"Cin ... tolong aku!"
"Bayu?!"
"Tolong aku!"
"Kamu kenapa, Bay?"
"Tolong aku!"
Degh!
Kelopak mataku membuka. Dada naik turun oleh napas yang tersengal.
Astaga ... mimpi itu lagi. Kuremas-remas rambut. Jarum jam di atas meja sudah menunjuk angka dua. Tenggorokan terasa kering.
Aku bangkit untuk duduk. Meraih gelas tumbler dari atas nakas, lalu mereguk separuh isinya.
Huuufh. Kuhela napas panjang. Mengingat mimpi yang sudah beberapa malam ini terus terulang.
Kuraih gawai. Membuka aplikasi chat. Kontak milik Bayu ... tidak tertera kapan terakhir dia online.
Aneh. Tidak biasa Bayu seperti ini. Chat dariku pun dari kemarin hanya centang abu-abu. Biasanya dia yang sering menggangkuku dengan pesan-pesan konyol. Ada sesuatu yang terasa janggal.
Berkali-kali aku mimpi buruk tentang Bayu. Bahkan malam ini mimpi itu datang dua kali. Aku seperti berada di suatu tempat yang dingin dan gelap. Ada suara Bayu yang terus meminta tolong padaku.
Hhh ... mimpi yang sangat mengganggu.
Ya Tuhan. Semoga ini bukan sebuah pertanda buruk.
***
"Hei ... Bos kamu mana?" tanyaku pada pramusaji di kedai kopi milik Bayu.
Hari ini aku harus memastikan. Kalau Bayu baik-baik saja.
"Kurang tau, Mbak. Beberapa hari yang lalu Mas Bayu pergi. Gak bilang mau kemana," sahut cowok berseragam cokelat tua itu.
"Pergi?" Dahiku berkerut.
"Iya, plesiran mungkin," ujar cowok dengan tag name 'Eko' di dadanya.
"Terus yang mengelola kedai siapa?"
"Sekarang kan ada adminnya. Gerai kedai kita udah banyak lho, Mbak," sahutnya bangga. Bibir tersenyum.
"Oh, ya? Kereeen," sahutku. Aku semakin merasa jauh tertinggal.
"Mau dibikinin kopi?" tawarnya.
Tanganku menepis. " Gak. Aku ke sini cuman nyari Bayu."
Dia mengangguk.
"Nomernya kok gak bisa dihubungin, yah?"
Eko mengendikkan bahu. "Sibuk kali, Mba."
"Tapi ... Bayu baik-baik aja kan?" tanyaku cemas.
"Baik-baik aja setahu saya."
"Dia gak lagi sakit?"
"Enggak kayanya." Eko menggeleng.
Aku menghempaskan pantat di depan cowok berambut keriting itu.
Bayu kamu di mana?
"Kenapa, Mbak? Mukanya tegang banget. Minum dulu deh," ujarnya seraya menuangkan kopi ke dalam cangkir.
"Aku gak bisa tenang sebelum ketemu Bayu. Minimal chat aku dibalas," tukasku seraya mengetukan ujung-ujung jari di atas meja berbentuk bar.
Cangkir berisi kopi hangat mengepul di geser ke depanku.
"Minum dulu biar tenang, Mbak. Kita anak-anak kedai juga gak tau tujuan Mas Bayu kemaren kemana. Gak berani kepo. Bos kadang suka jutek."
Aku meringis geli mendengar pernyataan Eko. Tidak menyangka kalau Bayu disegani oleh anak buahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL PENGGANTI
HorrorObsesi seorang sahabat menyeretku masuk dalam pusaran masalah yang membuat bulu kuduk merinding