#11

296 32 1
                                    


Malam sudah sangat larut. Mata belum lagi terpejam. Kantuk tak juga datang. Sedari tadi badanku bolak balik gelisah mencari posisi tidur yang nyaman.

Tok tok tok! Jendela kamar diketuk dari luar.

"Siapa sih, iseng banget?" gumamku.

Kuusap wajah kasar. Malas-malasan bangkit. Duduk di bibir ranjang menatap ke arah jendela. Tampak sebuah bayangan di situ.

Sudut mata melirik ke atas meja belajar. Jarum jam di meja sudah melewati angka dua belas.

Tok tok tok!

"Siapa?"

Sepi. Hanya terdengar detak jarum jam dan hela napasku.

Dasar orang iseng! Padahal aku bisa melihat bayangannya masih tak beranjak dari situ.

Apa teman-teman kosan lagi kurang kerjaan membuat prank?  Beberapa dari mereka memang sedang keranjingan membuat konten video sejenis itu.

Kucoba mengingat-ingat hal yang memungkinkan kalau aku sedang dikerjai.

Tanggal ulang tahunku masih lama.

Mataku membelalak.

Jangan-jangan ... maling. Kalau maling ngapain pakai ngetuk segala? Kan bisa langsung jebol jendela?

Blup! Lampu tiba-tiba padam.

'Asem banget dah PLN! Tengah malam pakai padam segala,' batinku gundah.

BRAAAK!!

Sebuah bunyi keras membuat tubuhku terlonjak kaget. Entah bunyi apa. Seperti bunyi daun pintu atau jendela yang dibanting.

Tangan kanan kemudian meraba-raba letak hape dalam kegelapan. Biasa kuletakan tak jauh dari bantal.

Ketemu.

"AAAAAHK!!!" Aku berteriak ketakutan. Jantung seakan melompat dari tempatnya.

Tepat saat lampu hape kunyalakan. Satu sosok berwarna putih sudah berada beberapa meter di hadapanku. Spontan kedua tangan menyilang menutupi mata.

"Cin ... ini aku." Pocong itu bersuara.

"J-jang-an g-gang-gu!" ujarku gemetar. Jantung berdegup cepat.

"Aku Bayu, Cin. Tolong aku." Dia bersuara lagi.

Bayu? Pocong di depanku ini mengaku Bayu?

Mataku masih terpejam rapat. Tubuh dingin gemetar.

"Cuma kamu harapanku, Cin. Tolongin aku!"

Suara itu, memang mirip suara Bayu.

"B-bohong!" lirihku.

"Liat aku, Cin! Aku Bayu sahabat kamu. Rani sudah jahatin aku, Cin. Dia sudah numbalin aku. Kalian ninggalin aku di Gunung Salak," ujarnya terisak.

Benar-benar suara Bayu.

Aku berusaha memberanikan diri untuk membuka mata. Bau kembang bercampur asap kemenyan memenuhi kamarku.

"Astagfirulloh!!" Aku terpekik saat membuka mata lagi. Hape yang menyala ikut bergetar di peganganku.

Wajah terbungkus kain putih itu memang wajah Bayu. Aku bisa mengenali pipi chubby dan hidung mungilnya. Mata Bayu tampak sendu menatapku. Ada cahaya merah yang melingkupi tubuhnya.

"Bayuuu ....!" seruku bergetar antara sedih dan ketakutan.

"Iya, Cin. Ini Bayu."

"Kenapa bisa begini, Bay ....?"

TUMBAL PENGGANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang