10.

212 20 0
                                    

jeno sudah tiba sedari tadi menunggu seseorang untuk datang menemui nya malam ini. suasana bar sudah sangat ramai. jeno berfikir, apakah seseorang bisa menemui nya yang sedang duduk berada di kursi paling pojok?

satu panggilan berasal dari jaemin, entah apa yang di inginkan jaemin menelpon nya saat malam seperti ini? padahal ia sudah mengantarkan nya ke depan pintu apartemen milik jaemin. jeno mengabaikan nya dan memutuskan untuk memasukan hanphone nya ke dalam saku jas nya.

di tengah ramai nya pengunjung hari ini, jeno dapat menemukan sesosok yang ingin di temui nya. berhampit oleh banyak nya orang-orang.

mata jeno berbinar terang ketika melihat pria tua itu datang dan menghampiri nya. berpenampilan lengkap dengan jas serta tas laptop yang di bawa nya.

"ahh, jeno lee. kamu udah tumbuh jadi laki - laki besar" ucap pria tua itu dengan menepuk nepuk kan telapak tangan nya ke pundak jeno. jeno hanya tersenyum kaku untuk menanggapi nya.

"papa sehat?" dua kata lolos dari mulut jeno yang sudah merasa sangat cangung kepada ayah tiri nya ini. entah lah, jeno tidak mau di landa canggung yang begitu dalam.

pria tua berkaca mata itu tertawa kecil. "papa masih sehat, gimana perusahaan mendiang ayah kamu yang kamu kelola?"

"berjalan lancar pa, beberapa dapat bantuan dari jaemin. papa masih inget jaemin?"

"jaemin, jaemin, oh iya na jaemin papa masih mengingat nya. jeno harus berteman baik dengan nya ya?" mereka berdua tertawa untuk menghilangkan rasa canggung yang melanda diri mereka masing - masing.

sudah 3 tahun lama nya, jeno tidak berjumpa dengan ayah tiri nya ini. jeno hanya mengingat sedikit dari cerita ibu nya. jeno teringat, untuk menanyakan hal yang tidak pernah di jawab oleh ibu maupun ayah nya. satu - satu nya orang yang bisa menjawab pertanyaan adalah pria tua yang berada di hadapan nya.

jeno hanya penasaran, serahasia itukah pertanyaan nya?

"pa, jeno punya adik?"

suara jeno membuat pria tua di hadapan nya menoleh cepat. ia belum menjawab nya. ia mengambil satu batang rokok yang berasal dari kantong jaket nya dan menyalakan dengan pemantik api.

menyesap rokok itu sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk di berikan kepada anak sambung nya ini. jeno menautkan alis nya kebingungan. ia hanya diam, tidak ingin mengulang kembali pertanyaan konyol nya itu.

asap rokok menghembus berkali - kali, jeno tidak tahu apa yang ingin di lakukan nya agar tidak merasa canggung seperti ini.

beberapa kali jeno meneguk minuman berkadar alkohol rendah itu yang berada di hadapan nya. angan angan agar rasa canggung nya berkurang.

"iya, kamu punya dua adik laki - laki" suara itu berhasil membuat jeno mengangkat kepala nya yang sedari tadi menahan canggung dengan tegukan minuman alkohol nya. raut wajah nya pun berbeda 90° dari yang tadi.

"mark belum ngasih tau"

"mark tau?"

pria tua itu mengangguk lalu menghembuskan asap rokok nya ke atas. melihat jeno dengan raut wajah kebingungan di tambah kaget karena ucapan yang terlontar dari mulut nya sendiri.

"astaga" pria itu menggelengkan kepala nya. padahal sesaat donghae meninggal, ia sudah berpesan kepada mark untuk memberitahu jeno tentang ini. apa yang di pikirkan anak itu sekarang.

"cuma ini yang bisa papa kasih tau, mendiang ayah kamu berpesan buat nggak ngasih tau kamu yang sebenarnya"

jeno belum puas mendengarkan jawaban yang terlontar dari mulut ayah tiri nya itu. pikiran nya benar-benar kacau hingga menaikan kecepatan mobil nya.

menyusuri sepi nya jalan kota. memang, sekarang sudah tepat tengah malam, jeno belum juga menyelesaikan apa yang di inginkan nya. jeno terpikirkan jaemin yang menelpon nya beberapa saat, ia masih penasaran apa yang ingin di katakan nya malam-malam sekali.

angin malam berhembus di campur dengan sebatang rokok yang terhampit di kedua belah bibir nya adalah rasa ternikmat. menghilangkan sedikit beban dari pekerkaan kantor serta ini, hal yang selalu melanda pikiran nya.

langkah gontai nya menyusuri lorong apartemen yang panjang. satu batang rokok tidak akan ada rasanya saat ini. pikiran nya masih menghantam kepala nya.

jeno ngetuk pintu apartemen yang ia berharap masih ada nyawa yang hidup di dalam nya. emosi jeno mulai mengepul ketika menatap langsung mata yang ingin di tuju nya kali ini.

"ada apa je-"

bughhh

satu kepalan tangan mendarat di pipi kanan mark, mark hanya kebingungan melihat sepupu nya ini. jeno makin masuk ke dalam apartemen mark. mengeratkan kerah kaos milik mark.

"KENAPA LO GA NGASIH TAU GUE DARI DULU ANJING"

jeno melempar tubuh mark ke sembarang tempat. jeno juga dapat melihat mark yang masih mengumpulkan nyawa nya serta mencerna kejadian yang terjadi ini.

"lo mabuk jen?" mark menatap netra jeno yang sudah kalang kabut seperti peminum kadar alkohol yang tinggi.

"gue ga mabuk" jeno memalingkan wajah nya. jarak di antara mereka bedua sangat dekat. mark bisa merasakan hembusan nafas jeno.

"JAWAB GUE, KENAPA LO NYIMPEN SEMUA NYA DARI GUE"

jeno kembali menampar wajah mark dengan membabi buta. satu tetes darah mengalir dari ujung bibir mark. jeno merasa, kalau diri nya sudah keterlaluan lalu menghentikan aksi nya.

ia berdiri, menyalakan rokok nya lagi dan menghembuskan asap itu ke depan wajah mark yang sudah membiru.

"gue harap lo bisa jujur setelah ini"

jeno meninggalkan mark yang masih diam. dia tidak mengetahui jeno se kuat ini hingga membuat tubuh nya memar.

mark memikirkan jika ia tidak menyembunyikan semua nya dari jeno. netra mata jeno tidak bisa bohong kalau ia benar-benar benci kebohongan.

DEFEAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang