11.

195 21 1
                                    

kini, jaemin tengah melihat kekacauan di dalam apartemen jeno. entah apa yang di lakukan nya sampai seperti ini.

di dalam kamar nya, banyak putung-putung rokok yang berhamburan di seluruh sisi. beberapa botol kaca minuman alkohol yang tergeletak di sembarang tempat.

jaemin telah mengunjungi nya beberapa kali setelah jeno cuti lima hari. benar-benar jaemin tidak bisa untuk bekerja sendiri tanpa jeno. di saat dirinya melihat teman nya ini rasanya jaemin mengurungkan niat nya untuk menyuruh kembali bekerja.

jeno tengah mengisap sebatang rokok yang terhampit di jari telunjuk dan tengah nya. asap-asap itu mengepul tepat di depan wajah jeno, entah lah jaemin merasakan sesak di dada nya jika ia melakukan hal itu.

"sejak kapan lo mulai ngerokok?" jaemin mulai penasaran apa yang tengah di pikirkan jeno sampai ia melakukan hal yang paling di benci nya.

"lo kenapa?" lanjut jaemin yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari jeno.

jeno terdiam beberapa saat, seperti enggan untuk menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut jaemin. jeno terpikirkan ucapan mark beberapa hari yang lalu. apakah jaemin sudah mengetahui nya? kalau sudah tahu kenapa ia masih bertanya?

pikiran itu tertanam di benak jeno yang pada akhir nya jeno masih enggan untuk menjawab pertanyaan dari jaemin.

jaemin merasakan jeno mulai tidak nyaman dengan obrolan mereka lantas terdiam. tidak mau menanyakan hal-hal seperti itu lagi.

makan malam mereka telah usai satu jam yang lalu. tidak ada perbincangan di antara mereka. jaemin hanya terduduk di sofa dengan ponsel yang di genggam nya erat.

jaemin membenci keadaan seperti ini.

jeno berdiri, mengambil jaket milik nya yang tergantung tepat di belakang pintu apartemen nya. lantas, membuat jaemin sedikit kaget dan bertanya-tanya mau kemana ia?

"ayo, ikut gue" jaemin mendengar itu hanya mengangguk iyakan saja dan mulai mengikuti langkah kemana jeno akan pergi selarut malam ini.

jalan yang familiar menurut jaemin. jaemin terus mengikuti arah mobil jeno berjalan. suasana mood jeno sedang tidak baik, jaemin tidak ingin membuat mood nya semakin tidak karuan.

dapat di lihat dengan jelas di bawah kelopak mata jeno yang menghintam. rambut kusut nya seperti tidak pernah di cuci. serta wajah masam yang selalu jaemin lihat di dalam perjalanan.

angin sejuk malam memasuki jendela mobil jeno yang terbuka. mungkin, jeno merasa sedikit tenang dari pada harus memasukan asap-asap penyakit ke dalam tubuh nya.

jaemin rasa, jeno hanya ingin menenangkan diri. tidak salah nya jika ia sesekali melakukan hal ini. setiap hari mereka berdua hanya di hadapkan dengan layar komputer ataupun tumpukan-tumpukan berkas yang berada di meja kerja.

menatap tenang nya air danau yang bercampur aroma angin di malam hari rasanya tubuh jeno melayang. entah di bawa kemana jiwa nya oleh angin.

jaemin kembali mentap jeno dengan tatapan sendu. sampai kapan jeno akan mulai terbuka oleh diri nya. jujur saja, berpuluh tahun mereka berteman, jaemin tidak pernah mendengar jeno menceritakan masalah yang di hadapi nya. hal ini yang membuat jaemin penasaran dan kepengin mencari tahu.

"gue mau ketemu sama adik gue"

kalimat itu terucap langsung oleh jeno tanpa basa - basi. membuat jaemin mematung, entah ingin membalasan jawaban seperti apa.

"eric lee"

jaemin mencoba memasang wajah biasa-biasa saja saat jeno sudah mengetahui adik nya berada dimana. menghilangkan rasa syok yang menembus belah dada nya. ia pasti menduga kalau jeno memaksa mark untuk menceritakan semua nya, ia yakin akan hal itu.

"eric dibawa sama ibu gue karna ayah sama ibu pisah waktu gue umur lima tahun. gue gatau apa alasan mereka pisah, yang gue tau ibu bawa eric ke rumah suami baru nya.

bukan disitu aja, mereka punya anak lagi. beda lima tahun jarak umur nya dari gue. gue gatau nama anak itu siapa, mark bilang dia bener-bener gatau tentang adik tiri gue. beberapa hari lalu gue ketemu papa, dia bilang gue punya dua adik. tapi dia gamau ngasih tau adik tiri gue siapa dan dimana. gue mau marah waktu itu, tapi gabisa karna dia papa gue yang ngebiayain kuliah gue semenjak ayah pergi.

lo liat sendiri kan? di rumah ibu enggak ada siapa-siapa selain ibu? itu yang gue pertanyain dimana adik tiri gue. dan yang harus lo tahu"

jaemin yang sedari tadi hanya menyimak omongan jeno mulai mendekatkan diri nya ke jeno. jarak mereka sangat dekat sampai jeno mendorong pelan dahi jaemin menggunakan jari telunjuk nya. "apa?"

jeno membuang nafas nya dengan kasar. seperti ia harus bersiap untuk menceritakan hal yang mungkin jaemin tidak tahu dan membuat diri nya kaget.

"eric jadi tahanan. dia kena kasus perdagangan narkoba, yang gue tahu dia ga pernah ngonsumsi itu, tapi ya yang nama nya ngedarin tetep aja kena" kini jeno tengah di landa kabar eric, dan bagaimana cara nya agar ia bisa terbebas? mustahil kata mark yang bekerja sebagai seorang jaksa.

coba saja jika dulu ayah nya memberitahu yang sebenarnya kepada jeno. mungkin jeno sekarang tumbuh dari kasih sayang seorang ibu dan mungkin seorang adik? dua puluh tiga tahun jeno merasa kesepian hidup menjadi anak tunggal.

jaemin sebenar nya kaget namun tidak bisa di pungkiri lagi, jaemin yang tengah menatap netra coklat jeno merasa bahwa mata jeno mulai berair.

jeno lemah tentang semua yang menyangkut keluarga nya. air mata nya turun tanpa ia suruh. sebatang rokok yang berada di kedua belah jari nya kini sudah ia buang, dada nya mulai sesak di buatnya. entah lah, sudah habis berapa kotak bungkus rokok dalam cuti kerja lima hari nya.

DEFEAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang