Mata kami beradu dalam cermin.
"Kamu ngomong apa sih, Le?" Dia menatapku jengah.
"Bayu menghilang, Ran. Tidak ada yang tahu dia sekarang ada di mana. Beberapa kali Bayu mendatangi aku dalam mimpi. Dia bilang, kalau kamu sudah menjadikannya tumbal pengganti. Kita sudah meninggalkannya di Gunung Salak. Apa itu benar, Ran?" cecarku penuh penekanan.
Reaksi yang kudapat sungguh di luar dugaan. Tawa Rani meledak.
"Ada-ada saja kamu, nih. Kan kamu lihat sendiri kalau Bayu pulang sama kita. Gantian sama aku nyetir mobil," selanya masih sambil tergelak.
Aku tak terpengaruh. Mataku masih mengawasi tiap gerakannya.
"Tadi malam Bayu datang ke kamarku. Dia sudah berubah menjadi pocong," ujarku lirih.
"Lea ... Lea. Kamu itu terlalu terbawa mimpi. Gini deh. Aku punya opini lain kenapa Bayu susah ditemui sekarang."
Rani masih terlihat santai. Berbeda dengan sikapku yang memasang wajah serius. Dia kemudian memutar kursinya ke arahku.
"Bayu pernah ngomong sama aku tentang keuangannya. Dia terjerat hutang untuk membangun banyak gerai kedai kopi. Waktu itu pernah mau pinjam uang sama aku. Tapi, masalahnya aku sendiri juga lagi nyicil bikin rumah. Gimana dong?"
"Maksud kamu?"
"Ini menurut opiniku saja, Le. Siapa tahu sekarang dia lagi menghindar dari depkolektor. Pinjamannya kan lumayan besar "
"What?"
Giliran mataku yang melotot. Menggeleng tak percaya.
Masa iya begitu? Yang aku lihat kedai kopi milik Bayu sangat sukses. Pengunjungnya selalu banyak. Setahuku Bayu bukan jenis orang yang memaksakan diri untuk berhutang.
"Satu lagi yang mau kutanya sama kamu, Ran."
"Apa?"
Aku menghela napas. "Jelaskan kenapa kamu bisa dengan mudah lepas dari jeratan tumbal itu!"
"Ya ampun, Le. Kamu kan tahu sendiri. Semalaman aku harus melakukan ritual mandi kembang."
"Ritual untuk menukar tumbal? Dengan Bayu sebagai pengganti kamu?" tanyaku sinis. Tersenyum miring padanya.
Raut wajah Rani mulai berubah masam.
"Aku gak nyangka ya, Le. Kamu separanoid itu sama aku. Lihat saja nanti. Apa yang aku katakan akan terbukti." Dia mendengkus kesal.
Rani tampak sangat tersinggung dengan tuduhanku.
Tok tok tok! Pintu diketuk dari luar.
"Masuk!" ujar Rani.
Wajah Pita menyembul dari balik pintu.
"Sebentar lagi take," ucap Pita seraya melirik ke arahku. Mengusir secara halus.
"Maaf, aku sibuk. Semoga kamu menyesal sudah nuduh aku yang enggak-enggak," tukas Rani ketus.
Dia kemudian melangkah ke luar ruangan tanpa menolehku lagi. Meninggalkan aku yang semakin merasa bodoh. Masalah yang kuhadapi kini bertambah abu-abu. Sikap Rani begitu meyakinkan kalau dia tidak ada hubungan dengan menghilangnya Bayu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL PENGGANTI
HorrorObsesi seorang sahabat menyeretku masuk dalam pusaran masalah yang membuat bulu kuduk merinding