakku sambil duduk di sampingnya.

Bayu mengangguk pelan.

"Poci lagi?"

"Sumpah, Cin. Yang ini lebih serem. Untung kamu gak sempet liat," ujarnya tersengal.

Aku menelan ludah. Seluruh tubuh tiba-tiba mendadak terasa dingin.

"Tu dukun keknya emang miara demit," desis Bayu lagi.

"Astaga!" Aku membekap mulut dengan kedua tangan.

Kami kemudian sama-sama diam tercenung. Aku berharap malam cepat berlalu. Lama-lama berada di sini, bisa mendadak jantungan.

"Kira-kira Rani ada di ruangan yang mana, ya, Bay?" bisikku.

"Kenapa emang?"

"Penasaran aja. Ritualnya seperti apa. Khawatir kalau Rani kenapa-napa."

"Maksud kamu?" Kedua matanya menyipit menatapku.

"Aku takut Rani malah celaka, Bay."

"Celaka bijimana?"

"Bagaimana kalau ternyata ritual itu malah ritual mempersembahkan Rani sebagai tumbal?"

"Ah, kamu nakut-nakutin aja, Cin." Tangan Bayu menepis.

"Bisa aja kan begitu. Kita gak tau keadaan yang sebenarnya. Semalaman ini perasaanku gak enak, Bay."

"Kalau berita-berita di tipi, seringnya kalau ada ritual mandi tengah malam. Itu dukun cabul, Cin," ucap Bayu, sambil menutupi seluruh pundaknya dengan selimut.

TUMBAL PENGGANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang